ali bin abi thalib

Di antara sejarah besar dalam Islam yang terjadi pada bulan Syawal adalah perang Khandaq. Yaitu peristiwa bersejarah yang terjadi pada tahun kelima Hijriah. Peristiwa Khandaq membuat umat Islam mendapatkan kedudukan lebih kuat dan strategis dalam konstalasi politik suku Arab.

Ada kisah yang termaktub dalam al-Bidayah wa al-Nihayah karangan Ibnu Katsir tentang pertarungan Sayyidina Ali dengan ‘Amr bin Abdi Wud. ‘Amr bin Abdi Wud adalah seorang pemimpin kavaleri suku Quraisy yang menentang kenabian Muhammad. Dia dikenal ahli dalam berkuda dan mengikuti beberapa pertempuran menghadapi kaum Muslimin. Dia juga memimpin pasukan Quraisy dalam perang Khandaq.

Saat pasukan yang lain tidak bisa melewati parit, dia dengan mudah melewatinya sambil menunggang kuda. Sampai di ujung parit ‘Amr menantang pasukan muslim untuk berduel, “Siapa yang mau melawanku?” Sayyidina Ali berdiri hendak memenuhi tantangan tersebut seraya berkata, “Aku, wahai Rasulullah Saw.” Tetapi dicegah oleh Rasulullah Saw., “Dia adalah ‘Amr. Duduklah!” terang Rasulullah Saw.

‘Amr bin Abdi Wud berkata lagi, “Tidak adakah yang berani melawanku?” Kemudian ‘Amr bin Abdi Wud menyeru kepada muslimin, “Ke mana orang yang mengira bahwa saat mereka terbunuh dalam medan laga akan masuk surga, apakah tidak ada yang bernai melawanku? Sayyidina Ali kembali berdiri dan meminta izin kepada Rasulullah Saw, tetapi dicegah oleh beliau.

Mengetahui musuhnya diam membisu tanpa ada perlawanan ‘Amr bin Abdi Wud merasa di atas angin. Dia menantang lagi sambil membacakan syair yang memprovokasi muslimin.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

وَلَقَدْ بُحِحْتُ مِن النِّدَاءِ … لِجَمْعِهِمْ هَلْ مِنْ مُبَارِزٍ

“Dengan suara serak aku sampaikan kepada pasukan (muslim) ‘apakah ada pendekar pedang?’.”

ووقفت إذ جُبِنَ المُشَجَّع … مَوْقِفَ الْقِرْنِ الْمُنَاجِزْ

“Aku berdiri tegak saat para jagoan gemetar di tempat duel para pendekar pedang.”

وَلِذَاكَ إِنِّي لَمْ أَزَلْ … مُتَسَرِّعًا قِبَلَ الْهَزَاهِزْ

“Sebab itu aku masih tergesa-gesa (semangat) menghadapi peperangan (kemelut).”

إِنَّ الشَّجَاعَةَ فِي الْفَتَى … وَالْجُودَ مِنْ خَيْرِ الْغَرَائِزِ

“Sesungguhnya keberanian dalam diri  pemuda, serta kemurahan hati adalah salah satu naluri terbaik.”

Sayyidina Ai yang mengetahui agama dan saudaranya direndahkan lantas berdiri. Dia berkata, “Wahai Rasulullah Saw, biarkan aku maju.” Rasulullah Saw mencegah, “Dia adalah ‘Amr.” Sayyidina Ali berkata lagi, “(aku tidak gentar) Meskipun dia ‘Amr.” Rasulullah Saw. pun akhirnya mengizinkan Sayyidina Ali untuk berduel.

Sayyidina Ali dengan gagah berjalan menuju ‘Amr bin Abdi Wud. Setelah berhadapan dengan ‘Amr Sayyidina Ali membaca syair:

لا تًعْجَلَنَّ فَقَدْ أَتَاكَ … مُجِيبُ صَوْتِكَ غَيْرَ عَاجِزْ

“Jangan tergesa-gesa. Telah datang kepada Anda pemenuh panggilan Anda yang tidak lemah (serak),”

فِي نِيَّةٍ وَبَصِيرَةٍ … وَالصِّدْقُ مُنْجِي كُلَّ فَائِزْ

“dengan niat dan kebijaksanaan. Kejujuran adalah penyelamat setiap pemenang.”

إِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أُقِيمَ … عَلَيْكَ نَائِحَةَ الجَنَائِزْ

“Sesungguhnya aku berharap bisa mengadakan prosesi pemakaman untuk Anda.”

