Syekh Nawawi al-Bantani
Syekh Nawawi al-Bantani

Siapa yang tidak kenal dengan Syekh Nawawi. Tentu para santri sering mendengar namanya. Beliau adalah pengarang hasyiyah Tausyeh ‘Ala Fathul Qorib. Nama lengkap beliau adalah Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi As-Syafi’i. Berawalan nama “Muhammad” karena tafa’ulan kepada Nabi besar Muhammad SAW. Sedangkan nama “Nawawi” diambil dari nama seorang Imam besar Abu Zakaria Yahya Bin Syarofudin An-Nawawi.

Beliau lahir di desa Tanar, daerah Banten Jawa barat sekitar tahun 1230 H, atau bertepatan pada tahun 1813 Masehi. Beliau merupakan putra sulung dari tujuh bersaudara dari pasangan Umar Bin Arabi dan Zubaidah.

Pendidikan

Pada usia kedelapan, bersama adiknya yang bernama Tamim dan Ahmad, Imam Nawawi berguru kepada KH. Sahal dan ulama-ulama yang lain di Indonesia. Setelah beberapa tahun, beliau memutuskan untuk berangkat ke Mekkah untuk menuntut ilmu. Setibanya di kota Mekkah, beliau bersama Syekh Ahmad Nahrawi dan Syekh Ahmad Dimyati berguru kepada Syekh Zaini Dahlan.

Pada saat itu, memang banyak sekali orang Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Mekkah. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang diberi kesempatan mengajar di Masjidil Haram, seperti Syekh Mahfuzh Al-Turmusi asal Tremas Pacitan, Syekh Ahmad Khatib Al-Minankabawi asal Minangkabau dan Syekh Nawawi Al-Bantani.

Beliau merasa belum cukup dalam pengembaraannya mencari ilmu di kota Mekkah. Akhirnya, beliau memutuskan untuk mengembara jauh meninggalkan kota Mekkah menuju daerah Kinanah, salah satu daerah di Mesir. Mesir menjadi tujuan Syekh Nawawi karena terkenal dengan negara yang aman, kota dari segala ilmu. Syekh Nawawi belajar di Universitas Al-Azhar, salah satu universitas yang menjadi kiblat ilmu dan ulama terkenal di zamannya. Tujuannya ke sana adalah ingin belajar mengaji kepada para ulama di sana. Setelah dari Mesir, beliau melanjutkan perjalanannya ke tanah Syam.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Syekh Nawawi Al-Bantani sesekali pulang ke tanah air Indonesia untuk menyebarkan ilmu yang sudah beliau peroleh kepada masyarakat sekitar dan orang-orang yang beliau cintai. Aktivitas keseharian beliau selama menetap di Indonesia adalah menyampaikan wejangan ilmu (tutur) dan mendidik pemuda-pemuda di sana yang kelak di kemudian hari akan menjadi seorang tokoh besar agama Islam.

Syekh Nawawi merupakan guru yang dalam keilmuannya, dan penjelasannya mudah dipahami. Beliau mengajar berbagai macam fan ilmu seperti fiqih, hadis dan semisalnya. Salah satu muridnya ketika di Arab Saudi adalah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Jombang, pendiri organisasi Nahdhatul Ulama, Syekh Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, Syekh Kholil Bangkalan, mahaguru dari para ulama Indonesia, serta beberapa ulama lainnya.

Karena penjajahan Belanda yang mengakibatkan kebiasaan mengajar beliau terbatasi, akhirnya  Syekh Nawawi kembali ke kota Mekkah untuk menghindari hal ini. Sekembalinya di kota Mekkah, beliau kembali melakukan rutinitas lamanya, yakni mencari ilmu sembari mengajarkan ilmu. Di sela-sela belajarnya, beliau rutin beri’tikaf di Baitullah, meskipun sibuk dalam proses mengarang kitab.

Karya-karya Syekh Nawawi

Mengenai  karangan Syekh Nawawi, beliau merupakan seorang yang sangat produktif dalam mengarang kitab-kitab. Hampir dalam setiap fan ilmu beliau memiliki karangan pribadi. Mulai dari fikih, usul fikih, tauhid, tasawuf, nahwu, shorof.

Beberapa kitab karangan beliau yang populer adalah kitab Tafsir al-Munir, Nashaihul Ibad, At-Tausyeh hasyiah ‘ala Fathul Qorib, Kasyifatus Saja, Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyahv dan masih banyak lagi. Bahkan ada yang mengatakan karya beliau lebih dari 90 kitab. Nama beliau terkenal di berbagai belahan dunia seiring tersebarnya beberapa kitab yang telah ia karang.

Salah satu julukan yang disematkan kepada beliau adalah “Sayyid Ulama Hijaz” yang diberikan oleh ulama Mesir atas kekagumannya terhadap salah satu karangan kitab beliau, yakni Marahul Labid. Beliau juga termasuk ulama yang berperan penting dalam datangnya Islam ke Nusantara. Dan Akhirnya beliau wafat di akhir bulan Syawal pada tahun 1314 H/1897 M. Saat berada di kota Mekkah Al-Mukarromah dan dimakamkan di Maqbarotul Ma’la, tempat di mana dimakamkannya keluarga serta sahabat Nabi.

Baca Juga: Mengenang Kebesaran Imam Nawawi Bag. 1 – Tebuireng Online


Oleh: Moch. Rafli Nazillur R., Mahasantri Ma’had Aly An-Nur 2