Khutbah Jumat KH. Mustain Syafi’i

Oleh: KH. Musta’in Syafi’i*

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَسْلِيمًا كَثِيْرًا

اتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ  فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (الاحقاف:15).

أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ نَتَقَبَّلُ عَنۡهُمۡ أَحۡسَنَ مَا عَمِلُوا۟ وَنَتَجَاوَزُ عَن سَیِّـَٔاتِهِمۡ فِیۤ أَصۡحَـٰبِ ٱلۡجَنَّةِۖ وَعۡدَ ٱلصِّدۡقِ ٱلَّذِی كَانُوا۟ یُوعَدُونَ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Bahwa negeri ini dibangun dengan dua situs; kurikulum bumi dan langit. Para ulama zaman dahulu sering meninggalkan pena dan suraunya menuju medan perjuangan guna mengangkat senjata kepada siapa pun yang mengganggu negeri ini. Maka, sesungguhnya negeri ini adalah hasil perjuangan para ulama’ kita. Bisa dibuktikan dengan betapa banyaknya kuburan pahlawan yang santri. Sehingga tergambarkan bahwa negeri ini sesungguhnya ditirakati oleh ulama kita. Spesial dalam hal ini dunia memaklumi peran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari yang sangat sesitif terhadap kemungkaran.

Ada seorang kiai yang uzlah tidak mau terlibat dalam kegiatan sosial. Mungkin karena pengaruh paham sufistiknya—sehinggahnya masuklah Iblis dalam dirinya—dia masuk di dalam kamar tidak mau berjumpa dengan umat. Alasannya umat itu sudah berkepala anjing, babi, dan lain-lain, ia khawatir akan tertular.

Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dengar dan mendatangi Kiai itu mengatakan, “keluarlah”. Akan tetapi kiai itu tidak mau, maka Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari marah, “Bilang bahwa yang datang itu Hasyim Asy’ari, kalau tidak mau tak dobrak pintunya.” Akhirnya, kiai itu keluar, dan dinasihati oleh Hadratussyaikh, “Bukan begitu menjadi orang shaleh, bukan begitu cara menjadi kekasih Allah, yang hanya komunikasi dengan langit saja.” Akhirnya, kiai itu sadar.

Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari menulis beberapa hal dalam kitab tentang tradisi maulid Nabi yang dicampur dengan orkes. Kegiatan itu ditegur oleh beliau, “Janganlah mencampur penghormatan Nabi Muhammad dengan jenis kemaksiatan-kemaksiatan seperti itu.” Maka lahirlah kitab al-Tanbihat al-Wajibat li man Yasna’ al-Maulid bi al-Mukarat. Walhasil refleksi Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari terhadap hal yang mungkar itu sangat sensitif dan betul-betul tepat.

Dalam sebuah studi, sesungguhnya pemikiran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam amar bi al-ma’ruf dan nahy ‘an al-munkar itu besar mana? Melalui pendekatan mysterium tremendum dan mysterium fascinans buah pemikiran Joachim Wach. Allah didekati dengan Maha Menyiksa dan Maha Penyayang. Ternyata Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari memiliki kecenderungan terhadap al-nahy ‘an al-munkar lebih tinggi, sensitif sekali, dari yang besar seperti penjajahan, hingga yang kecil seperti dalam kitab al-Tanbihat al-Wajibat li man Yasna’ al-Maulid bi al-Mukarat.

Rasanya kearifan beliau dalam membaca firman Tuhan yang menemukan bahwa ternyata seluruh ciptaan Allah yang seram-seram itu tunduk kepada-Nya,

وَیُسَبِّحُ ٱلرَّعۡدُ بِحَمۡدِهِۦ

Dan petir bertasbih memuji-Nya, (Surat Ar-Ra’d: 13)

Untuk itu, mengapa percontohan bertasbih tunduk kepada Allah menggunakan al-Ra’du. Ternyata menurut sains panas petir itu bisa mencapai 27.000 derajat celsius. Panas petir itu lima kali lebih tinggi permukaan matahari. Tegangannya juga bisa mencapai seratus juta hingga satu miliar Volt. Sehingga dapat dipahami bahwa makhluk yang sangat mengerikan itu menunjukkan bahwa itu betul-betul panas, apalagi di neraka. Maka sifat-sifat kehati-hatian Hadratussyaikh terhadap kemungkaran itu sangat hebat.

Apa yang kita ambil? Pemilu sudah selesai—tidak ada 01, 02, 03—yang ada hanya 00. Perkara berikutnya, itu kita pasrahkan kepada Allah. Untuk itu, menurut fikih di dalam hak manusia itu ada haqullah (berhubungan dengan Allah) dan haqquladam (berhubungan dengan manusia). Memang kitab fikih tidak menunjuk apakah suara pemilu itu haqullah atau haqquladam. Saya sudah musyawarah lebih dari satu kiai, semua mengatakan suara dalam Pemilu itu haqqul adami. Sehingga jika ada orang yang didzalimi suaranya, maka ia tidak akan diampuni kecuali minta ridha kepada orang yang didzalimi.

Karena itu, perjuangan Hadratussyaikh dalam al-Tanbihat al-Wajibat li man Yasna’ al-Maulid bi al-Mukarat harus dilanjutkan. Adakah kemungkaran-kemungkaran, maka berfatwalah, bukan diam. Karena itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

وَإِذۡ قَالَتۡ أُمَّةࣱ مِّنۡهُمۡ لِمَ تَعِظُونَ قَوۡمًا ٱللَّهُ مُهۡلِكُهُمۡ أَوۡ مُعَذِّبُهُمۡ عَذَابࣰا شَدِیدࣰاۖ قَالُوا۟ مَعۡذِرَةً إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَلَعَلَّهُمۡ یَتَّقُونَ

Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, “Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?” Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa.” (Surat Al-A’raf: 164)

Ada suatu perkampungan yang menurut keputusan Tuhan, bahwa perkampungan itu bejat dan pasti akan dihabisi oleh-Nya. Jika dibahasakan ada seorang kiai yang mengajak satu kaum untuk kembali kepada Allah. Lalu kiai yang lain menegur, “Yai, percuma, Kiai. Sampean lapo ngandan-ngandani ngunuku, toh ga urunge bangsa itu akan dihancurkan oleh Allah.” (Kiai, percuma. Untuk apa Anda menasehati seperti itu, toh akhirnya bangsa itu akan dihancurkan Allah)

Apa jawab kiai ini? “Saya menyampaikan ini, saya tidak peduli diterima atau tidak. Apa yang saya sampaikan ini akan saya jadikan alasan di hadapan Tuhan, bahwa saya sudah mengajak pertobatan kepada mereka. Semoga hal itu membuat mereka menjadi bertakwa.”

Mohon maaf, sebagai santri Tebuireng pewaris Hadratussyaikh, tidak boleh tinggal diam, mingkem, membisu, saat ada kemungkaran yang tampak jelas di hadapan matanya. Tidak boleh diam saja. Tentukan posisi Anda di hadapan Allah, dalam hal kecil apa pun kita harus terlibat menjadi juru bicara Tuhan, dan juru bicara Rasulullah.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْم

وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


*Mudir 1 Madrasatul Qur’an Tebuireng Jombang


Pentranskip: Yuniar Indra Yahya