Sumber foto: https://okaaditya.files.wordpress.com/2010/01/gusdur-caknur.jpg

“Jadilah bambu. Jangan jadi pisang. Daunnya lebar membuat anaknya tidak kebagian sinar matahari. Bambu lain rela telanjang asal anaknya, rebung, pakaiannya lengkap.”

-Nurcholis Madjid-

Nurcholis Madjid atau yang lebih akrab dengan panggilan Cak Nur lahir di desa Mojoanyar Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang, pada 17 Maret 1939. Cak Nur yang memiliki nama kecil Abdul Malik yang berarti Hamba Allah yang kemudian diganti menjadi Nurcholis Madjid. Hal tersebut disebabkan Cak Nur kecil saat berusia 6 tahun sering mengalami sakit-sakit, hingga keluarga memutuskan untuk mengganti nama. Sesuai tradisi Jawa yakni ketika anak mengalami sakit, salah satu penyebabnya bisa dikarenakan keberatan nama atau istilah lainnya kabotan jeneng, sehingga perlu diganti agar sang anak sehat dan tidak kembali sakit-sakitan.

Masa kecil Cak Nur banyak dihabiskan untuk mengenyam pendidikan di pesantren, di antaranya adalah Pesantren Darl Ulum Rejoso Jombang dan Pesantren Gontor Ponorogo. Setelah menempuh pendidikan di pesantren, ia melanjutkan pendidikan kesarjanaan di IAIN Syafir Hidayatullah Jakarta (kini UIN Syarif Hidayatullah) dan begitu aktif dengan kegiatan kemahasiswaan, salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Sama seperti KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Cak Nur juga merupakan salah satu tokoh pembaharuan dan cendekiawan Muslim Indonesia. Ide dan gagasan Cak Nur banyak menimbulkan kontrversi di kalangan masyarakat, salah satunya mengenai sekularisme dan pluralisme. Sekularisme pada masa saat itu ialah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama dan kepercayaan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut Cak Nur proses sekularisme sangat diperlukan karena umat Islan sudah tidak sanggup lagi membedakan mana hal-hal yang bersifat kerohanian dan mana yang berkenaan dengan waktu-waktu tertentu atau bersifat temporal. Tentu saja masyarakat Islam tidak menerima ide dan gagasan beliau, terutama para penganut ajaran Islam yang begitu tradisional dan konservatif. Mereka menganggap Cak Nur mulai menyimpang dari ajaran al Quran dan sunnah.

Cak Nur berpandangan baik pada sejarah dan masa depan manusia. Ia pun  menguraikan prinsip tauhid yang berdimensi ganda yakni menduniawikan hal-hal yang semestinya bersifat dunia dan tidak menghubung-hubungkan dengan akhirat. Selain menyuarakan pembaharuan Islam, Cak Nur juga membawa ide tentang demokrasi, humanisme dan keyakinan untuk memandang modernisasi yang tidak berkiblat ke negara barat. Karena modernisme baginya bukan westernisasi. Baginya modernisasi merupakan gejala global yang tidak dapat dihalangi, sama halnya dengan demokrasi.

Sedangkan untuk pandangan pluralisme-nya, ada tiga poin yaitu yang pertama umat beragama harus meninggalkan praktik keagamaan yang tidak dewasa. Maksudnya ialah dengan tidak memaksakan kebenaran agamanya sendiri atas pemeluk agama lain, serta meninggalkan hal-hal yang bersifat fanatik yang berujung pada kekerasan. Kedua adalah gagasan ketuhanan dan kemanusiaan, di mana kedua hal tersebut merupakan prinsip penting sebagai peredam konflik. Ketuhanan dan kemanusiaan adalah bentuk konkrit dari penegasan bahwa titik temu berbagai agama berpusat pada dua hal tersebut. Ketiga, yaitu peran negara dalam menciptakan ruang publik yang kondusif bagi masyarakatnya. Negara juga harus tanggap hukum terhadap oknum atau tindakan yang berusaha untuk menghancurkan pluralisme dengan aksi teror dan aksi kekerasan.

Saat Indonesia mengalami krisis kepemimpinan pada tahun 1998, Cak Nur sering dimintai nasihat oleh presiden berkuasa saat itu, Soeharto. Soeharto meminta nasihat dalam mengatasi gejolak yang terjadi di Jakarta. Atas sarannya pun Soeharto akhirnya turun dari jabatan. Hal tersebut dilakukan demi terciptanya suasana kondusif dan menghindari gejolak politik yang lebih parah.

Akibat penyakit sirosis hati yang diderita, Cak Nur meninggal dalam usia 66 tahun. Meskipun hanya warga sipil ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata karena dianggap telah banyak berjasa kepada negara. Walaupun telah meninggalkan dunia, namun pemikiran Cak Nur selalu menjadi bahan perbincangan di kalangan masyarakat, baik yang pro maupun yang kontra.


*Ditulis oleh Anik Wulansari disarikan dari berbagai sumber