Ilustrasi: detikcom

Apakah kamu pernah dimarahi oleh orang yang berutang kepadamu? Atau mungkin kamu yang pernah terpancing untuk marah saat ditagih utang? Dalam keseharian, kamu pasti tidak asing dengan yang namanya utang, bahkan di sekitarmu banyak yang terlibat dalam praktik utang-piutang. Kamu mungkin pernah berada dalam keadaan terdesak, misalnya saat berada di luar rumah tanpa membawa uang dan membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam situasi seperti itu, kamu pun berutang kepada orang-orang di sekitarmu, entah itu keluarga, tetangga, atau teman yang bersedia meminjamkan uang.

Pada dasarnya, baik meminjam uang (berutang) maupun memberi pinjaman utang tidaklah salah. Namun, masalah sering muncul ketika orang yang berutang sulit untuk dilunasi atau bahkan marah-marah ketika ditagih untuk segera membayar utangnya. Hal ini tentu bisa menjadi peristiwa yang menjengkelkan dan berpotensi merusak hubungan kekeluargaan, pertemanan, serta rasa saling percaya. Padahal, kita tahu bahwa membayar utang tepat waktu adalah kewajiban. Namun, sering kali kita menjumpai situasi di mana seseorang yang berutang enggan membayar atau bahkan menunjukkan sikap lebih marah dan galak daripada orang yang menagih utang. Lantas, mengapa hal ini bisa terjadi?

Meskipun menagih utang merupakan hak dari penagih, proses ini bisa membuat pengutang merasa tertekan. Ketika seseorang berada dalam tekanan akibat utang, mereka bisa merasa terancam. Dalam psikologi, ketika seseorang berada dalam situasi yang menegangkan, otak manusia secara tidak sadar akan memasuki kondisi “survival mode” atau mode bertahan hidup. Dalam kondisi ini, sifat defensif (untuk melindungi diri) akan muncul, karena orang tersebut tidak ingin merasa direndahkan. Respon marah bisa menjadi cara mereka untuk mengontrol situasi dan sekaligus mengalihkan rasa takut atau malu. Dalam kondisi tertekan seperti ini, sifat asli seseorang cenderung akan muncul.

Hal ini serupa dengan reaksi seseorang ketika mendapat kritikan atau tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Apakah kamu pernah merasa marah saat dikritik oleh orang lain? Jika pernah, itu adalah bentuk coping mechanism yang juga bisa muncul saat seseorang menghadapi tekanan. Sama halnya dengan orang yang marah saat ditagih utang. Secara tidak sadar, mereka merespon dengan kemarahan sebagai cara untuk mengalihkan rasa malu dan ketakutan mereka.

Baca Juga: Nagih Hutang kok Kayak Pengemis?

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Faktor lain yang dapat memengaruhi adalah sulitnya mengendalikan emosi di bawah tekanan. Seseorang yang belum bisa mengontrol emosinya ketika berada dalam situasi sulit akan cenderung meledak-ledak. Ini terjadi karena mereka menyalurkan segala emosinya tanpa memperhatikan orang lain. Selain itu, faktor ekonomi juga turut berperan. Jika pengutang belum memiliki cukup uang untuk membayar, mereka akan terus-menerus memberikan alasan, yang akhirnya membuat si penagih merasa kesal. Semua ini bisa menjadi pemicu konflik.

Akibatnya, tidak jarang terjadi pertengkaran, kericuhan, bahkan pemutusan hubungan persaudaraan atau pertemanan. Kasus yang lebih parah pun bisa terjadi, seperti pembunuhan yang disebabkan oleh utang yang sulit dilunasi. Agar hal ini tidak terjadi, penting untuk menjaga hubungan baik dengan orang-orang terdekat. Lalu, bagaimana sikap kita saat menghadapi kondisi seperti ini agar tidak terjadi pertengkaran?

Sikap setiap orang terhadap utang bisa berbeda-beda, namun itu sangat bergantung pada cara mereka menghadapi dan merespons saat ditagih utang. Sering kali, penagih utang mungkin tanpa sadar merendahkan pengutang, namun kita harus tetap menjaga pengendalian diri. Dalam situasi ini, pengendalian diri sangatlah penting. Orang yang bisa mengendalikan diri akan tetap tenang dan berusaha secepat mungkin untuk melunasi utangnya. Komunikasi yang baik juga sangat diperlukan agar tidak terjadi salah paham antara kedua belah pihak.

Sebaliknya, bagi penagih utang, penting untuk mengerti keadaan orang yang berutang. Jangan menagih sebelum waktu yang disepakati untuk pelunasan utang. Saat menagih, usahakan untuk bersikap lembut dan pemaaf. Hindari membicarakan utang orang lain, agar kita tidak merusak citra mereka di mata orang lain. Intinya, saling mengerti, menjaga perasaan, serta berkomunikasi dengan baik adalah kunci untuk menghindari konflik yang tidak diinginkan.



Penulis: Amalia Dwi Rahmah, Anggota Sanggar Kapoedang