santri Tebuireng

Santri tidaklah gagap pada perkembangan zaman. Terbukti di berbagai bidang baik media maupun teknologi sudah terisi oleh sejumlah santri lulusan pondok pesantren. Tetapi santri tidak boleh melepas nilai-nilai pesantren yang ia jaga, termasuk menjaga lisan.  Hal ini seperti apa yang tertuang dalam kitab Alala karangan Syekh Burhanuddin Al-Islam, bahwasanya dalam bait nomor 14 dijelaskan:

Yamutul fata min ‘atsrotim min lisanihi

Wa laisa yamutul mar u min ‘atsrotirrijli

Yang artinya, matine wong enom atau matinya seorang pemuda itu dikarenakan kesalahannya dalam berucap, bukan matinya karena kesalahannya dalam melangkah. Dalam bait ini dijelaskan bahwa pada zaman sekarang, zaman di mana ketikan hp dan tulisan bisa mewakili perasaan seseorang yang mengetiknya, bisa menyalurkan aspirasi pemiliknya, inilah zaman sekarang.

Maka tak ayal jika zaman sekarang ini, banyak yang mati atau terjatuh bukan karena kakinya yang terkilir, tapi karena mulutnya yang salah bertutur. Banyak orang yang kemudian dipenjara atau mendapat cobaan karena salah dalam berujar dan berucap.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Maka dari itu, dalam bait selanjutnya dikatakan bahwa adapun terpelesetnya lisan mendatangkan bahaya dan musibah, namun terpelesetnya kaki lama kelamaan akan mendapatkan kesembuhan.

Hal ini yang menang harus kita perhatikan, entah dalam menyampaikan komentar atau lain sebagainya, di era sekarang ini kita dituntut selektif dan juga inovatif. Setidaknya jika sesuatu yang tidak atau belum kita ketahui akar masalahnya, maka jangan menjadikan pengetahuan kita seolah-olah adalah suatu kebenaran.

Lagi, hadis yang sangat fenomenal berkaitan dengan niat kita yang terkadang salah memang kiranya perlu kita pahami dan pelajari terlebih dahulu. Yakni hadis yang berbunyi: innamal a’malu bin niat.

Hadis yang nampak sederhana ini mengandung makna yang teramat mendalam. Dalam makna Jawa, hadis ini ada yang memberi makna sak temene luwih sah-sahe piro-piro amal kelawan niat, (sahnya amal ialah dengan niat). Maka barang siapa tidak menyertakan niat sebelum melakukan sesuatu, hal tersebut tidak akan mendatangkan apa-apa baginya, begitu juga sebaliknya.

Jika dalam melakukan sesuatu kita niatkan dengan niat yang ikhlas dan banyak, misalkan sedari bangun subuh kita niatkan untuk seharian nanti mempelajari agama Allah, ngaji dengan semangat, berjuang di jalan Allah, meniatkan untuk mencari pahala dan lain sebagainya, maka insyaallah jika niat kita sekian banyak, pahala juga semakin banyak.

Zaman yang semakin ramai dengan kegiatan dunia maya ini adalah zaman di mana santri benar-benar diuji luar dalam. Akankah menjadi emas di antara batu atau menjadi sama saja di antara aliran sungai yang mendera.

Bait Alala juga menerangkan bahwa jika kita menemukan teman yang baik, maka temanilah. Jika kita memiliki teman yang buruk, maka tinggalkanlah. Sama saja seperti kita memiliki teman dunia maya yang kurang baik pergaulannya, atau teman yang selalu bertemu tapi kelakuannya kurang baik, maka lebih baik kita tinggalkan. Namun jika sebaliknya, maka sebaiknya kita temani atau jadikan dia sahabat.

Lalu bagaimana jika seluruh teman yang buruk itu tidak ada yang menemani? Siapa yang akan menjadi lantaran ia mendapat petunjuk. Ketahuilah, jika dalam pertemanan sikapnya lebih mendominasi daripada kita, maka kitalah yang harus menjauh.

Artinya kita tidak atau belum mampu untuk mengajaknya berbuat baik, namun jika sikap kita lebih mendominasi, maka kita memiliki kewajiban untuk menasehati dan menegurnya agar menjadi lebih baik. Berpedoman pada ‘jika kita adalah batu di tengah sungai maka hadanglah dia’, namun ‘jika kita hanya kerikil, kewajiban kita hanya bertahan’, karena sesungguhnya cobaan berupa teman yang nakal bisa kita ibaratkan seperti berteman dengan arus atau aliran air yang deras. Jika tidak bisa meluluhkan maka kita akan terseret.

Semoga seiring bertambahnya waktu yang kita dalami ilmu di dalamnya, dapat menjadi jembatan yang membentang luas kepada seluruh barokah dan ridho kiai serta guru-guru kita. Semoga kita semakin bijak dalam memberikan inspirasi dan informasi, serta aspirasi dari berbagai segi menuju pondok pesantren yang lebih gemilang dan membanggakan.

Kita adalah generasi yang ketika dipuji atau tidak dipuji, iman dan taqwanya hanya dipersembahkan pada Allah. Jadilah yang sholat dan ibadahnya sama saja ketika di hadapan manusia dan di hadapan ayam yang lewat. Karena itu adalah tanda bahwa kita beribadah secara ikhlas, bukan secara sekadarnya saja. Mulailah dengan membangun diri, lalu kita akan membangun peradaban, Indonesia yang penuh akan pengetahuan, dan Indonesia negara yang Rohmatan Lil ‘Alamin, Amiiin.

Baca Juga: Indonesia Emas 2045, Tantangan Santri Berinovasi

Ditulis oleh Rokhimatus Sholekhah, Santriwati Pondok Pesantren Alhusna Payaman Secang Magelang.