Madrasah Mua’llimin Hasyim Asy’ari Tebuireng

Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fi al-din yang telah banyak menghasilkan alumni sukses, akhir-akhir ini telah banyak mengalami pergeseran dalam berbagai hal. Akibatnya pesantren lambat laun mulai kehilangan independensinya sebagai lembaga pendidikan khas Indonesia yang mandiri.

Kondisi ini direspon oleh pengelola pesantren dengan mengadopsi pendidikan formal yang dilaksanakan di Pesantren, kebijakan ini tentu positif dan terbukti banyak berperan dalam menjaga eksistensi Pesantren. Namun ada hal yang mulai terlupakan atau bahkan hilang dari pesantren saat ini, dampak paling nyata adalah pergeseran mutu lulusan pesantren dimana nilai ijazah jauh lebih diperhatikan dan dianggap lebih penting daripada kualitas keilmuan seseorang.  Pergeseran nilai ini tentu sangat berpengaruh terhadap kualitas alumni pesantren sehingga tidak sedikit pesantren yang mulai gelisah karena kekurangan kader yang mumpuni untuk mengemban amanat meneruskan visi pesantren yang telah digariskan oleh kyai pendiri.

Lahirnya Madrasah Mu’allimin adalah salah satu bentuk respon nyata yang diberikan oleh para sesepuh Pesantren Tebuireng atas berbagai permasalahan tersebut. Madrasah Mua’allimin lahir atas dasar keinginan mengembalikan nilai-nilai dasar Pesantren sebagai lembaga Tafaqquh fi al-din yang mandiri dan berorientasi pada pembentukan pribadi yang memiliki karakter kuat dan memiliki keilmuan yang mumpuni sehingga mampu bersaing dalam percaturan globalisasi.

Sebenarnya di Pesantren Tebuireng, Madrasah Mu’allimin bukanlah sebuah Lembaga yang baru berdiri, tetapi sebuah Lembaga Pendidikan yang Kembali dihidupkan lagi oleh pengasuh ke-7 Pesantren Tebuireng yang kala itu adalah KH. Salahuddin Wahid pada tahu 2008. Perjalanan Madrasah Mu’allimin dalam menemani pendidikan kurikulum salaf di Pesantren Tebuireng, bisa dilihat dari era KH. Abdul Karim Hasyim, takala menjadi pengasuh ke-3 Pesantren Tebuireng. Saat itu sekitar tahun 1949 beliau mendirikan Madrasah Mu’allimin yang jejang pendidikan ditempuh selama enam tahun. Madrasah ini berorientasi untuk pada pencetakan calon guru yang memiliki kelayakan mengajar. Para santri diberi pelajaran agama dan umum, serta dibekali teori mengajar seperti didaktik-metodik dan psikiologi anak. Dengan adanya jenjang ini. Permintaan tenaga guru dari berbagai daerah di luar Pesantren Tebuireng dapat terpenuhi.

Setelah melewati masa bertahun-tahun lamanya, Madrasah Mu’allimin mengelami kevakuman yang cukup lama, bahkan hilang dari salah satu daftar unit pendidikan di Pesantren Tebuireng. barulah pada masa KH. Salahuddin Wahid, beliau kembali mendirikan  Madrasah Mu’allimin atas permintaan para alumni Pesantren Tebuireng yang menginginkan kembalinya pendidikan salaf murni, yang berfokus pada pembelajaran materi-materi kitab kuning sebagaimana kurikulum di zaman Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari saat pertama kali mendirikan Pesantren Tebuireng. Maka, Gus Sholah, mengutus beberapa guru senior Pesantren Tebuireng ke berbagai pondok pesantren yang mana pendirinya adalah santri-santri langsung dari Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Tujuan diutusnya para utusan tersebut untuk mendapatkan kembali formula kurikulum pendidikan salaf saat Pesantren Tebuireng di pimpin oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Tercata terdapa dua pondok pesantren yang dikunjungi, yakni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso yang didirikan oleh KH. Ahmad Djazuli Ustman. Kemudian Pondok Pesantren Lirboyo, yang didirikan oleh KH. Abdul Karim. Kedua kiai yang disebutkan di atas adalah, santri-santri yang mengenyam pendidikan langsung dari Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.

Pada awal pendirian Madrasah Mu’allimin, santrinya hanyalah sedikit. Hal ini dikarenakan banyaknya calon wali santri yang takut anaknya kelak tidak mendapatkan ijazah formal takala anaknya lulus dari Madrasah Mu’allimin. Sehingga pada tahun 2014, jumlah lulusan Madrasah Mu’allimin angkatan pertama hanya berjumlah 10 orang. Meski melihat perkembangan yang tidak pesat, Gus Sholah tetap mempertahankan Madrasah Mu’allimin. Sehingga pada tahun 2024, jumlah santri Madrasah Mu’allimin telah mencapai sekitar 450 santri dan telah meluluskan sebelas angkatan.

Adapun program pendidikan di Madrasah Muallimin Hasyim As’yari menyelenggarakan pendidikan 6 tahun setingkat MTs dan MA dengan Ijazah Muadalah, Materi pelajaran yang terdiri dari agama (Kitab Salaf) serta pendalaman materi pelajaran yang menggunakan metode Diskusi, Musyawaroh, Sorogan dan Bandongan.

VISI DAN MISI

1.    Visi

Madrasah berkualitas pencetak kader ulama yang bisa menjadi pemimpin dan panutan umat

2.    Misi

Madrasah Mu’allimin Hasyim Asy’ari Tebuireng memiliki misi menyelenggarakan pendidikan berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang  :

* Alim dan berakhlakul karimah.

* Mempunyai semangat pengabdian terhadap agama dan bangsa

3.    Motto

Berilmu, berbudi luhur, penerus tradisi ulama salaf

4.    Semangat Panca Abdi Santri Mu’allimin

·Mengabdi  kepada Allah dengan cara terus meningkatkan ibadah dan taqorrub kepada-Nya.

·Mengabdi  kepada Rasulullah dengan cara memperbanyak membaca Shalawat dan meneladani suritauladanya.

·Mengabdi pada orang tua dan keluarga dengan senantiasa berbakti dan mendoakanya.

·Mengabdi kepada masyayih dan guru dengan cara tawadlu’ dan menjalankan bimbinganya · Mengabdi kepada bangsa dan masyarakat social dengan meningkatkan kepedulian dan peka terhadap kepentingan sesama.