Sumber gambar: http://iwanwe.blogspot.co.id/2017/02/wafatnya-hasan-al-banna.html

Hasan Al-Banna adalah salah satu tokoh Islam yang cukup tenar di kawasan Timur Tengah menjelang pertengahan abad ke-XX M yang dampaknya dapat dirasakan sampai saat ini di seluruh penjuru dunia. Hasan Al-Banna lahir  14 Oktober 1906, Mahmudiyah, Buhairah, Mesir. Meninggal 12 Februari 1949 (umur 42), Kairo, Mesir. Beliau merupakan pendiri Ikhwanul Muslimin,  yaitu salah satu organisasi terbesar yang berpengaruh pada abad ke-20.

Ayahnya bernama Syaikh Ahmad ‘Abdurrahman yang lebih terkenal dengan panggilan As-Sa’ati yakni si tukang arloji. Di samping itu,  Syaikh Ahmad juga aktif mengajar, oleh sebab itu ia disegani oleh sejumlah besar ulama. Ia juga memiliki perpustakaan pribadi berisi aneka ragam cabang ilmu pengetahuan. Keluarga itu hidup di lingkungan yang tekun dan setia mengaji agama dan Al Quran. Orang tuanya tergolong berharta serta dihormati oleh penduduk sekitar.

Sebagai seorang Ayah, Syaikh Ahmad mengharapkan yang terbaik untuk putranya. Selain sebagai mujaddid (pembaharu), ia mencita-citakan putranya untuk menjadi seorang mujahid (pejuang). Lalu ia menasihatkan dengan suatu petuah kepada Al-Banna: “Barang siapa menguasai nash,  berarti ia akan menguasai dipsiplin ilmu,” karena itu ia menghafalkan ode asy-syatibiyah, verifikasi sebuah kitab terkenal tentang tujuh aliran qiraa Al Quran.

Sejak kecil Al-Banna telah diarahkan dan dituntut oleh ayahnya untuk menghafalkan Al Quran.  Sejak kecil pula ia telah menunjukkan tanda-tanda keistimewaan dan kecermelangan otaknya. Atas anugerah Allah,  Pada usia 12 tahun Al- Banna telah menghafal separuh isi dari Al Quran.  Sang ayah tidak pernah menyerah untuk selalu mendorong putranya menyelesaikan hafalannya. Semenjak itu Al-Banna lebih mendisiplinkan dirinya dalam mengatur kegiatannya,  ba’da shalat subuh adalah waktu untuk untuk membaca dan mengulang hafalan Al Quran,  siang digunakan untuk belajar di sekolah,  kemudian sore hari dimanfaatkan untuk belajar membuat dan memperbaiki jam bersama orang tuanya,  dan sore hari sampai menjelang tidur ia habiskan untuk mengulang pelajaran di sekolah.

Tidak heran jika pada usia 14 tahun Al-Banna mampu menyelesaikan seluruh hafalannya. Sementara setahun sebelumnya ia telah terlibat aksi,  menulis puisi,  menyaksikan penduduk mahmudiyah oleh pasukan Inggris. Karena kebiasan sejak kecilnya yang gemar membaca cerita rakyat, terutama yang menimbulkan semangat heroik. Seperti cerita kepahlawanan, perjuangan dan sejarah,  cerita tentang pahlawan Afrika Utara,  hikayat abu Muhammad Al- Baththal,  saga Banu Hilal.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Al- Banna lulus dari sekolahnya dengan predikat terbaik dan nomor lima terbaik di seluruh Mesir. Pada usia 16 tahun ia menjadi Mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum dan lulus pada usia 21 tahun. Kemudian ia ditunjuk menjadi guru di isma’liyah.  Masa itu adalah masa di mana umat Islam sedang mengalami kegoncangan hebat.  Kekhalifahan utsmaniyah di Turki untuk mengayomi umat Islam di seluruh dunia mengalami keruntuhan. Umat islam pun mengalami kebingungan. Al-Banna juga prihatin atas perlakuan Inggris yang memperbudak bangsanya. Keadaan islam ketika Al-Banna muda ialah kaum penjajah mempermainkan islam seenaknya saja. Kemal Attaturk memberantas ajaran Islam di Turki itu sendiri. Sementara satu di antara penyebab kemunduran umat Islam ialah bahawa umat Islam sendiri jahil terhadap ajaran Islam.

Oleh karena itu, Al-Banna memulai dakwahnya dengan menggalang beberapa muridnya untuk mengajak manusia kembali kepada Allah. Kemudian Beliau menyebar murid-muridnya ke kedai-kedai kopi. Hal tersebut beliau lakukan teratur dua minggu sekali. Bersama Ikhwanul Muslimin,  beliau berjuang untuk menulis pidato, mengadakan pembinaan, memimpin pertemuan, dll.  Sehingga dakwah mereka disambut dan diterima dengan hangat oleh umat Islam.

Prinsip yang dijadikan pegangan Al-Banna dalam berdakwah ialah, “Saya meyakini, sesungguhnya segala urusan bagi Allah. Nabi Muhammad SAW junjungan kita, penutup para Rasul yang diutus untuk seluruh umat manusia. Sesungguhnya hari pembalasan itu haq (akan datang). Al Quran itu Kitabullah. Islam itu perundang-undangan yang lengkap untuk mengatur kehidupan dunia akhirat,”

Di antara karya penerus perjuangan beliau yang terkenal adalah Fi Dzilaalil Qur’an (di bawah lindungan Al Quran) karya Sayyid Quthb. Sebuah kitab tafsir Al Quran yang sangat berbobot di jaman kontemporer ini. Ulama-ulama kita pun menjadikannya sebagai rujukan terjemahan Al Quran dalam bahasa Indonesia. Di antaranya adalah Al Quran dan terjemahannya keluaran Depag RI, kemudian Tafsir Al-Azhar karya seorang ulama Indonesia Buya Hamka. Mengenal sosok beliau akanlah terasa komplit apabila kita mengetahui prinsip dan keyakinan beliau.


*Ditulis oleh Rafiqatul Anisah, mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ary Tebuireng Jombang. Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber.