iluatrasi: Hilmi

Oleh: Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari*

Allah Ta’ala berfirman :

إنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. [1]

Ibnu Abbas ra. berkata, “Maknanya, bahwa Allah dan para malaikat-Nya memberikan barakah pada Nabi SAW”. Menurut pendapat lain, maknanya, bahwa Allah Ta’ala mengasihi Nabi SAW dan para malaikat mendoakan beliau”.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dari ayat di atas diketahui, bahwa bershalawat untuk Nabi SAW hukumnya wajib secara global, tidak terbatas dengan waktu, karena perintah Allah Ta’ala bershalawat untuk beliau SAW, dan para Imam mengartikan perintah ini dengan wajib dan mereka telah sepakat secara ijma’.

Kewajiban bershalawat yang bisa menggugurkan dosa adalah sekali dalam seumur hidup, seperti bersyahadat dengan kenabian beliau SAW.  Adapun setelah itu, maka hukumnya sunnah, dianjurkan karena termasuk sunnah-sunnahnya Islam dan syiar ahli Islam.

Sahabat-sahabat Imam Syafi’i, rahimahullah, mengatakan, “Kewajiban bershalawat yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya SAW adalah bershalawat di dalam shalat (ketika bertasyahhud). Adapun selain itu, maka tidak ada perbedaan pendapat, bahwa bershalawat itu hukumnya tidak wajib.

Disunnahkan bershalawat untuk Nabi SAW dan memperbanyak shalawat ketika berdoa, karena beliau bersabda :

اِجْعَلُونِي فِي أَوَّلِ الدُّعَاءِ وَ أَوْسَطِهِ وَفِي آخِرِهِ

Jadikanlah saya di awal doa, di tengah-tengah doa, dan di akhir doa”.[2]

Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra. berkata, “Doa dan shalawat tergantung antara langit dan bumi, maka tidak ada doa sedikitpun yang naik kepada Allah sampai dibacakan shalawat untuk Nabi SAW” (Hadis riwayat Imam Dailami).[3]

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, “Jika salah seorang diantara kamu sekalian ingin memohon sesuatu kepada Allah, maka mulailah dengan memuji Allah sesuai dengan sifat-sifat-Nya, kemudian bershalawatlah untuk Nabi SAW, kemudian memohonlah, sesungguhnya dia akan lebih pantas untuk dikabulkan doanya, demikian juga ketika masuk masjid”.[4]

Diriwayatkan dari Sayyidah Fathimah ra., bahwa Nabi SAW melakukan hal itu, demikian juga ketika menshalati janazah”. Sementara iu, diceritakan dari Abu Umamah ra., bahwa bershalawat itu hukumnya sunnah. Imam Nasa’i rahimahullah, meriwayatkan dari Aus bin Aus ra., dari Nabi SAW tentang perintah memperbanyak membaca shalawat untuk beliau SAW di hari Jumat.

Umat Islam sejak dulu telah terbiasa menulis shalawat ketika menulis surat dan menyusun buku, setelah basmalah dan hamdalah. Hal ini bukan hanya dilakukan oleh generasi pertama, hal ini dilakukan pada wilayah Bani Hasyim, kemudian dilakukan oleh masyarakat Islam di seluruh penjuru bumi. Di antara mereka ada yang mengakhiri penulisan surat dan penyusunan buku-buku mereka dengan shalawat, sesuai dengan sabda beliau SAW :

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلائِكَةُ تَسْـتَغْفِـرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَاب

Barangsiapa bershalawat untukku dalam menulis surat/kitab, maka para malaikat senantiasa akan memintakan ampun untuknya, selama namaku ada di dalam surat/kitab itu”.[5]

Adapun keutamaan bershalawat untuk Nabi SAW, maka hal ini adalah sesuatu yang tidak dirahasiakan lagi bagi seorang muslim, yaitu termasuk kepentingan yang paling penting bagi orang yang ingin dekat dengan Tuhannya bumi dan langit, karena shalawat ini bisa mendatangkan segala rahasia dan segala kemenangan, dan bisa mendatangkan pahala yang paling besar dan juga syafaat-syafaat.إ

