Ilustrasi orang ragu-ragu

Dalam fikih ada sebuah kaidah yang berbunyi:

اليقين لا يزال بالشك

“Keyakinan tidak bisa dikalahkan oleh keraguan”

Kaidah di atas bisa dianggap sebagai solusi ketika kita mengalami ragu atau bingung, khususnya dalam kondisi beribadah, misalnya kita sudah berwudhu tetapi ragu apakah sudah batal karena kentut misalnya (hadats) apa belum. Di sisi lain, kita juga punya keyakinan kalau masih suci.

Maka sesuai kaidah di atas, kita dihukumi suci karena meyakini kalau masih dalam kondisi suci, begitupula sebaliknya kalau kita yakinnya pada kondisi (hadats) maka dia dihukumi sesuai keyakinannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kaidah di atas sangatlah bermanfaat bagi pelaku ibadah karena menjadi rujukan yang ampuh ketika kita mengalami masalah keraguan dalam menjalankan perintah Allah. Tetapi perlu diketahui kalau kaidah atau rumus di atas bersifat umum.

Pengecualian Kaidah

Ada beberapa masalah yang dikecualikan, yakni pada 11 kondisi yang mana jika kita dalam kondisi tersebut tidaklah berlaku kaidah di atas, berikut penjelasannya!

  1. Ragu apakah masa waktu membasuh muzah (khuffain) sudah habis apa belum.
  2. Ragu apakah seseorang yang membasuh muzah (khuffain) dalam keadaan muqim (menetap) atau safar (berpergian).

Kedua masalah di atas dianggap habisnya masa waktu untuk memakai muzah (khuffain). Batas waktu menggunakan muzah untuk orang yang muqim 24 jam sedangkan untuk orang yang berpergian diberi waktu 3 hari 3 malam.

  1. Seseorang ragu ketika kembali ke daerah tempat tinggalnya dari berpergian jauh apakah dia sudah sampai di daerah tempat tinggalnya atau belum, maka dari itu dia tidak boleh mengambil rukhsoh seperti shalat jamak atau qashar.
  2. Seseorang berpergian jauh lalu ragu ketika berhenti di suatu tempat apakah dia sudah niat muqim (bertempat tinggal) atau belum, maka dia tidak boleh mengambil rukhsoh seperti shalat jamak atau qashar.
  3. Seorang musafir yang niat shalat qashar dan bermakmum kepada orang yang tidak tahu apakah orang tersebut juga shalat qashar apa tidak, maka hal ini tidak diperbolehkan qashar dan wajib mengikuti gerakan imam walaupun sebenarnya si imam juga mengerjakan shalat qhasar.
  4. Ada hewan yang kencing di air banyak (lebih dari 2 qullah) kemudian ada seseorang yang menemukan air tersebut berubah dari bentuk awalnya entah itu karena kencing hewan (atau barang najis lainnya) atau karena hal lain, maka air tersebut dihukumi najis.
  5. Seorang wanita yang mengalami istihadloh tapi dia bingung atau lupa dengan ‘kapan dia terkena istihadhoh-nya’ maka wajib baginya untuk mandi wajib setiap akan melakukan shalat.
  6. Ada seseorang yang melakukan tayammum karena tidak menemukan air, lalu dia melihat fatamorgana yang seolah-olah itu air dan dia tidak tahu apakah itu air asli apa bukan, maka batallah tayammum orang tersebut walaupun sebenarnya itu hanya fatamorgana.
  7. Ada seseorang berburu dan menembakkan sesuatu (misal anak panah) dan tepat sasaran tapi buruannya kabur, kemudian dia menemukan hewan itu mati tapi dia ragu apakah hewan itu mati karena tembakannya atau karena hal lain, maka hewan itu tidak halal baginya.
  8. Seseorang yang pakaiannya terkena najis tapi ia lupa di mana letak persis najis tersebut maka dia wajib mencuci/mensucikan seluruh bagian baju itu.
  9. Seseorang yang kena istihadloh atau salisul baul (keluar air kencing terus-menerus) ketika ia berwudhu kemudian ragu apakah istihadloh atau salisul baul-nya sudah sembuh apa belum, kemudian dia shalat maka yang terjadi adalah sholatnya tidak sah.[1]

Inilah 11 kondisi pengecualian menurut pendapat Ibnu al-Qas, pendapat ini dianggap benar menurut Imam Nawawi walaupun ada perbedaan pendapat dengan al-Qoffal. Itulah pengecualian yang ada dalam kaidah اليقين لا يزال بالشك perlu dipahami kaidah tersebut tidak bisa serta merta diamalkan karena masih bersifat umum dan ada pengecualiannya.

Baca Juga: Ketahui Macam-macam Syak dalam Fikih


[1] إيضاح القواعد الفقهية، العالم العلامة الشيخ عبد الله بن سعيد اللحجي، ص ٦٦


Nurdiansyah Fikri Alfani, Santri Tebuireng