Oleh: Quratul Adawiyah*

Islam adalah agama yang mementingkan hubungan baik dengan Allah dan hubungan baik dengan sesama manusia. Hubungan baik dengan Allah tercapai melalui takwa. Hubungan baik dengan sesama manusia tercapai melalui akhlak.

Dalam riwayat yang disampaikan oleh Imam Tirmidzi, Nabi bersabda: “Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Ubahlah perbuatan yang keji dengan perbuatan yang baik niscaya yang baik itu akan menghapuskan yang buruk. Dan, bergaullah sesama manusia dengan akhlak yang baik.”

Akhlak yang mulia berkaitan dengan iman. Nabi pernah ditanya, “Ya Rasulullah, Mukmin manakah yang lebih utama imannya?” Nabi menjawab, “Yang terbaik akhlaknya.”

Kebahagiaan hidup akan mengiringi mereka yang berakhlak mulia. Menurut Imam Al-Baihaqi, Nabi bersabda, “Di antara jalan kebahagiaan bagi manusia ialah mempunyai akhlak yang mulia.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terdapat sebagian dari umat Islam saat ini yang rajin beribadah. Namun, malangnya mereka mengecilkan akhlak dan meremehkannya. Sahabat Nabi, Anas bin Malik, pernah berkata, “Seseorang akan sampai ke maqam yang tinggi di dalam surga disebabkan oleh akhlaknya walaupun ibadahnya tidak banyak. Dan, ada orang yang akan berada di neraka yang paling bawah disebabkan oleh keburukan akhlaknya walaupun ibadahnya banyak.” Hal ini ditulis oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin.

Nabi pernah ditanya tentang seorang wanita yang rajin berpuasa pada siang hari dan shalat pada malam hari, tetapi akhlaknya keji karena dia suka menyakiti tetangganya dengan lidahnya. Nabi menjawab, “Tidak ada kebaikan bagi wanita itu. Dia adalah penghuni neraka.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Hakim.

Akhlak yang baik akan memantapkan hubungan interpersonal sesama manusia. Berkaitan dengan ini, dalam surah Ali Imran ayat 112 Allah berfirman,
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan menusia…” Ayat ini menunjukkan bahwa untuk cemerlang, manusia harus mempunyai hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia.

Banyak orang gagal memperbaiki akhlak mereka karena mereka tidak mengenali kelemahan diri sendiri. Mereka sering kali terperdaya merasa bahwa akhlak mereka sudah cukup baik. Dalam Ihya Ulumuddin, pada bab “Latihan jiwa, pemurniannya akhlak, dan pengobatan penyakit hati,” Imam Al-Ghazali mengutarakan beberapa kaidah yang dapat digunakan untuk mengubah akhlak seseorang.

1 . Berguru kepada guru yang mampu mendidik. Guru itu mestilah seseorang yang bersih hatinya dan mantap agamanya. Beliau mampu melihat kelemahan yang ada pada diri kita dan mampu memberikan petunjuk tentang cara memperbaiki kelemahan itu.

2 . Berkawan dengan seseorang yang baik dan bagus agamanya. Karena sahabat dapat membantu memperbaiki akhlak dan kita harus menerima teguran dengan ikhlas darinya.

3 . Memanfaatkan komentar-komentar negatif dari musuh. Sepatutnya manusia lebih banyak memanfaatkan komentar musuh yang mengomentari kekurangan dirinya daripada mendengar puji-pujian dari kawan sendiri. Orang biasa menganggap komentar-komentar musuh sebagai pandangan yang tidak bernilai. Sebaliknya, orang-orang yang tajam mata hatinya sering mengambil manfaat dari komentar-komentar itu.

4 . Mengambil pelajaran dari kelemahan orang lain. Dalam pergaulan, kadang kala akan melihat perbuatan dan sikap negatif orang lain. Ketika itu, hendaklah menjadikan kelemahan orang bitu sebagai kelemahan yang harus kita perbaiki. Jadikan orang lain sebagai cermin tentang diri kita karena sesungguhnya orang mukmin itu cermin bagi mukmin yang lain. Nabi Isa pernah ditanya, “Siapakah yang mendidik engkau?” Nabi Isa menjawab, “Aku melihat orang bodoh dengan kebodohannya dan (aku mendidik diri) dengan menjahui kebodohan itu.”


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari