Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah.

Tidak ada nikmat yang tidak pantas untuk tidak kita syukuri. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita yang salah satunya dengan mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada kita semua. Bersyukur menjadi hal yang begitu penting karena syukur merupakan etika dari hamba untuk berdoa kepada Allah. Terlebih lagi, nikmat Allah di bumi ini sangatlah banyak sehingga kita diperkenankan mengelolanya sedemikian rupa untuk kemaslahatan umat manusia.

Jamaah Jumat rahimakumullah.

Manusia diciptakan Allah itu untuk mengisi bumi ini. Manusia adalah khalifah di bumi ini. Salah satu tugas khalifah yaitu mengelola bumi agar dapat diambil manfaatnya demi kemaslahatan bersama. Manusia, oleh Allah ditunjuk sebagai khalifah, pada dasarnya tidak berbekal spiritual tetapi berbekal ilmu. Hal itu tergambar ketika Allah SWT menyampaikan program-Nya di hadapan para malaikat bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi.

Ketika itu, justru para malaikatlah yang kali pertama protes sedemikian pedas dengan mempropagandakan hal yang paling negatif. Propaganda negatif tersebut berupa pernyataan bahwa makhluk yang hendak dijadikan khalifah itu pasti suka merusak dan suka menumpahkan darah. Sementara itu, para malaikat mengatakan bahwa malaikatlah makhluk yang paling suci dan selalu bertasbih kepada Allah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Apa yang dipropagandakan para malaikat itu memang sebuah alasan yang sangat logis. Namun demikian, hal itu hanya dipahami oleh logika malaikat dan bukan oleh logika Allah. Allah pun menjawab tegas propaganda malaikat itu bahwa alasan tersebut merupakan protes dari makhluk yang tidak selevel, tidak perlu dijawab dengan logika. Para malaikat pun cukup diberi jawaban bahwa para malaikat tidak tahu dan Allah lebih mengetahui segala sesuatu yang tidak diketahui oleh para malaikat.

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 30 :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ.

Artinya :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka (para malaikat) berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Ternyata, Nabi Adam As yang merupakan manusia ditunjuk sebagai khalifah untuk mengelola bumi, bukan mengelola langit. Lantas, Allah pun memberi pengetahuan kepada Adam bahwa untuk mengelola bumi itu bukan dengan tahmid, takdis, tasbih, dan istigasah. Itu semua adalah cara untuk mengelola langit. Sementara itu, yang diperlukan untuk mengelola bumi adalah ilmu, maka Allah pun memberikan ilmu terlebih dahulu kepada Nabi Adam As. Hal itu merupakan indikasi bahwa kita sebagai ras Nabi Adam As atau manusia itu harus menuntut ilmu karena kita tinggal di bumi, bukan di langit.

Jamaah Jumat yang berbahagia.

Justru dengan ilmulah bumi menjadi maju, bukan dengan tahmid, takdis, tasbih, atau istigasah. Namun demikian, hal itu bukan berarti bahwa tahmid, takdis, tasbih, dan istigasah itu tidak diperlukan. Semua itu diperlukan untuk mempertahankan kualifikasi manusia di hadapan Allah sebagai makhluk yang senantiasa menghambakan diri kepada-Nya.

Para malaikat pun pada bersujud tunduk kepada Nabi Adam As yang ketika itu telah dianugerahi ilmu oleh Allah. Karena Nabi Adam As telah dianugerahi ilmu, dia pun mampu menjawab seluruh pertanyaan yang ditujukan kepadanya ketika dites oleh Allah. Nabi Adam As telah diajarkan nama-nama segala sesuatu sehingga dia menjadi makhluk berilmu. Sementara itu, malaikat tidak diajarkan yang demikian itu sehingga kualitas keilmuan Nabi Adam As itu jauh lebih tinggi. Hal itu dikarenakan bahwa malaikat memang tidak ditugaskan untuk mempunyai ilmu sebagaimana Nabi Adam As.

