Adab Imam Membaca Zikir setelah Shalat
shalat di masjid Tebuireng

Berbicara fikih, maka berbicara tentang perbedaan hukum dan pendapat. Dalam kajian hukum fikih, banyak hal yang hukumnya masih dipertentangkan ulama, salah satunya adalah shalat jamaah. Ada ulama yang menghukumi shalat berjamaah sunnah muakkad, ada yang fardhu kifayah, bahkan ada yang menghukumi wajib.

Namun, di balik pertentangan status hukum pelaksanaannya, shalat jamaah memiliki fadilah yang cukup besar. Mendapatkan pahala 27x lipat merupakan salah satu fadilah dari shalat jamaah. Namun, tidak semua muslim menyadari hal tersebut, seandainya sadar mungkin tetap enggan melaksanakannya.

Beda Masa Beda Rasa

Umat Islam terdahulu, berlomba-lomba menunaikan shalat berjamaah. Rasa haus mereka akan fadilah shalat jamaah termaktub dalam kitab Ianah ath-Thalibin menjelaskan hal tersebut.

Dikisahkan bahwa seseorang pergi menuju kebun kurmanya. Saat perjalanan pulang, dia berpapasan dengan orang-orang yang telah usai melaksanakan shalat asar. Merasa kebun kurmanya menyibukkannya hingga tertinggal shalat jamaah, dia bersumpah di hadapan mereka bahwa dia menyedekahkan kebun kurmanya kepada fakir miskin.

Kisah lain merupakan kisah Abdullah bin Umar tatkala melewatkan jamaah isya. Akhirnya, pasca shalat isya sendirian, dia melaksanakan shalat sunnah hingga terbit fajar.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dari dua kisah di atas, terutama kisah Abdullah bin Umar, muncul pertanyaan apakah fadilah shalat jamaah masih bisa mereka dapatkan? Tidak, hal tersebut sudah pernah dialami oleh Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri.

Dikisahkan bahwa Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah dalam hidupnya. Hingga suatu ketika dia kedatangan tamu yang membuatnya tertinggal shalat jamaah Isya di masjid karena sibuk melayaninya.

Mengetahui hal tersebut, Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri berkeliling kota mencari masjid atau orang ingin melaksanakan shalat jamaah. Namun, yang dia dapatkan ialah kenyataan bahwa semua masjid di kota telah melaksanakan shalat jamaah Isya dan pintunya tertutup.

Akhirnya Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri kembali ke rumahnya dengan hati gundah, sedih karena tertinggal shalat jamaah Isya. Di tengah ratapannya, Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri teringat tentang fadilah shalat berjamaah bahwa pelakunya mendapat pahala 27x lipat dari mereka yang shalat sendirian.

Baca Juga: Keutamaan Shalat Jamaah di Masjid

Kemudian Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri mengambil wudu lalu shalat Isya 27 kali kemudian tidur. Dalam tidurnya Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri bermimpi menunggang kuda bertemu dengan sekelompok orang yang juga mengendarai kuda. Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri berada di belakang mereka, tetapi tidak bisa menyusul mereka.

Akhirnya salah satu dari mereka menengok ke belakang dan berkata kepada Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri. “Kudamu sudah lelah, dan kau tidak akan bisa menyamai kami.” Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri bertanya, “Kenapa wahai saudaraku?” Orang tadi menjawab, “Karena kami shalat Isya secara berjamaah dan kau tidak.” Akhirnya Ubaidillah bin ‘Amr al-Qawariri terbangun dan hatinya semakin gundah.

Kisah di atas merupakan perjuangan kaum muslim zaman dulu dalam memperjuangkan shalat jamaah. Mereka rela menghabiskan waktu, menguras harta demi memperjuangkan fadilah shalat jamaah. Mereka merasa kehilangan hal yang begitu besar saat meninggalkan shalat jamaah.

Namun, hal tersebut jelas berbeda dengan muslimin zaman sekarang. Rasa haus kita akan fadilah shalat jamaah jauh berbeda dengan muslim zaman dulu. Kini, shalat jamaah hanya kita anggap sunnah belaka dan sering kita tinggalkan. Bahkan shalat fardhu juga sering kita tinggalkan tanpa alasan atau dengan alasan yang tidak jelas dan tapa rasa bersalah.

Mari kita pupuk kembali rasa haus kepada fadilah shalat jamaah, agar kita tidak menjadi umat yang meremehkan sunah Rasulullah Saw. Amiin.


Ditulis oleh Muhammad Abror S, Mahasantri Ma’had Aly PP An-Nur II “Al-Murtadlo”