
Oleh: Hilmi Abedillah*
Ada pelajaran di setiap perjalanan, begitulah menurut kebanyakan orang. Dalam Islam, perjalanan juga merupakan hal yang disyariatkan oleh Allah, misalnya pergi haji, dagang, jihad, dan bepergian lainnya yang diperbolehkan. Di dalamnya terdapat hukum-hukum yang mengaturnya, sehingga dalam perjalanan kita tetap bisa beribadah sesuai syariat. Ada beberapa rukhshoh (kemurahan) yang diberikan Allah bagi orang yang melakukan perjalanan.
Dalam kajian fikih, perjalanan ialah āsafarā. Sedangkan orang yang melakukan perjalanan disebut āsafirā atau āmusafirā. Ada dua macam safar, thawil dan qashir. Safar thawil atau perjalanan jauh ialah perjalanan yang sudah dibolehkan qashar shalat karena sudah mencapai 2 marhalah/4 pos/16 farsakh/80 km. Bila belum mencapai jarak tersebut, perjalanan itu dinamakan safar qashir (perjalanan pendek). (Hasyiyah al-Jamal, V, 243)
Safar menjadi salah satu sebab kemurahan dalam ibadah. Ini disebutkan dalam kaidah fikih āal masyaqqah tajlibu at taisir, kesulitan membawa kemudahan.ā Selain safar, sebab-sebab yang lain , yaitu sakit, paksaan, bodoh, kesulitan, dan kekurangan. Kemurahan ini didatangkan karena Allah menyukai kemudahan dan tidak suka mempersulit. (Idlahul Qowaidil Fiqhiyyah, 37)
ŁŁŲ±ŁŁŲÆŁ Ų§ŁŁŁŁŁŁ ŲØŁŁŁŁ Ł Ų§ŁŁŁŁŲ³ŁŲ±Ł ŁŁŁŁŲ§ ŁŁŲ±ŁŁŲÆŁ ŲØŁŁŁŁ Ł Ų§ŁŁŲ¹ŁŲ³ŁŲ±Ł
āAllah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.ā (QS. al-Baqarah: 185)
Kemurahan yang bisa didapat oleh musafir ketika bepergian safar thawil ialah sebagai berikut:
- Mengusap Muzah dalam Durasi 3 Hari
Para fuqaha berpendapat bahwa hukum memakai muzah (selop/semacam sepatu terbuat dari kulit, merupakan budaya Arab) selama sehari semalam bagi pemukim, dan tiga hari bagi musafir. Pernah diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwasanya:
Ų¬ŁŲ¹ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ – ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ – Ų«ŁŁŁŲ§Ų«ŁŲ©Ł Ų£ŁŁŁŁŲ§Ł Ł ŁŁŁŁŁŁŲ§ŁŁŁŁŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ ŁŲ³ŁŲ§ŁŁŲ±Ł, ŁŁŁŁŁŁŁ ŁŲ§ ŁŁŁŁŁŁŁŁŲ©Ł ŁŁŁŁŁ ŁŁŁŁŁ Ł. ŁŁŲ¹ŁŁŁŁ: ŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁ ŁŲ³ŁŲŁ Ų¹ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŲ®ŁŁŁŁŁŁŁŁ
āNabi āShallallahu āalaihi wa sallam- membuat tiga hari beserta malamnya untuk musafir, dan sehari semalam untuk pemukim. Maksudnya dalam mengusap kedua muzah.ā (HR. Muslim) (Bulughul Maram, 22)
Jadi, dalam berwudlu orang yang memakai muzah tidak perlu membasuh kedua kaki, tetapi cukup dengan mengusapnya. (al-Hawi, I, 354; al-Mughni, I, 365)
- Qashar Shalat
Qashar artinya memperpendek shalat yang semula empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat yang aslinya tidak empat rakaat seperti subuh dan maghrib, tidak bisa diqashar. Qashar shalat di dalam perjalanan diperbolehkan berdasarkan Al Quran dan hadis. Adapun permulaan qashar ialah ketika ia keluar dari baladnya (kecamatan/daerah ia tinggal). Sedangkan orang yang niat mukim lebih dari tiga hari, maka ia wajib shalat sempurna tanpa diqashar. Kecuali orang yang punya hajat tapi tidak tahu berapa lama ia akan menyelesaikan hajat tersebut, maka ia boleh qashar walau melebihi tiga hari. (al-Mughni, I, 113; II, 138; Nailul Author, I, 246)
ŁŁŲ„ŁŲ°ŁŲ§ Ų¶ŁŲ±ŁŲØŁŲŖŁŁ Ł ŁŁŁ Ų§ŁŁŲ£ŁŲ±ŁŲ¶Ł ŁŁŁŁŁŁŲ³Ł Ų¹ŁŁŁŁŁŁŁŁ Ł Ų¬ŁŁŁŲ§ŲŁ Ų£ŁŁŁ ŲŖŁŁŁŲµŁŲ±ŁŁŲ§ Ł ŁŁŁ Ų§ŁŲµŁŁŁŁŲ§Ų©Ł
āDan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu menqashar shalat.ā (QS. an-Nisaā: 101).
