sumber: pplq.wordpress.com
sumber: pplq.wordpress.com

Oleh: Chilmiati Abidah*)

Menutup aurat merupakan salah satu syarat sah shalat. Ada perbedaan batasan aurat antara laki-laki dan perempuan. Aurat laki-laki ialah antara pusar dan lutut, sedangkan aurat perempuan yaitu seluruh permukaan tubuh selain wajah dan telapak tangan.

Dalam adat orang Indonesia, laki-laki biasanya memakai baju dan sarung atau celana ketika shalat. Walaupun secara hukum fikih auratnya hanya antara pusar dan lutut, namun tidak etis jika shalat hanya memakai sarung saja. Untuk perempuan, biasanya memakai mukena yang bisa menutup seluruh tubuh. Seiring perkembangannya, mode mukena tidak hanya berwarna putih, selain juga banyak yang bermotif.

Aurat perempuan merupakan hal penting, sehingga dalam pemakaian mukena harus banyak yang diperhatikan. Kesalahan pemakaian mukena bisa jadi berpengaruh pada keabsahan shalat.

Sebagaimana disebutkan, bagian yang boleh terbuka bagi perempuan adalah wajah dan kedua telapak tangan saja. Batasan wajah secara vertikal ialah antara tumbuhnya rambut dan bagian bawah dagu. Sedangkan secara horizontal, antar kedua telinga. Oleh karena itu, perempuan yang shalat harus menutup bagian bawah dagu, dan memperhatikan apakah ada rambut-rambut yang keluar. Dan yang dimaksud telapak tangan ialah bagian luar dan dalam, sampai pergelangan tangan saja. Jari-jari masih boleh terbuka. (Nihayatuz Zain, hal 19; I’anatut Tholibin, juz 1, hal 113).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Di beberapa tempat, gerakan shalat bisa mengakibatkan terbukanya aurat. Apalagi yang memakai mukena potongan. Pergelangan tangan kadang terbuka ketika mengangkat tangan, atau betis terlihat ketika bersujud. (Hasyiyah Jamal, juz 1, hal 411). Maka sebaiknya jangan memakai mukena potongan. Carilah mukena terusan.

Dalam menutup aurat, seorang harus menggunakan pakaian yang bisa menutup warna kulit. Makanya tidak cukup menutup aurat dengan kain yag transparan, walaupun dalam keadaan gelap. Anggota badan harus ditutup dan tidak terlihat dari segala arah, kecuali dari bawah. Maksudnya, bila seseorang shalat di tempat yang tinggi, dan auratnya terlihat dari bawah, maka tidak membatalkan shalat. (Hasyiyah Jamal, juz 1, hal 409).

Penggunaan mukena yang berlebihan di wajah juga bisa mengganggu sahnya sholat. Yakni mukena yang menutup jidat, bagian wajah yang wajib menempel di tanah (alas) ketika sujud tanpa penghalang apapun. Jidat adalah satu-satunya anggota sujud yang wajib terbuka. (Hasyiyah Jamal, juz 3, hal 382)

Hal ini tidak berlaku bagi perempuan saja, tetapi juga untuk laki-laki. Peci dan sorban tidak boleh menutupi jidat, karena membatalkan shalat. Namun ada perbedaan jika yang menutupi adalah rambutnya sendiri. Bagi laki-laki, rambut yang menutupi jidat tidak masalah, asalkan masih ada sebagian jidat yang menempel di tanah. Bagi perempuan, rambut merupakan bagian dari aurat, sehingga membatalkan shalat jika keluar/terlihat.

Oleh karena itu, perempuan yang memakai mukena hendaknya juga memakai daleman jilbab atau bandana brokat yang ketat untuk menahan rambut keluar menutupi atau menempel di jidat. Sebab dengan itu, rambut akan aman dan tidak keluar batas, bahkan ketika melakukan gerakan-gerakan shalat.

Demikianlah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memakai mukena. Karena perkara tersebut seakan remeh temeh, tapi merupakan hal yang penting dan berhubungan dengan keabsahan shalat. Kesalahan sedikit saja akan berakibat pada sah-tidaknya shalat. Sedangkan shalat adalah kewajiban setiap muslim yang ditunaikan sehari lima kali, perkara yang wajibnya melebihi ibadah apapun.


*) Penulis lepas asal Jepara, tinggal di Tebuireng.