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amer ra. berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَة

Jika kamu sekalian mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang dia ucapkan muadzdzin, dan bershalawatlah untukku, karena barangsiapa bershalawat untukku satu kali, maka Allah akan membalas shalawat untuknya sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah untukku, karena wasilah itu adalah kedudukan di surga yang tidak layak kecuali untuk hamba Allah, dan saya berharap dia itu adalah saya. Maka barangsiapa memohon wasilah untukku, maka halal baginya syafaat ( pertolongan)”.[6]

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., bahwa Nabi SAW bersabda:

أوْلَى النَّاسِ بِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَىَّ صَلاَة

Orang yang paling dekat denganku di hari kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat untukku”.[7]

Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab ra., bahwa Rasulullah SAW telah bangun malam ketika telah lewat seperempat malam, lalu bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا اللَّهَ اذْكُرُوا اللَّهَ جَاءَتِ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ جَاءَ الْمَوْتُ بِمَا فِيهِ  قَالَ أُبَىٌّ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أُكْثِرُ الصَّلاَةَ عَلَيْكَ فَكَمْ أَجْعَلُ لَكَ مِنْ صَلاَتِى فَقَالَ مَا شِئْتَ  قَالَ قُلْتُ الرُّبُعَ. قَالَ مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ ». قُلْتُ النِّصْفَ. قَالَ « مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ ». قَالَ قُلْتُ فَالثُّلُثَيْنِ. قَالَ: مَا شِئْتَ فَإِنْ زِدْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ. قُلْتُ أَجْعَلُ لَكَ صَلاَتِى كُلَّهَا. قَالَ: إِذًا تُكْفَى هَمَّكَ وَيُغْفَرُ لَكَ ذَنْبُكَ

Wahai manusia, berdzikirlah pada Allah, telah datang tiupan pertama yang diikuti dengan tiupan yang menggoncang alam, datanglah kematian dengan apa yang ada dalam kematian”. Maka bertanyalah sahabat Ubay bin Ka’ab ra., “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memperbanyak shalawat untukmu, maka berapa kali saya harus bershalawat untukmu?”. Jawab beliau SAW, ”Sesukamu”. Kata Ubay ra, ”Kalau seperempat?”. Jawab beliau SAW, “Sesukamu, jika kamu menambahnya itu lebih baik”. Kata Ubay ra, “Sepertiganya?”. Jawab beliau SAW, “Sesukamu, jika kamu menambahnya itu lebih baik”. Kata Ubay ra., “Setengah?”. Jawab beliau SAW, “Sesukamu, jika kamu menambahnya itu lebih baik”. Kata Ubay ra., “Dua pertiga?”. Jawab beliau SAW, “Sesukamu, jika kamu menambahnya itu lebih baik”. Kata Ubay ra, “Wahai Rasulullah, maka saya jadikan semua shalawatku untukmu”. Sabda Nabi SAW, ”Kalau begitu, cukuplah keinginanmu, dan akan diampuni dosamu”.[8]

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Jibril telah memanggil saya, lalu berkata :

مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا، وَرَفَعَهُ عَشَرُ دَرَجَاتٍ

Barangsiapa bershalawat untukmu dengan satu shalawat, maka Allah akan membalasnya dengan sepuluh shalawat dan mengangkatnya dengan sepuluh derajat[9].

