ilustrasi sabar

Oleh: Rokhimatus Sholekhah*

Sayyidina umar adalah sosok yang mulanya amat keras menentang Islam dan ajarannya, namun ketika Allah lembutkan hatinya, maka beliau ditakdir memiliki perangai yang teramat indah. Setiap orang yang mendengar namanya pasti akan terbayang bagaimana bengis dan galaknya Sayyidina Umar. Beliau adalah seseorang yang paling tegas dalam membedakan perkara yang hak dan batil, maka dari itu beliau mendapat julukan Al-Faruq atau sang pembeda.

Setelah masuknya Sayyidina Umar ke dalam barisan Islam, maka beliau sendiri yang menyatakan diri menjadi pembela nabi dan juga dakwahnya. Beliau menjadi orang yang tak segan menghabisi siapapun yang menghalangi dakwah dan perjuangan nabi.

Bahkan ketika kabar tentang wafatnya nabi tersiar di mana-mana, Sayyidina Umar berniat memenggal kepala orang yang membawa kabar tersebut, beliau tidaklah egois saat itu, akan tetapi rasa cintanya pada nabi membuat beliau memasang bahu sebagai garda terdepan bagi dakwah Islam.

Sepanjang sejarah, beliau kerap diceritakan hampir mirip dengan Kholid bin Walid sang pedangnya Allah, keduanya sama-sama handal dalam berperang dan juga keras dalam menentang sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip yang mereka pegang. Namun, ketika Allah memberikan cahaya dan kelembutan dalam hati Sayyidina Umar, maka jadilah beliau memiliki sisi pengertian yang dalam lagi lemah lembut terhadap keluarganya, menjadi khalifah yang peduli kepada rakyatnya, dan juga pemerhati sejati terhadap hal yang terjadi di lingkungannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam kitab Uqudallijain diriwayatkan bahwa seorang lelaki mendatangi Sayyidina Umar untuk menyampaikan keluh kesahnya perihal istrinya yang memiliki budi pekerti yang kurang baik. Namun, lelaki tersebut berhenti di depan pintu rumah Sayyidina Umar dan berniat menunggu sang amirul mukminin.

Di sela itu, lelaki tersebut mendengar istri sang khalifah sedang marah dan mengomel pada Sayyidina Umar, ia juga menyimak bagaimana Sayyidina Umar menghadapi istrinya yang sedang marah tersebut. Sayyidina Umar hanya diam dan tidak menjawab sesuatu pun pada istrinya.

Mendengar itu, lelaki tadi berniat untuk pergi, ia bergumam, “Kalau hal itu terjadi pada amirul mukminin, lalu bagaimana dengan diriku?”

Tiba-tiba Sayyidina Umar keluar dan mendapati lelaki tadi berjalan menjauh dari rumah beliau. Beliau pun memanggil lelaki itu seraya bertanya, “Apa keperluanku?”

Lelaki itu menjawab, “Wahai amirul mukminin, aku datang untuk mengadu pada tuan perihal kelakuan buruk istriku yang sering mengomel padaku, dan aku baru saja mendengar bahwa istri tuan ternyata melakukan hal serupa, aku pun mengambil kesimpulan jika seorang amirul mukminin saja diperlakukan seperti itu, lalu bagaimana dengan diriku.”

Sayyidina Umar berkata pada lelaki itu, “Wahai saudaraku, sesungguhnya aku menahan untuk berlaku apapun padanya karena haknya atas diriku, istriku telah memasakkan makanan untukku, membuatkan roti, menyucikan pakaianku, dan lagi ia adalah seseorang yang menyusui anakku, padahal seluruh pekerjaan itu tidak wajib baginya, maka dari itu hatiku tetap tenang dalam menghadapinya, dan aku pun menahan hak-hakku.”

Lelaki itu menimpali, “Wahai amirul mukminin, seperti yang tuan jelaskan, begitu juga istriku.”

Sayyidina Umar berkata, “Bertahanlah, tahanlah rasa itu wahai saudaraku, karena itu hanya ada dalam masa yang pendek dan tidak lama.”

Dalam kitab Uqudallijain juga dijelaskan bahwa sabarnya perempuan dalam menghadapi perangai buruk suaminya, pahalanya diserupakan dengan pahala Dewi Asiyah istri Fir’aun.

Dewi Asiyah adalah anak perempuan dari Muzahim. Ketika nabi Musa pada waktu itu telah berhasil mengalahkan para ahli sihir, Dewi Asiyah akhirnya beriman kepada nabi Musa, dan ketika Fir’aun mengetahui bahwa sang istri beriman kepada nabi Musa, Fir’aun lantas mengikat kedua tangan dan kaki istrinya dengan empat patok.

Setiap anggota tubuh Dewi Asiyah juga diikat dengan tambang dan tali. Fir’aun juga sengaja meletakkan tubuh Dewi Asiyah menghadap ke arah matahari. Ketika Fir’aun dan bala tentaranya telah pergi dari hadapan Dewi Asiyah, malaikat pun memberinya tempat berteduh.

Fir’aun memerintahkan agar tentaranya menjatuhkan batu besar pada Dewi Asiyah. Dewi Asiyah lantas berbisik “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di surga-Mu” maka Dewi Asiyah pun melihat rumah dari marmer berwarna putih, dan seketika itu ruhnya dicabut. Ketika batu itu turun mengenai jasad Dewi Asiyah, ruh beliau telah lebih dahulu dicabut, hingga beliau tidak merasakan sakit.

Bayangkan, pahala yang dijanjikan ketika kita bersabar menghadapi pasangan yang kurang baik adalah seperti pahala Dewi Asiyah yang bahkan keimanannya harus ditebus dengan derita. Semoga kita senantiasa mendapatkan pasangan yang baik dan mau menerima kita apa adanya.

Baca Juga: Menempatkan Syukur dan Sabar dengan Tepat

*Santri putri pondok pesantren Al Husna Payaman Magelang.