Oleh: Ahmad Aziz Masyhadi*

Nabi Muhammad SAW, diberitahu oleh salah satu sahabat bahwa ada beberapa utusan dari kaum Nasrani Najran ingin menemui Rasulullah untuk berdiskusi atau berdebat masalah ketuhanan. Para utusan yang berjumlah enam puluh orang dipimpin oleh Abu Harisah Bin Qomah. Setibanya di Madinah Rasulullah mempersilakan untuk turun di Masjid Nabawi.

Ketika waktu kebaktian tiba, salah satu utusan dari kaum Nasrani Najran meminta izin untuk melakukan ibadah. Rasulullah mempersilakan beribadah di Masjid Nabawi, sontak para sahabat memprotes dan menentang karena tidak sepatutnya selain muslim beribadah dalam masjid, namun Rasulullah bersabda,“biarkan saja.

Mendengar ucapan Rasulullah, para sahabat diam dan memahami bahwa Nabi Muhammad mempersilakan mereka menggunakan untuk beribadah. Kaum Nasrani Najran ketika beribadah menghadap ke timur, bertepatan pada hari Minggu setelah Ashar.

Dari kisah ini menunjukkan betapa Nabi Muhammad memiliki sikap toleransi, seakan ingin menegaskan bahwa Islam sebagai agama yang penuh dengan kasih sayang dan rahmat bagi umat manusia, meskipun dari pertemuan tersebut tidak satupun masuk Islam, akan tetapi Rasulullah tidak memaksa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Islam menjunjug tinggi nilai-nilai toleransi, Rasulullah bersabda, sesungguhnya aku diutus membawa agama yang hanif dan mudah”. Ini merupakan bentuk rahmat Allah kepada makhluknya. Allah berfirman kasih sayangKu untuk semuanya.” (Q.S Al-A’raf : 156).

Dalam tafsir Syekh Abu al-Fadhl Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Affandi al-Alusi al-Baghdadi, yang dikenal Syekh al-Alusi berpendapat ayat ini mencakup semangat toleransi, sebab kasih sayang Allah tidak hanya diberikan kepada kaum muslimin tetapi juga kepada semua umat manusia.

Ditegaskan juga dalam Al Quran: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S Al-Anbiya: 107), dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Nabi Muhammad tidak diutus kecuali menyebarkan kasih sayang. Kasih sayang Islam tentu tidak hanya dikhususkan untuk kaum muslimin, namun juga dapat dirasakan oleh seluruh makhluk di alam semesta ini.

Dari sikap Rasulullah dalam kisah di atas, memberi pemahaman bahwa Islam adalah agama kemanusiaan, asas dari rasa kemanusiaan dijunjung tinggi tanpa melihat perbedaan warna kulit, ras, agama, suku, gender, dan kasta. Perbedaan bukanlah alasan saling menindas, menghina apalagi berperang, akan tetapi seharusnya saling mengenal dan saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing.

*Mahasiswa Pascasarjana UIN Surabaya.