RAYA
Oleh: SsalsabilaA*
Sepertinya raya taun ini agak mendung
Rinai hujan sibuk membasahi bulan suci
Meminta maaf menjadi hal menggunung
Namun tetap saja lisan tak mampu menyaingi
Sepertinya raya taun ini agak pendiam
Pertanyaan – pertanyaan luar memaksa masuk
Menggerayahi penglihatan, menikam
Sedang pikiran, sibuk menyisir yang busuk
Sepertinya raya taun ini tak ada petasan
Api telah kunyalakan sebelum lebaran
Ia meledak bak darah yang terkejut
Pertama kali merasakan dunia luar tubuh yang haus pembenaran
Sepertinya raya taun ini berisi linglung
Mau merayakan apa?
Telah mencapai apa?
Tengah memenangkan apa?
Sedangkan, pada kejujuran saja
Masih takut diperlakukan berbeda
BAJU BARU
“Baju baru” ku tak ada di toko manapun
Kalaupun aku memilikinya
Tak akan kujual ke siapapun
Karena hanya milikku saja
Namun aku tak memilikinya
Membuatnya pun susah tiada tara
Penjahitnya pun hanya aku saja
Kau mau tahu bagaimana?
Baju baruku tak terbuat dari kain
Kain hanya mampu menutupi luka
Namun tak mampu menutupi air mata
Walau mungkin mampu mengusapnya
Baju baruku tak harus warna menyala
Berwarna tak selalu membuat indah
Bahkan warna merah adalah darah
Mungkin gelap mampu menunjukkan terangnya
Baju baruku tak dijahit dengan mesin
Mesin terlampau keras untuk hatiku yang perih
Jarum masih menjadi hantu yang menikam
Membenarkan diri karena ia adalah tajam
Masih kucari baju baruku di halaman belakang
Seingatku kutinggal dijemuran
Tapi aku terlampau lemah
untuk berani menengoknya
Karena sepertinya orang orang lebih suka
baju cinderella pemberian ibu peri-ku saat ini
Yang entah kapan jam 12 berdenting
Ia akan raib dan orang – orang mengatakan,
Aku membohongi mereka
MAAF
Aku adalah khilaf
Yang tak tau bundanya
Aku adalah maaf
Yang tak tau rumahnya
Beribu maaf kupendam
Beribu malaikat menggenggam
Hujan berkali-kali membantu mencairkan
Namun semakin hujan semakin menyadarkan
Bukan kalimat manis yang harus kusiapkan
Tapi tampang melas bersalah berserakan
Sehingga orang – orang merasakan
Kemenangan yang telah mereka rencanakan
Maaf, hatiku sedang terguncang
Jiwaku yang menari kematian semalam
Tak jadi sepenuhnya mati
Ia bahkan bangkit lebih berapi-api
Maaf, wajahku tengah tersenyum
Rembulan semalam membisikkan
Doa – doa ku sedang dalam perjalanan
Menuju sebuah kenyataan
Maaf, aku melukai hati dan wajahmu
Dunia baru-ku teramat menyakitkan
Untuk disaksikan
dengan kacamata tak sepadan
Maka genggam hangat tanganku
Peluk erat badan ringkihku
Agar seluruh berat runtuh
Bersama dengan doa – doa baikku darimu
*Alumnus Pesantren Krapyak Yogyakarta.