Ilustrasi

Azan dan iqamah adalah dua ritual umat Islam yang tidak dimiliki oleh umat-umat terdahulu. Dalam arti, keduanya menjadi ritual istimewa bagi umat Islam. Pertama kali dilaksanakan satu tahun selepas momen hijrah ke Madinah. Perihal status anjuran keduanya adalah konsensus ulama, di samping ada riwayat yang memang menganjurkannya.

Azan dan iqamah disunahkan bagi laki-laki, ketika hendak melaksanakan shalat maktubah. Sedang bagi perempuan, tidak disunahkan azan, hanya saja ia masih disunahkan iqamah dengan ketentuan yang berlaku. Status kesunahan azan bagi laki-laki bersifat kolektif. Dalam arti, ketika dalam satu jamaah, atau daerah, sudah ada minimal satu orang yang melaksanakan azan, maka sudah menggugurkan anjuran bagi yang lain.

Dari sini, mungkin muncul pertanyaan. Ketika dia hendak melaksanakan shalat maktubah tidak secara kolektif, yakni sendiri, apakah tetap dianjurkan azan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kiranya kita perlu menengok tawaran Imam Zainuddin al-Malibari di dalam buku bertajuk, Fathul Muin sebagaimana berikut,

يُسَنُّ أَذَانٌ وَإِقَامَةٌ لِذَكَرٍ وَلَوْ مُنْفَرِدًا لِمَكْتُوْبَةٍ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Disunahkan azan dan ikamah bagi laki-laki ketika hendak melaksanakan salat maktubah. Keduanya tetap disunahkan baginya meski ia salat sendiri.”

Kalau kita buka beberapa literatur fikih lama, misalnya kitab bertajuk Ianah Thalibhin karangan Imam Muhammad Syatha, azan tidak hanya disunahkan ketika hendak melaksanakan shalat maktubah. Ada beberapa kondisi yang juga disunahkan untuk pelaksanaan azan, misalnya ketika seseorang mengalami penyakit epilepsi.

وَقَدْ يُسَنُّ الأَذَانِ لِغَيْرِ الْصَلَاةِ، كَمَا فِيْ أُذَن الْمَصْرُوْعِ ‌مِنَ ‌الْجِنِّ فَإِذَا أَذَّنَ فِيْ أُذُنِهِ يَزُوْلُ عَنْهُ صَرْعُهُ وَيَذْهَبُ عَنْهُ الِجنُّ

Azan disunahkan pada telinganya orang yang mengalami penyakit epilepsi (gangguan jin). Ketika dia diazani, maka diharap bisa menghilangkan penyakit yang ia derita. Dan juga, bisa mengusir gangguan jin yang menjadi faktor utama munculnya penyakit tersebut.”

Mengenai praktik azan untuk penderita epilepsi, Imam Muhammad Syatha memberikan prosedurnya sebagaimana berikut:

Pertama, azan sebanyak tujuh kali di telinga penderita epilepsi.

Kedua, membaca surah al-Fatihah, surah al-‘Alaq, surah al-Nass, ayat kursi, surah at-Thariq.

Ketiga, membaca akhir surah al-Hasyr sebagaimana berikut:

لَوۡ أَنزَلۡنَا هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٖ لَّرَأَيۡتَهُۥ خَٰشِعٗا مُّتَصَدِّعٗا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَٰلُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ ٢١ هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِۖ هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ٢٢ هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَٰمُ ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَكَبِّرُۚ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٢٣ هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡخَٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ ٱلۡمُصَوِّرُۖ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰۚ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ 

Keempat, membaca akhir surah as-Saffah sebagaimana berikut:

فَإِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِهِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ ٱلۡمُنذَرِينَ ١٧٧ وَتَوَلَّ عَنۡهُمۡ حَتَّىٰ حِينٖ ١٧٨ وَأَبۡصِرۡ فَسَوۡفَ يُبۡصِرُونَ ١٧٩ سُبۡحَٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلۡعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ ١٨٠ وَسَلَٰمٌ عَلَى ٱلۡمُرۡسَلِينَ ١٨١ وَٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٨٢

Jadi, kembali ke pernyataan yang ada di dalam paragraf pertama, bahwa syariat pelaksanaan azan dan ikamah adalah salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh umat Islam. Salah satu bentuk imbas dari keistimewaan ini salah satunya adalah manfaat azan bagi beberapa kondisi tertentu. Salah satunya adalah kondisi epilepsi. Kondisi tersebut bisa reda, ketika dibacakan azan.

Keistimewaan inilah yang kemudian haruslah kita syukuri. Menjadi umat Islam, kita akan terlatih untuk senantiasa bersikap tenang dengan problem yang ada. Dibuktikan dengan khasiat azan bagi penderita epilepsi, jadi kita tidak harus galau bahkan bingung untuk mencari solusi. Tidak harus ke dokter, cukup dengan berdoa dan membacakan azan. Sekian, terima kasih!


Ditulis oleh Moch Vicky Shahrul Hermawan, Mahasantri Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo