Foto KH. Sofyan Cholil.

Oleh: Akmal Khafifudin*

Pada tanggal 20 Februari 2024 lalu, IPNU (Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama’) baru saja merayakan Harlah-nya yang ke 70 tahun. Bukanlah umur yang muda lagi untuk sebuah banom NU yang bergerak di lingkup pelajar. Organisasi yang lahir pada tanggal 24 Februari 1954 ini sejatinya tidak didirikan oleh perorangan saja, namun didirikan oleh segolongan pelajar yang memiliki visi misi menegakkan Islam ala Ahlusunnah Wal Jama’ah.

Berikut sedikit selayang pandang tentang kronologi di balik berdirinya organisasi IPNU. Sejak NU berdiri ditahun 1926, banyak embrio badan otonom (Banom) NU yang lahir di kemudian hari, seperti GP Ansor yang lahir pada tanggal 24 April 1934 ketika Muktamar Kesembilan NU diadakan di Banyuwangi, menyusul Muslimat NU yang lahir pada 29 Maret 1946, dan Fatayat NU yang lahir pada tanggal 24 April 1950 di Surabaya.

Tak ayal jika sebuah organisai kepemudaan NU juga turut lahir yang semula berasal dari perkumpulan kepemudaan NU tingkat lokal, seperti Tsamrotul Mustafidin yang lahir pada tanggal 11 Oktober 1936 di Surabaya, kemudian pada tahun 1939 lahir pula Persatoean Santri NO (PERSANO). Kemudian di Malang pada tahun 1941 lahirlah Persatoean Anak Moerid NO (PAMNO) dan Ikatan Moerid NU (IMNO) pada tahun 1945.[1]

Mengutip Jabar.nu.or.id, embrio IPNU mulai nampak di Semarang pada tahun 1952 dengan ditengarai berdirinya Ikatan Mubalighin NO (IKSIMNO), menyusul kemudian Persatoean Peladjar NO (PERPENO) yang berdiri pada tahun 1953 di Kediri, lalu Ikatan Peladjar Islam NO (IPINO) yang lahir pada tahun 1953 di Bangil, dan Ikatan Peladjar NO (IPNO) yang lahir pada tahun 1954 di Medan. Menyikapi banyaknya banom pemuda NU tingkat lokal tersebut. Pada Konferensi Besar LP – Ma’arif NU tahun 1954 di Semarang, ada tujuh serangkai pemuda dari Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang yang mengusulkan agar dibuatkan organisasi banom Pemuda NU Pusat guna menyatukan suara para pemuda NU di berbagai daerah, tokoh tokoh penyampai ide tersebut adalah Tholhah Mansur, Said Budairy, Sofyan Cholil, Mustahal Ahmad, Abdul Aziz, Abdul Ghoni, dan Abdul Hadi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Profil Singkat KH. Sofyan Cholil

Di antara ketujuh pendiri tersebut terdapat putra dari dari pasangan KH. Cholil Juraimi dan Ny. Chasinah Cholil, yaitu M. Sofyan Cholil (KH. M. Sofyan Cholil). Kiai Sofyan dilahirkan di dusun Rejoso, Kecamatan Peterongan, Jombang pada tanggal 29 Oktober 1929. Beliau menyelesaikan pendidikannya di pesantren Darul Ulum yang diasuh oleh abah dan pamannya (KH. Romly Tamim), namun pendidikan di kampung halamannya hanya selesai pada tingkat menengah pertama saja. Kemudian beliau hijrah ke Semarang dan kemudian berpindah lagi di Yogyakarta guna melanjutkan studinya. Di kota pelajar tersebut, beliau dipertemukan dengan Noer Chalimah, wanita asal Magelang yang kemudian beliau nikahi pada tahun 1960.

Sejak beliau mendirikan IPNU bersama koleganya, KH. Sofyan Choli terhitung aktif di beberapa tempat. Seperti di Madrasah Muallimat Yogyakarta pada tahun 1959 beliau tercatat sebagai salah satu anggota pengajar di madrasah tersebut, kemudian beliau juga aktif sebagai anggota GP Ansor Cabang Yogyakarta.

Pada tahun 1972 beliau terpilih sebagai anggota DPR GR mewakili Yogyakarta dari fraksi PPP. Di tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1973. Beliau dipanggil oleh sepupunya, KH. Musta’in Romly untuk pulang ke kampung halaman guna melanjutkan estafet kepemimpinan pesantren peninggalan abahnya seusai kakaknya, KH. Bisri Cholil berpulang ke hariban Ilahi.

Selama mengabdi di pesantren Darul Ulum, beliau dipasrahi oleh sepupunya KH. Musta’in Romly yang juga merangkap sebagai ketua majelis pengasuh pesantren dan mursyid Thoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyah sebagai sekretaris umum.

Namun, amanah tersebut tidak berlangsung lama, pada tahun 1978 Kiai Sofyan berpulang ke hadirat Ilahi Robbi meninggalkan seorang istri dan 6 putra dan putri (Farida Roichany, Faiqoh Rahmiati, Muhammad Farikhin, Muhammad Faishol, Muhammad Fanani, dan Farra Adibah). Selain itu Kiai Sofyan meninggalkan sebuah karya tulis yang berjudul “Nahdhatul Ulama’ Ditengah – Tengah Rakyat dan Bangsa Indonesia” dan asrama santri pondok pesantren Darul Ulum yang beliau beri nama “Wisma Ka’bah”.[2]

Di antara anak asuhnya yang kelak meneruskan jejak karirnya di bidang politik adalah KH. Yusuf Muhammad, perintis Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan pendiri pesantren Darus Sholah Tegal Besar, Jember. Hal ini sesuai dengan apa dikisahkan oleh keluarga, bahwasannya “Gus Yus” ketika menjadi mahasiswa di IAIN Yogyakarta dan terpilih sebagai Ketua PMII Cabang Yogyakarta, beliau mengkhidmatkan diri menjadi asisten pribadi KH. Sofyan Cholil, semasa ketika menjadi anggota DPR GR.

Wallahu A’lam.

Baca Juga: Membaca Sejarah Berdirinya IPNU


[1] Soelaiman Fadeli & Mohammad Subhan, Antologi NU : Buku 1, Surabaya : Penerbit Khalista, 2012, 52.

[2] Buku Sejarah Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang, 203, 30.


*Ponpes Darul Amien, Dusun Gembolo, Desa Purwodadi, Kec. Gambiran Banyuwangi.