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. berkata: “Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ عِنْد قَبْرِي سَمِعْته، وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ نَائِيًا بُلِّغْته

Barangsiapa bershalawat untukku di makamku, maka saya mendengarnya, dan barangsiapa bershalawat untukku dari jauh, maka saya didatangkan pada shalawat itu”.[10]

Ada banyak hadis-hadis yang mencela orang yang tidak mau bershalawat untuk Nabi SAW  Di antaranya adalah hadis yang diiriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya, bahwa dia berkata, ”Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ أُخْطِئَ بِهِ طَرِيْقُ الْجَنَّةِ

Barangsiapa mendengar saya disebut di sisinya dan dia tidak mau bershalawat untukku, maka dia akan di salahkan jalannya menuju surga”. [11]

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. berkata: ”Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ نَسِيَ الصَّلاَةَ عَلَيّ نَسِيَ طَرِيْقَ الْجَنَّة

Barangsiapa yang lupa bershalawat untukku, maka dia akan lupa jalan menuju surga”.[12]

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri ra., dari Nabi SAW bersabda:

لَا يَجْلِسُ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَا يُصَلُّونَ فِيهِ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةٌ ، وَإِنْ دَخَلُوا الْجَنَّةَ لِمَا يَرَوْنَ مِنَ الثَّوَابِ

Tidaklah suatu kaum duduk di satu majlis, lalu tidak bershalawat untuk Nabi SAW di majlis itu, maka mereka akan sangat menyesal, dan jika mereka masuk surga,  tidak akan melihat pahala bershalawat”.[13]

Imam Tirmidzi, rahimahullah, menceritakan dari sebagian ahli ilmu, katanya, ”Jika seseorang membaca shalawat untuk Nabi SAW satu kali dalam majlis, maka itu sudah cukup untuk semua yang ada di majlis itu”.

Hadis-hadis tentang keutamaan bershalawat untuk Nabi SAW dan celaan bagi orang yang tidak mau bershalawat untuk beliau SAW hampir tidak bisa dihitung karena banyak sekali jumlahnya, maka dalam hadis-hadis yang telah saya sampaikan di atas adalah cukup bagi orang yang mempunyai pengertian.


*Diterjemahkan oleh Ustadz Zainur Ridlo, M.Pd.I. dari kitab Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.


[1] Al Ahzab ayat 56.

[2] Hadis riwayat Imam Abdurrazzaq. Lihat Jam’ul Jawami’/Al Jami’ Al Kabir, Imam Suyuthi, Jilid 1, halaman 17810. Jami’ Al Ahadis, jilid 16, halaman 44.

[3] Jam’ul Jawami’/Al Jami’ Al Kabir, Imam Suyuthi, jilid 1, halaman 12554.

[4] Mushannaf Abdurrazzaq, jilid 10, halaman 441. Majma’ Az Zawaid Wa Manba’ Al Fawaid, Muhaqqaq, jilid 11, halaman 20.

[5] Al Mu’jam Al Kabir, Imam Thabrani, jilid 19, halaman 181.

[6] Hadis riwayat Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Nasa’i, Imam Tirmidzi, dan Imam Ahmad.

[7] Hadis riwayat Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Hibban.

[8]  Hadis riwayat Imam Tirmidzi dan Imam Hakim.

[9] Hadis riwayat Imam Thabrani dan Imam Al Bazzar.

[10] Hadis riwayat Imam Baihaqi dan Imam Al Khathib. Lihat Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar, jilid 10, halaman 243. Syarah Sunan Nasa’i, jilid 3, halaman 304. Faidhul Qadir, jilid 6, halaman 220.

[11] Imam Al Jahdlami, dalam buku “Fadhlush Shalati “Alan Nabi”, halaman 45.

[12] Hadis riwayat Imam Ibnu Majah dan Imam Baihaqi. Lihat “Subulul Huda War Rasyad Fi Sirati Khairil Ibad”, jilid 12, halaman 419. Asy Syifa Bi Ta’rifi Huquqi Al Musthafa,  jilid 2, halaman 78. Mu’jam Ibnil Arabi, jilid 1, halaman 348.

[13] Hadis riwayat Imam Baihaqi dan Imam Nasa’i. Lihat “Syu’abul Iman”, Imam Baihaqi, jilid 3, halaman 133. Jam’ul Jawami’/Al Jami’ul Kabir, Imam Suyuthu, jilid 1, halaman 19157.