Masjid Tebuireng

Oleh: Ustadzah Nailia Maghfiroh*

Assalamu’alaikum Wr Wb

Bagaimana hukumnya mendirikan shalat jamaah di rumah dengan alasan rutinan yasinan malam Jumat bakda Magrib dilanjutkan dengan shalat isya berjamaah di rumah tempat yasinan kalau jauh dari mushala. Kalau dekat dengan musholla maka dilakukan jamaah di mushalla.

Nur Rokhim, Mamuju, Sulawesi Barat

Saudara Nurokhim yang insyaallah senantiasa dirahmati oleh Allah. Terima kasih atas pertanyannya. Sebagai seorang makhluk memang sudah seyogyanya kita senantiasa ingat, bahwa status kita hanyalah seorang hamba, dan keberadaan kita di dunia ini memang hanyalah untuk menyembah sang pencipta yakni Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

و ما خلقت الجن و الإنس إلا ليعبدون (الذاريات : 56

Tidaklah kuciptakan manusia dan jin kecuali agar mereka beribadah.”

Dari firman Allah tersebut harusnya kita sudah bisa menyadari bahwa memang hakikat dari kehidupan adalah ibadah. Namun sayangnya, seringkali sebab kelaliman kita sendiri, kita terlalu sibuk dan memperhatikan kepentingan duniawi, hingga kita mengabaikan status kita sebagai seorang hamba. Na’udzubillahi min syarri dzalik.

Ketika pertama kali mendengar kata ibadah, tentu yang pertama kali tersirat di benak kita masing-masing adalah shalat, walaupun ibadah tidak hanya shalat. Sebab shalat merupakan salah satu bentuk penghambaan yang paling hakiki dari seorang hamba terhadap Allah SWT . Kata sholat itu sendiri menurut bahasa berasal dari akar kata;

صلى – يصلي – صلاة

Kata itu pada asalnya bermakna doa. Sedang menurut istilah shalat ialah suatu kegiatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Seperti yang tercantum dalam kitab Fathul qorib;

وهي لغةً الدعاءُ، وشرعا – كما قال الرافعي: أقوالٌ وأفعال مُفتَتحَةٌ بالتكبير، مختتمةٌ بالتسليم بشَرائطَ مخصوصةٍ

Dalam pelaksanannya, shalat bisa dilaksanakan dengan dua cara, yakni sendiri-sendiri (munfarid) dan bersama-sama (jamaah). Adapun batas pelaksanaan shalat jamaah minimal dilakukan oleh dua orang, satu imam dan satu makmum.

Rasulullah SAW sangat menekankan keutamaan shalat jama’ah ini, di antara riwayat yang menunjukkan hal ini ialah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ، فَيُحْطَبَ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ، فَيُؤَذَّنَ لَهَا، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ، فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ يَعْلَمُ أَحَدُهُمْ، أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا، أَوْ مِرْمَاتَيْنِ حَسَنَتَيْنِ، لَشَهِدَ العِشَاءَ» (متفق عليه) واللفظ من رواية البخاري

Demi Allah yang jiwaku ada di tangannya. Sesungguhnya ingin rasanya aku menyuruh untuk mengumpulkan kayu bakar, hingga terkumpul. Kemudian aku perintahkan shalat dan diadzani. Kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami manusia. Lalu aku mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri sholat berjama’ah dan aku bakar rumah mereka.. (Muttafaq ‘Alaih)

Hadis ini oleh ulama disebut dengan hadis al-Hammy (perandai-andaian). Sebab, dalam kasus ini Rosulullah hanya mengatakan bahwa beliau berandai-andai, namun tidak sampai melakukan apa yang beliau andaikan tersebut.

Namun dari hadis tersebut tentunya satu hikmah yang dapat kita tarik ialah besarnya perintah dan anjuran Rasulullah SAW terhadap pelaksanaan shalat jamaah . Adapun terkait dengan status hukum melaksanakan shalat jamaah, ulama berbeda pendapat di dalamnya. Sebagaimana yang tertera dalam kitab Ibanatul Ahkam, mayoritas ulama berpendapat bahwasannya shalat jamaah hukumnya sunnah, namun imam Ahmad berpendapat bahwasannya hukum shalat jamah adalah fardhu ‘ain, sehingga melaksanakan shalat dengan tidaak berjamaah tidak sah menurut Imam Ahmad.

Lebih terperinci lagi, perintah melaksanakan shalat jamaah ini dibarengi dengan anjuran pelaksanannya di mushalla/masjid bagi laki-laki. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW :

وَكُلُّ خَطْوَةٍ يَمْشِيهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَة (متفق عليه)

Setiap langkah yang berjalan untuk melaksanakan sholat bernilai shodaqoh .  Yang dalam riwayat lain dari imam Ahmad menyebutkan “bernilai kebaikan dan menghapus kesalahan

Di samping itu, dalam kitab al Muhadzab karya Imam asy Syairozi beliau menuturkan sebagai berikut:

وفعلها للرجال في المسجد أفضل لأنهم أكثر جمعاً وفي المساجد التي يكثر الناس فيها أفضل لما روى أبي بن كعب رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “صلاة الرجل مع الرجل أزكى من صلاته وحده وصلاة الرجل مع الرجلين أزكى من صلاته مع الرجل وما كان أكثر فهو أحب إلى الله تعالى

Sehingga dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwasannya keutamaan pelaksanaan shalat dapat ditinjau dari beberapa aspek, sebagian di antaranya:

  1. Jumlah orang yang melaksanakan (munfarid/jama’ah)
  2. Siapa yang melakukan (laki-laki/perempuan)
  3. Tempat pelaksanaannya

Dari poin pertama tentunya shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian. Namun, jumlah makmum dalam jamaah pun menentukan besarnya keutamaan dalam pelaksanaannya, lebih banyak lebih utama.

Maka dari itu, jika rumah yang ditempati yasinan itu jauh dari rumah ibadah dan dikhawatirkan jamaahnya bubar, maka silahkah shalat di rumah itu, tapi tidak dapat keutamaan shalat jamaah di masjid. Namun, jika rumah tempat dilaksanakannya yasinan itu dekat rumah ibadah (mushalla atau masjid) maka dianjurkan ke masjid dan mushalla  itu. Namun, sudah jelas bahwa masjid lebih utama dari shalat di manapun, termasuk mushalla.

Adapun untuk poin kedua dan ketiga saling keterkaitan . Yakni , jika musholli (orang yang sholat) adalah laki-laki, maka melaksanakan shalat di mushalla/masjid lebih utama baginya. Namun untuk perempuan sebaliknya.

Sekian keterangan yang dapat kami berikan. Semoga bermanfaat.


*Mahasantri Putri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng