Oleh: Zainal Karomi
Pertanyaan
Assalamu’alaikum warohmatullahi wa barkatuh
Baru saja sebelum saya menulis pertanyaan ini, saya melakukan shalat ashar di sebuah musholla yang diimami oleh seorang bapak yang sudah tua dan memang bukan imam musholla tersebut. Di rakaat pertama bapak itu lupa mengucapkan takbir dengan suara keras dari ruku’ sampai selesai sujud. Barulah ketika bangkit ia mengucapkan takbir dengan keras. Namun, kami makmum di rakaat pertama sama sekali tidak bergerak mengikuti imam. Barulah setelah salam kami menambah satu raka’at.
Mohon dijelaskan bagaimana seharusnya yang harus kami lakukan dan bagaimana hukumnya hal tersebut karena tidak ada di antara kami yang memahami tersebut.
Terima kasih, Wassalamu’alaikum wr. wb.
Hamba Allah
Jawaban
Wa’alaikum salam wa rahmatullahi wabarkatuh, Kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang anda ajukan. Semoga taufiq Allah dan hidayah-Nya tetap terlimpahkan kepada kita semua.
Bapak yang kami hormati, bahwa dalam sholat mengenai permasalahan membaca takbir selain takbiratul ihram seperti takbir ketika akan ruku’, akan sujud, dan ketika bangun dari sujud dan ketika akan berdiri adalah ketetapan ijma’ umat berlandaskan qaul Ibnu Mas’ud yang berbunyi sebagai berikut:
الفقه الإسلامي وأدلته ج 2 ص 77
التكبير عند الركوع والسجود والرفع منه، وعند القيام:
بأن يقول: ( الله أكبر ) وهو ثابت بإجماع الأمة، لقول ابن مسعود: «رأيت النبي صلّى الله عليه وسلم يكبّر في كل رفع وخفض، وقيام وقعود» (6) وهو يدل على مشروعية التكبير في هذه الأحوال إلا في الرفع من الركوع، فإنه يقول: سمع الله لمن حمده. وقد قال الحنابلة بوجوب التكبير، كوجوب ( سمع الله لمن حمده ) وقول (ربي اغفر لي ) بين السجدتين، والتشهد الأول.
Dalam keterangan di kitab al Fiqih al Islami wa Adillatuhu karya Syaikh Wahbah Zuhaili Allahu yarham, bahwa mengucapkan takbir (Allahu Akbar) adalah Ijma’ umat yang berlandaskan qoul Ibnu Mas’ud, yang kemudian qoul itu disyari’atkannya takbir pada setiap keadaan dalam sholat kecuali ketika akan bangun dari ruku, dengan mengucapkan sami Allahu liman hamidah.
Dalam konteks ini para ulama berselisih pendapat. Menurut ulama’ Imam Hanbali bahwa membaca takbir hukumnya wajib, sedangkan ulama’ Imam Syafi’i dan ulama’ Imam Maliki hukumnya Sunnah.
Dalam redaksi lain juga dijelaskan dalam kitab al Fiqih ala madzahib al Arba’ah karya Syaikh Abdurrahman al Jaziri sebagai berikut:
الفقه على المذاهب الأربعة ج 1 ص 289
ويسن : جهر الإمام بالتكبير والتسميع والسلام كي يسمعه المأمومون الذين يصلون خلفه وهذا الجهر سنة باتفاق ثلاثة . وقال المالكية : إنه مندوب لا سنة.
Dalam keterangan di atas dapat dipaparkan bahwa kerasnya suara imam dalam membaca takbir, tasmi’ dan salam, yang bertujuan supaya para makmun yang sholat di belakang imam mendengar hukumnya Sunnah sesuai dengan kesepakatan tiga Imam. Sedangkan menurut ulama Imam Maliki hukumnya mandub bukan sunah.
Bagaimana dengan tindakan makmun dalam diskripsi di atas?
Tindakan makmun seharusnya tetap mengikuti gerakan yang dilakukan imam sesuai dengan ketentuan atau syarat-syarat menjadi makmum. Ketika makmum meninggalkan/ tidak mengikuti gerakan imam baik yang rukun dan Sunnah maka hukum shalatnya batal. Keterangan ini tercantum dalam kitab Fathul muin di bawah ini:
فتح المعين ص 30
( و ) منها ( موافقة في سنن تفحش مخالفة فيها ) فعلا أو تركا فتبطل صلاة من وقعت بينه وبين الإمام مخالفة في سنة كسجدة تلاوة فعلها الإمام وتركها المأموم عامدا عالما بالتحريم وتشهد أول فعله الإمام وتركه المأموم أو تركه الإمام وفعله المأموم عامدا عالما وإن لحقه على القرب حيث لم يجلس الإمام للاستراحة.
Redaksi di atas ini menjelaskan tentang salah satu syarat makmun yaitu harus cocok atau tabi’ terhadap imam dalam keadaan apapun termasuk hal Sunnah. Maka sebaliknya, jika seorang makmum terlalu berseberangan dengan imam maka sholatnya batal, seperti permasalahan sujud tilawah ketika imam melakukannya dan makmun meninggalkan sujud tilawah dengan sengaja serta mengerti pelarangan tersebut, maka shoaltnya batal. Semoga bermanfaat. Waallahu ‘Alam.
Penulis:Zainal Karomi, Mahasantri Ma’had Aly Tebuireng Jombang
Editor: Mas Aldo