Namun, jika bermakmum kepada shalatnya orang mukim, maka ia tetap harus shalat sempurna, tidak boleh diqashar.
- Jamak antara Dua Shalat
Musafir boleh melakukan jamak antara shalat Dzuhur dan Ashar, juga maghrib dan Isyaā. Tidak dengan shalat Subuh. Bisa dengan jamak taqdim, bila dilakukan di waktu pertama (Dzuhur atau Maghrib). Bisa juga dengan jamak taākhir, bila dilakukan di waktu kedua (Ashar atau Isyaā). Maka, bisa disimpulkan bahwa setiap musafir boleh melakukan jamak dan juga qashar. Ada sebuah hadis yang diriwayatkan Muadz bin Jabal:
Ų£ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŁŲØŁŁŁŁ -ŲµŁŁ Ų§ŁŁŁ Ų¹ŁŁŁ ŁŲ³ŁŁ - ŁŁŲ§ŁŁ ŁŁŁ ŲŗŁŲ²ŁŁŁŲ©Ł ŲŖŁŲØŁŁŁŁ Ų„ŁŲ°ŁŲ§ Ų§Ų±ŁŲŖŁŲŁŁŁ ŁŁŲØŁŁŁ Ų£ŁŁŁ ŲŖŁŲ²ŁŁŲŗŁ Ų§ŁŲ“ŁŁŁ ŁŲ³Ł Ų£ŁŲ®ŁŁŲ±Ł Ų§ŁŲøŁŁŁŁŲ±Ł ŲŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲ¬ŁŁ ŁŲ¹ŁŁŁŲ§ Ų„ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¹ŁŲµŁŲ±Ł ŁŁŁŁŲµŁŁŁŁŁŁŁŁ ŁŲ§ Ų¬ŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ§ ŁŁŲ„ŁŲ°ŁŲ§ Ų§Ų±ŁŲŖŁŲŁŁŁ ŲØŁŲ¹ŁŲÆŁ Ų²ŁŁŁŲŗŁ Ų§ŁŲ“ŁŁŁ ŁŲ³Ł ŲµŁŁŁŁŁ Ų§ŁŲøŁŁŁŁŲ±Ł ŁŁŲ§ŁŁŲ¹ŁŲµŁŲ±Ł Ų¬ŁŁ ŁŁŲ¹ŁŲ§ Ų«ŁŁ ŁŁ Ų³ŁŲ§Ų±Ł ŁŁŁŁŲ§ŁŁ Ų„ŁŲ°ŁŲ§ Ų§Ų±ŁŲŖŁŲŁŁŁ ŁŁŲØŁŁŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲŗŁŲ±ŁŲØŁ Ų£ŁŲ®ŁŁŲ±Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲŗŁŲ±ŁŲØŁ ŲŁŲŖŁŁŁ ŁŁŲµŁŁŁŁŁŁŁŁŲ§ Ł ŁŲ¹Ł Ų§ŁŁŲ¹ŁŲ“ŁŲ§Ų”Ł ŁŁŲ„ŁŲ°ŁŲ§ Ų§Ų±ŁŲŖŁŲŁŁŁ ŲØŁŲ¹ŁŲÆŁ Ų§ŁŁŁ ŁŲŗŁŲ±ŁŲØŁ Ų¹ŁŲ¬ŁŁŁŁ Ų§ŁŁŲ¹ŁŲ“ŁŲ§Ų”Ł ŁŁŲµŁŁŲ§ŁŁŁŁŲ§ Ł ŁŲ¹Ł Ų§ŁŁŁ ŁŲŗŁŲ±ŁŲØŁ
āSesungguhnya Nabi āshallallahu āalaihi wa sallam- di dalam perang Tabuk, ketika berangkat sebelum condongnya matahari, mengakhirkan shalat Dzuhur sehingga beliau menggabungkannya dengan Ashar. Kemudian shalat Dzuhur dan Ashar. Ketika beliau berangkat setelah condongnya matahari, beliau shalat dzuhur dan ashar dulu baru pergi. Ketika berangkat sebelum Maghrib, beliau mengakhirkan Maghrib sehingga digabungkan dengan isyaā. Saat pergi setelah Maghrib, beliau menggabungkan Isyaā beserta Maghrib.ā (HR. Muslim)
*Mahasantri Maāhad Aly Hasyim Asyāari