Alumnus Tebuireng, Chamim Kohari berikan usai memberi ilmu teater di hadapan santri Tebuireng pada Festival Tebuireng 2024, Kamis (2/5/2024). (foto: ra)

Tebuireng.online– KH. Chamim Kohari, alumnus Pesantren Tebuireng yang kini menjadi Pengasuh Pesantren Darul Falah Jerukmacan Mojokerto itu adalah seorang penyair. Ia mengaku hobinya terhadap seni atau lebih tepatnya di bidang puisi sudah diseriusi sejak dirinya berada di bangku MTs Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng.

Pada frum pelatihan teater di Festival Tebuireng 2024, penyair Mojokerto itu menganggap teater merupakan pelengkap untuk menyiapkan diri, terutama terkait dengan penampilan, baik di atas panggung, sehari-hari atau di depan murid (bagi pengajar).

“Jadi ini (baca. eeater) terkait dalam kehidupan di pesantren, seperti saat menjelaskan pelajaran di depan murid kita harus punya seni, harus bisa menjelaskan materi sejelas-jelasnya. Kemudian seni menjaga keseimbangan saat di kelas,” ungkapnya di masjid Pesantren Sains Tebuireng, Kamis (2/5).

Jadi menurut pemahaman dan pengetahuan saya, lanjut Yai Chamim, teater itu penting, apalagi bagi santri-santri yang membawa diri dan memperdalam ekstensi dirinya.

“Santri-santri di sekolah juga harus memperhatikan bakat dan minat, kalau hanya dikejar ilmu pengetahuan saja nanti jomplang, karna kecerdasan manusia itu tidak hanya pengetahuan,” imbuhnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut Alumnus Unhasy itu, manusia harus memperhatikan keseimbangan dalam hidup. Keseimbangan antara kebenaran, kebaikan, dan keindahan akan menjadi lengkap salah satunya dengan kecintaan pada seni tadi.

“Jadi seni adalah bagian dari yang harus seimbang antara kebaikan, antara kebenaran yang bermula dari pengetahuan, agama, etika, keindahan itu,” tuturnya.

Saat sesi wawancara itu, ia juga berbagi kisah perjalanannya saat nyantri di Tebuireng. Ia mengaku kesukaan terhadap seni menjadi hobinya sejak menjadi santri di tebuireng hingga saat ini.

“Waktu saya menjadi santri di sini, normallah ngaji, belajar, sekolah, tapi yang nggak kalah penting adalah mengembangkan hobi, dan untuk puisi itu saya memang hobi,” kenangnya.

Yai Chamim juga sempat menceritakan bahwa saat sekolah ia sempat membaca karya teman-teman santri, dan baginya tulisan itu bagus.

“Tak ada siapapun yang berhak bisa menilai puisi itu bagus atau buruk, tapi yang ada adalah puisi itu bisa bertahan atau tidak,” tegasnya.

Pewarta: Albii