Namun demikian, yang perlu kita garis bawahi adalah cerita ketika Nabi Adam As mengalami problemnya sendiri, yakni diusir dari surga. Ilmunya tidak bisa mengatasi problem yang dihadapinya itu. Setelah itu, Adam pun diberi ilmu yang berikutnya, yaitu bagaimana cara bertobat kepada Allah atas kesalahan yang telah diperbuat. Hal tersebut menjadi indikasi bahwa sebuah pendidikan tidak bisa hanya mengandalkan sekadar sebuah ilmu. Jika hanya ilmu yang dikedepankan, maka prediksi malaikat bahwa manusia adalah makhluk yang merusak bumi akan terwujud.

Perlu kita ketahui bahwa ilmu itu berpotensi digunakan untuk merusak dan saling membunuh jika tidak dibarengi dengan moral. Namun demikian, moral saja tidak akan bisa memajukan peradaban manusia dalam mengelola bumi. Oleh karena itu, ilmu harus dibarengi dengan moral. Ilmu itu untuk mencerdaskan otak, sementara moral itu untuk mencerdaskan hati.

Keberhasilan dalam pertanian atau terwujudnya kemajuan teknologi yang canggih itu tidak bisa dibacakan alif lam mim. Kemajuan dalam bidang ekonomi pun tidak bisa sekadar dibacakan Al-Waqi’ah. Untuk itu, diperlukan perpaduan antara ikhtiyar lahiriyah alias ilmu dengan spiritual batiniyah alias sufisme yang menonjolkan moral.

Orang yang berilmu tetapi tidak bermoral itu adalah manusia yang bejat. Keberilmuannya akan digunakan untuk membodohi orang lain. Sementara itu, orang yang bermoral tetapi tidak berilmu itu adalah orang yang bodoh. Kebermoralannya itu justru akan dimanfaatkan oleh orang lain sehingga dia dibodohi.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah.

Yang perlu kita perhatikan adalah sesungguhnya ilmu itu harus diburu. Kita tidak boleh berpangku tangan untuk memburu ilmu. Ilmu adalah media untuk mengelola bumi ini menjadi lebih baik. Dengan catatan bahwa ilmu itu harus dibarengi dengan moral. Jika ilmu tidak dibarengi dengan moral, maka nafsu keserakahan manusia akan menguasai. Lihat saja bagaimana keadaan bumi kita sekarang ini. Hutan-hutan digunduli, padahal hutan itu difungsikan untuk menyimpan air. Ketika hutan digunduli, maka berbagai bencana pun silih berganti datang, seperti banjir, tanah longsor, dan erosi. Itulah akibatnya jika ilmu itu tidak dibarengi dengan moral, ilmu hanya digunakan untuk membodohi.

Dalam hal ini, Allah berfirman dalam QS. Ar-Ruum ayat 41 :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى النَّاسِ….

Artinya :

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan oleh (perbuatan) tangan-tangan manusia.

Itulah contoh dari penerapan ilmu untuk mengelola bumi tetapi tidak dibarengi dengan moral. Akibatnya, bencana dan kerusakanlah yang datang. Bahkan, bencana dan kerusakan tersebut mengganggu kehidupan umat manusia yang sejatinya merupakan khalifah di muka bumi ini. Bahkan, hal itu juga mengancam keberlanjutan hidup umat manusia.

Maka dari itu, marilah kita mencari ilmu sebanyak-banyaknya agar bisa kita terapkan untuk mengelola bumi ini dan diambil manfaatnya untuk kemaslahatan umat manusia. Selain itu, marilah kita bertindak sesuai norma-norma yang baik dengan mengedepankan pelajaran moral. Hal itu menjadi penting karena moral adalah hal yang mendampingi ilmu untuk mengelola bumi dengan baik dan hasilnya juga baik.

 Oleh : Dr. Kh. Mustain Syafi’i M,ag