Sumber gambar: www.google.com

Oleh: Silmi Adawiya*

Orang yang bersyukur senantiasa menisbatkan setiap nikmat yang didapatnya kepada Allah. Ia senantiasa menyadari bahwa hanya atas takdir dan rahmat Allah semata nikmat tersebut bisa diperoleh. Sedangkan orang yang kufur nikmat senantiasa lupa akan hal tersebut.

Sungguh aneh jika ada orang yang mengaku bersyukur, ia menyadari segala yang ia miliki semata-mata atas keluasan rahmat Allah, namun di sisi lain melalaikan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya. Amatlah jauh antara pengakuan dan kenyataan. Padahal rasa syukur itu ditunjukkan dengan jalan ketakwaan. Dalam hal ini selaras dengan pernyataan Imam Sahl Bin Abdillah dalam kitab Al Munir, yaitu:

وَالشُّكْر ِللهِ هي الإجْتِهَاد فِي بَذْلِ الطَّاعَةِ مَعَ الإجْتِنَابِ لِلْمَعْصِيَّةِ فِي السَّرِّ وَالْعَلاَنِيَةِ

“Syukur kepada Allah ialah bersungguh-sungguh memusatkan segala perhatian mentaati Allah dan menjauhi ma’shiat baik dikala rahasia maupun terang-terangan.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lantas seperti apakah kesempurnaan syukur itu? dikatakan dalam kitab Mauidzatul Mu’minin bahwa mengetahui untuka apa Allah menciptakan kemudian kita gunakan untuk sesuatu yang Allah suka adalah syukur yang sempurna. Alhasil, kesempurnaan syukur menuntut manusia untuk menggunakan apa-apa yang dianugerahkan oleh Allah dengan semestinya. Dengan apa yang disukai Allah, bukan yang disukai kita. Cuplikan dari pembahasan kesempurnaan syukur adalah sebagai berikut:

إن فعل الشكر لا يتم الأ بمعرفة ما يحبه الله تعالى عما يكرهه

“Syukur itu tidak sempurna kecuali dengan mengetahui untuk apa Allah mencincptakan, lalu kita pakai sesuai apa yang disukai-Nya, bukan untuk yang tidak disukai-Nya.”

Langkah awal untuk menyempurnakan syukur adalah mencari tahu untuk apa Allah menciptakan. Misal saja Allah menciptakan telinga untuk mendengar. Iya telinga untuk mendengar, tapi kita gunakan untuk apa? Orang yang sudah sampai pada titik kesempurnaan syukur akan menggunakan telinganya untuk hal-hal yang disukai Allah, misalnya mendengarkan murattal Al Quran atau podcast pengajian tafsir Al Quran.

Telinga memang bisa digunakan untuk mendengarkan hal-hal lain yang lebih disukai oleh kaum manusia, seperti mendengarkan musik atau rekaman audio recording lainnya yang jelas membawa kepala berangguk-angguk. Namun sekali lagi ditegaskan bahwa kesempurnaan syukur itu hadir ketika kita menggunakan nikmat itu sesuai dengan apa yang Allah suka, bukan yang manusia suka.

Dari sini kita bisa membedakan mana yang syukur biasa dan mana syukur yang sempurna. Meskipun berat dan tidak mudah, semoga kita bisa beralih sedikit demi sedikit menuju syukur yang sempurna. 

*Alumnus Pondo Pesantren Putri Walisongo Jombang Jawa Timur.