ilustrasi: www.google.com

Oleh: Silmi Adawiyah*

Salat pada waktunya merupakan salah satu syarat sahnya salat. Setiap salat memiliki awal dan akhir waktu yang berbeda. Sama halnya seperti ibadah haji, memiliki aturan waktu yang telah ditentukan. Jika ibadah haji tidak ada kemungkinan untuk mengundur waktunya, lantas bagaimana dengan salat? Dalam QS Al Ma’un ayat 4-5 disebutkan:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Maka celakalah orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang saahuun (lalai) terhadap salatnya.”

Ayat tersebut memperbincangkan seseorang yang lalai dari salatnya. Adakalanya karena tidak menunaikannya di awal waktunya, melainkan menangguhkannya sampai akhir waktunya secara terus-menerus, dan adakalanya karena dalam menunaikannya tidak memenuhi rukun-rukun dan persyaratannya sesuai dengan apa yang diperintahkan. Dan siapapun orang yang menyandang sesuatu dari sifat-sifat tersebut berarti dia mendapat bagian dari apa yang diancamkan oleh ayat tersebut. Termasuk orang yang sering mengundur waktu salat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Namun dalam kitab Al Zunad, Syaikh Imam Ibnu Ruslan memaparkan bahwa diperbolehkan untuk menunda salat dalam kondisi-kondisi tertentu sebagai berikut:

لا عذر في تأخيرها إلا لساه أو نوم أو لجمع أو لإكراه

Boleh menunda salat sampai keluar waktu karena udzur sebagai berikut: lupa, tertidur, jama’ ta’khir, dan dipaksa.”

Orang lupa, tertidur, jama’ ta’khir, dan dipaksa adalah empat kondisi dimana salat boleh dikerjakan diakhir atau bahkan di luar waktu salat. Kondisi-kondisi tersebut diberikan keringan dalam mengerjakan salat. Poin pentingnya adalah tetap melaksanakan kewajiban salat.

Dengan begitu, salat boleh diundur dengan berbagai sebab yang siebutkan di atas. Dalam artian kita bukan sengaja memundurkan waktu salat tersebut atau memang bukan dengan kesibukan lainnya, melainkan karena unsur ketidaksengajaan yang disebutkan dengan empat kondisi, yaitu sebab lupa, tertidur, jama’ ta’khir dan dipaksa. Menurut jumhur ulama, ketika salat wajib terlalaikan karena unsur ketidaksengajaan, seperti ketiduran atau lupa, maka wajib qadha ketika seseorag tersebut sadar dan ingat akan kewajiban tersebut. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah:

أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِيَّ النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةَ الْأُخْرَى، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا

“Sebenarnya bukanlah kategori lalai jika karena tertidur. Lalai adalah bagi orang yang tidak shalat sampai datang waktu shalat lainnya. Barang siapa yang mengalami itu maka shalatlah dia ketika dia sadar.” (HR. Muslim, 311/681)

*Alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.