Oleh: Yuniar Indra*

Beberapa waktu lalu saya kerap mendengar pengajian-pengajian Gus Baha’ di Youtube. Beliau memiliki kedalaman ilmu dan kekhasan penyampaian, sehingga membuat banyak orang terkagum. Termasuk saya. Lalu, saya menjumpai video pengajian beliau berdurasi sekitar 15 menit. Video itu berjudul “Larangan Mempermainkan Wanita”[1]. Tanpa basa-basi saya klik dan mendengarkannya.

Di sana jelas bahwa Islam, melalui Al-Quran, membela mati-matian kaum perempuan, apalagi seorang istri. Tidak ada ayat Al Quran yang sangat detail dalam mengatur hubungan sosial, kecuali ayat-ayat rumah tangga. Kata Gus Baha.

Ini mengindikasikan bahwa kebolehan dalam membangun rumah tangga dengan lebih dari seorang wanita bukanlah perkara yang remeh atau main-main. Para lelaki harus adil dalam pemberian hak-hak semua istrinya.

Namun apabila tidak mampu berbuat adil, maka cukupkan diri kita dengan satu istri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُوا۟ فَوَ ا⁠حِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَیۡمَـٰنُكُمۡۚ ذَ ⁠لِكَ أَدۡنَىٰۤ أَلَّا تَعُولُوا۟

“Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.” (Surat An-Nisa’: 3)

Kebolehan memperisteri beberapa wanita hanya ada dua alasan, darurat dan keberlangsungan Islam, menurut Syaikh Wahbah Zuhaili. Itu pun harus menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan antar istri. Seperti, rumah, nafkah, baju, dan perkataan yang bagus (gombalan, pujian, dan lain-lain). Namun, dalam masalah kecondongan hati dan perasaan, pasti akan tertuju pada salah satu pasangan. Dan itu tidak dapat dipungkiri, bahwa manusia tidak mampu memberikan kesamaan cinta pada dua atau lebih orang yang berbeda. Pastinya ada salah satu yang dicondongkan[2].

Kemudian apabila memang ada kesenjangan antara dua belah pihak. Yang dimaksud di sini antar isteri. Hingga memperlakukan salah satu darinya melebihi perlakuan yang lain, dalam hal pemenuhan nafkah, rumah, baju, dan lain-lain. Maka lebih baiknya si suami memberikan sikap yang jelas. Menceraikan atau melanjutkan. Jangan sampai karena hal itu, lantas tidak adil pada salah satu pihak istri.

وَلَن تَسۡتَطِیعُوۤا۟ أَن تَعۡدِلُوا۟ بَیۡنَ ٱلنِّسَاۤءِ وَلَوۡ حَرَصۡتُمۡۖ فَلَا تَمِیلُوا۟ كُلَّ ٱلۡمَیۡلِ فَتَذَرُوهَا كَٱلۡمُعَلَّقَةِۚ وَإِن تُصۡلِحُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورࣰا رَّحِیمࣰا

“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Surat An-Nisa’: 129).

Allah mengibaratkan wanita-wanita yang tidak mendapat perlakuan seimbang dari istrinya, seperti halnya (المُعَلَّقَة), yakni barang gantungan. Bahkan para pakar tafsir hampir sama dalam menafsiri kata almu’allaqah, bagai sesuatu yang melayang tidak berada di bumi juga langit.

 فتبقى الأخرى لا أيم ولا ذات بعل. كما أن الشيء المعلق لا يكون على الأرض ولا على السماء[3]

Hal ini tidak berlaku dalam kasus poligami saja. Semisal, ada kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh pria beristri. Ia mendekati wanita lain, bersikap seolah-olah ia suaminya. Namun, tidak mau menceraikan istri pertamanya dan tidak mau menikahi selingkuhannya. Ini adalah sesuatu yang sangat merugikan bagi wanita. Maka dari itu sikap yang jelas dibutuhkan pihak laki-laki di sini.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

[1] https://m.youtube.com/watch?v=n0vqdniZkDk&t=770s, diakses pada 28 Agustus 2020.

[2] Wahbah Zuhaili, Tafsir -Wasith.

[3] نووي الجاوي، مراح لبيد لكشف معنى القرآن المجيد، ٢٣٣/١