Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Bolehkah menyamakan pendapatan zakat bagi muallaf, fi sabilillah, dengan pendapatan fakir dan miskin dalam zakat fitrah?
Fitriyadi, Tebing Tinggi
Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarokatuh
Terima kasih kepada penanya saudara Fitriyadi di Tebing Tinggi. Semoga senantiasa mendapatkan rahmat dan hidayah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Amin yaa rabbal ‘alamin. Adapun jawabannya sebagai berikut;
Zakat yang merupakan rukun Islam ketiga, ialah salah satu syari’at Islam yang menunjukkan betapa besarnya rahmat Allah yang dihadirkan di atas bumi ini. Melalui zakat, Allah menghendaki adanya hikmah yang dapat dirasakan baik bagi sang pelaku zakat itu sendiri maupun orang-orang yang berada di sekitarnya.
Dalam pensyari’atan zakat ada beberapa hikmah yang muncul, diantaranya hikmah agama (diniyyah), akhlak (khuluqiyyah), dan sosial (ijtima’iyyah). Dari segi agama, seseorang yang menunaikan zakat telah memenuhi salah satu rukun Islam yang merupakan bentuk pensucian sekaligus pendekatan diri kepada Allah.
Dari segi akhlak, zakat mengajarkan adanya rasa kepedulian terhadap manusia. Sedangkan dari segi sosial, zakat mengurangi nilai kesenjangan sosial dan melahirkan adanya pemerataan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana sabda Nabi SAW riwayat Ibn Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud berikut ini;
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
‘‘Dari Ibn Abbas bahwasannya dia berkata; “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berkuasa dari bersenda gurau dan berkata-kata keji, dan juga memberi makan orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat (Idul Fitri) maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.”
Dalam pelaksanaan zakat ada tiga elemen yang menjadi pelaku pelaksana zakat, diantaranya orang yang mengeluarkan zakat (muzakki), orang yang menerima zakat (mustahiq), dan penyalur zakat (amil). Golongan yang berhak menerima zakat terdiri dari 8 golongan, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60 di bawah ini;
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang di jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Lalu, bagaimana tata cara pembagian zakat? Apakah disamakan atau ada klasifikasi tersendiri?
Dalam penyaluran atau pembagian zakat wajib disamakan antara golongan penerima zakat yang satu dan lainnya tanpa ada perbedaan. Dalam hal ini tidak ada perbedaan menurut kalangan madzhab Syafi’iyah. Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab juz 1 halaman 216 berikut ini:
(الشرح) فيه مسائل (إحداها) يجب التسوية بين الاصناف فان وجدت الاصناف الثمانية وجب لكل صنف ثمن وان وجد منهم خمسة وجب لكل صنف خمس ولا يجوز تفضيل صنف علي صنف بلا خلاف عندنا سواء اتفقت حاجاتهم وعددهم أم لا ولا يستثنى من هذا إلا العامل فان حقه مقدر بأجرة عمله فان زاد سهمه أو نقص فقد سبق بيانه وإلا المؤلفة ففى قول يسقط نصيبهم كما سبق (الثانية) التسوية بين آحاد الصنف ليست واجبة سواء استوعبهم أو اقتصر علي ثلاثة منهم أو أكثر وسواء اتفقت حاجاتهم أو اختلفت لكن يستحب أن يفرق بينهم علي قدر حاجاتهم فان استوت سوى وان تفاضلت فاضل بحسب الحاجة استحبابا وفرق الاصحاب بين التسوية بين الاصناف حيث وجبت وآحاد الصنف حيث استحبت بأن الاصناف محصورون فيمكن التسوية بلا مشقة بخلاف آحاد الصنف
“Wajib menyamakan bagian di antara golongan-golongan (mustahiq zakat), dan apabila di temukan golongan yang ada 8 tersebut, maka wajib bagi setiap dari golongan mereka delapan, dan jika ditemukan dari mereka lima maka wajib bagi setiap golongan tersebut lima, dan tidak diperbolehkan melebihkan satu golongan atas yang lainnya, dalam hal ini tidak ada khilaf menurut madzhab Syafi’iyah, baik kebutuhan dan jumlahnya sama atau pun tidak. Yang kedua, menyamakan bagian di antara perorangan dari sebuah golongan itu tidak wajib, baik memberi bagian pada semua golongan atau hanya 3 golongan dari mereka, dan baik kebutuhannya sama atau berbeda, akan tetapi disunahkan untuk membagi diantara mereka sesuai dengan kebutuhannya.”
Sekian jawaban dari tim redaksi kami. Semoga bermanfaat dan menambah diri kita semakin rela dan berkurban untuk memberikan zakat guna kesejahteraan masyarakat. Wallahu ‘alam bisshowab.
*Dijawab oleh: Ustadzah Nailia Maghfiroh dan Ustadz Muhammad Idris
Alumnus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.