sumber gambar : https://4.bp.blogspot.com

Oleh : Khoshshol Fairuz*

SLILIT SI SANTRI

Bagaimana jika slilit yang kau ciptakan dari daging tahlilan itu

Tertancap kuat tak mampu cerabut

Menumbuhkan ngilu di barisan gigi-gigi

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sementara jari tanganmu enggan menolong

Ah, bukankah tanaman pagar di tepi jalan sana memiliki ranting kurus

Kemudian kau patahkan ia

Padahal kau tak akan pernah mengerti bahasa tumbuhan

Banyak debu kecil yang menutupi hati

Butiran maksiat menumpuknya

Memupuk peristiwa di luar batas kemanusiaanmu

Alam mengadu kepada Tuannya

Perihal tangan-tangan merusak penduduk bumi

Mereka menyumpah-serapahi ayat Baqarah

Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi tidak menyadari

Yang rontok bukan daun-daun dari ranting yang kau putus urat nadinya

Tetapi akhlak seorang hamba; jatuh mencium tanah!

Terinjak-injak di mataNya

Lalu pernahkah kau mengusahakan sujud yang lebih panjang

Sementara hitungan dosa yang lahir melebihi jumlah nafas

Jombang, 2017-01-22


SARUNG KOTAK

ujungnya melipat seluruh rekaat dalam shalat

lekaskan pelesapan jiwa

lebur diri ini menjawab seruanMu

khidmat dalam diam

kita tak mengijinkan anak-anak suara

gaduhkan ruang dalam dada

biar ia tetap kosong

sebab kita akan segera mengerti

kehadiran yang mesti mengisi dahaga cinta

adalah setetes nikmat paling madu

meski sukar mereguknya dalam secawan tasbih

ritual rindu kita akan tetap berlangsung

dengan sarung kumal atau zikir kamal

Jombang, 1-4-2017


PERSPEKTIF BOCAH

Melihat binatang putih mirip awan itu

Menjadi kura-kura berkepala naga

Berenang-renang mengelilingi benua atas

Lalu berhenti di pulau matahari

Matanya mengerjap seolah telah memiliki dunia

Dalam genggaman jemari

Terbang, ah, berenang bersama ikan kecil

Bernama sruiti

Melompati terik yang dibentangkan siang

Seperti memulai paragraf pada langit yang polos

Ia bebas memahami wajah bumi

Yang lepaskan egosentris maknawi

Begitu hingga senja menjelang

Membawa pulang bias merah di pipi barat

Jadi siapa yang tak ingin bercita-cita menjadi anak kecil?

Jombang, 2017


MASUK ANGIN

Demam ini rasa linu

Merenggangkan suasana entah dalam dada

Terasa sangat sempit yang menghela udara

Untuk ikut mematahkan tulang rusukku

Keriputkan paru-paru

Berhenti tepat di antara jantung

Di atas sana angin brutal rasuki punggung

Hingga nafas berubah merah karenanya

Seribu lembar Soekarno-Hatta saat payah seperti ini

Tak memiliki wibawa sama sekali

Aku berpuisi sambil mengerami butiran sendawa

Tapi mutiara yang berhasil menetas

Adalah cairan hangat yang konon

Jika hidup dalam tubuh kita

Berubah seperti bangkai kata-kata

Merasuk lewat indera

Bersemayam di sana dan meremas jiwa perlahan-lahan

Jombang, 2017


ELEGI KALBU

Sedang pada tanganmu yang kucium berkali-kali

Memantul-mantulkan setangkup doa

Lalu jika kaki ini melangkah menjauhi parasmu, ibu

Hatiku terasa lelah memilin pilu

Mempatkan cairan jiwa yang menderas dilubangi rindu

Pada matamu yang rumah

Dan rumah yang menjadi matamu

Kukembalikan segala yang lapuk

Yang menunggu hujan air matamu tumpah

Ziarahkan kemarau panjang

; kerontang yang lama retakkan dada

Sebab setiap tentram adalah mawar yang

Tumbuh dari bibirmu

Damai yang kuhirup adalah nafasmu

Bagaimana aku mampu menulis puisi

Dengan diksi-diksi kekal

Yang hanyut semuanya dalam wajahmu

Jombang, 2017


**Khoshshol Fairuz adalah penyair muda Jombang dan mahasiswa STIT UW Jombang.

Publisher : Munawara, MS