مِنْ ضَرْبَةٍ نَجْلَاءَ … يَبْقَى ذِكْرُهَا عِنْدَ الْهَزَاهِزْ

“Sebab pukulan (sayatan) yang amat lebar, yang senantiasa disebut dalam peperangan.”

‘Amr lalu bertanya, “Siapa kau?” Sayyidina Ali menjawab, “Aku Ali.” ‘Amr bertanya lagi, “Putra Abdi Manaf?” Sayyidina Ali kembali menjawab dengan tegas, “Aku Ali, putra Abi Thalib.”

Mengetahui hal itu ‘Amr terkejut. Dia memandang rendah Sayyidina Ali seraya berkata, “Wahai putra saudaraku, di antara paman-pamanmu siapa yang lebih dewasa darimu? Sesungguhnya aku benci untuk mengalirkan darahmu (karena masih muda).”

Namun, bukannya takut Sayyidina Ali dengan tenang maah menjawab, “Tetapi tidak denganku. Demi Allah, aku sama sekali tidak segan untuk mengalirkan darahmu.”

Mendengar hal itu ‘Amr marah. Dia turun dari kudanya lalu menghunuskan pedangnya dengan kobaran amarah kepada Sayyidina Ali. Sayyidina Ali menghadapinya dengan tameng.

‘Amr mengayunkan pedangnya dengan keras. Sayyidina Ali menahannya dengan tameng, tetapi tameng tersebut sobek. Pedang milik ‘Amr berhasil melukai kepala Sayyidina Ali hingga sobek dan darah mengalir dari luka tersebut.

Dengan darah mengalir di wajah, Sayyidina Ali membalas serangan tersebut. Sayyidina Ali mengayunkan pedangnya dan menyabet pundak ‘Amr hingga dia tumbang. Keduanya bergumul di dalam kemelut berbalut debu yang beterbangan.

Setelah itu terdengar suara takbir penanda kemenangan Sayyidina Ali. Pasca hilangnya debu yang beterbangan, terlihat Sayyidina Ali masih berdiri gagah. Sayyidina Ali kemudian membaca syair,

أَعَلَيَّ تَقْتَحِمُ الْفَوَارِس هَكَذَا … عَنِّي وَعَنْهُمْ خَبِّرُوا أصحابى

“Apakah kepadaku kau menghina pendekar? Kabarkan kepada para sahabatku,”

اليوم يَمنَعُنِي الْفِرَارَ حَفِيظَتِي … وَمُصَمِّمٌ فِي الرَّأْسِ لَيْسَ بِنَابِي

“Hari ini, harga diriku mencegahku untuk lari dari medan laga. Dan rencana di dalam kepalaku bukan hal yang menjijikkan.”

Sayyidina Ali terus membaca Syairnya hingga bait:

عَبَدَ الْحِجَارَةَ مِنْ سَفَاهَةِ رَأْيِهِ … وَعَبَدْتُ رَبَّ مُحَمَّدٍ بِصَوَابِ

“Dia menyembah batu (berhala) karena kebodohannya, dan aku menyembah tuhan Muhammad dengan kebenaran.”

Selepas itu Sayyidina Ali kembali menuju barisan dengan tenang dan wajah berseri. Lalu Sayyidina Umar berkata kepada Sayyidina Ali, “Wahai Ali. Apakah kamu berhasil menjarah baju zirahnya? Sungguh itu adalah zirah terbaik di Arab.” Sayyidina Ali menjawab, “Aku menyabetnya dengan pedang, kemudian dia menunjukkan kemaluannya. Aku malu kepada anak pamanku (Rasullah) untuk menjarah zirahnya.”

Tak lama setelah tumbangnya ‘Amr, salah seorang kafir Quraisy mendatangi Rasulullah Saw. hendak membeli jasad ‘Amr seharga sepuluh ribu dirham. Akan tetapi, Rasulullah Saw menolak uang tersebut. Rasulullah Saw memberikan jasad ‘Amr bin Abdi Wud secara cuma-cuma seraya berkata, “Ambillah jasadnya, itu milik kalian. Kami tidak memakan harta (tebusan) orang mati.”

Dari kisah tersebut kita bisa belajar keberanian layaknya Sayyidina Ali. Berbekal ketakwaan dan kebenaran, Sayyidina Ali tidak gentar meskipun harus berhadapan dengan siapa pun. Selain itu, sikap ngeyel Sayyidina Ali kepada Rasulullah Saw juga patut kita tiru. Sayyidina Ali tetap berusaha menggapai keinginannya untuk bertarung meskipun terus saja gagal karena Rasulullah Saw terus mencegah.


Ditulis oleh Muhammad Abror S, Mahasantri Ma’had Aly Ponpes An-Nur II “Al-Murtadlo