
Oleh: Munawara, M.I.Kom*
Pesantren Tebuireng sebuah lembaga pendidikan Islam yang telah berdiri sejak awal abad ke-20, dikenal sebagai salah satu pesantren terkemuka di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, pesantren ini telah mengalami transformasi signifikan, tidak hanya dalam aspek keilmuan dan agama tetapi juga dalam hal literasi teknologi media. Penerapan literasi teknologi dan media di pesantren ini merupakan respons terhadap perubahan zaman yang semakin digital dan informasi yang berkembang pesat.
Berkat peran KH. Hasyim Asy’ari dalam gerakan reformasi agama dan pendidikan di Indonesia, Pesantren Tebuireng menjadi pusat intelektual dan spiritual yang penting bagi umat Islam di Nusantara. Pada awalnya, fokus utama pesantren ini adalah pada pengajaran kitab-kitab klasik Islam, seperti kitab kuning dan teks-teks fiqh tradisional. Namun, seiring berjalannya waktu, Pesantren Tebuireng telah mengalami berbagai transformasi untuk menjawab tantangan zaman. Salah satunya dalam aspek literasi.
Transformasi dan Inovasi Literasi
Transformasi literasi di Pesantren Tebuireng membawa dampak positif yang signifikan, seperti peningkatan kualitas pendidikan dan kesiapan santri untuk menghadapi tantangan global. Namun, proses ini juga menghadapi beberapa tantangan, termasuk resistensi terhadap perubahan tradisional, keterbatasan sumber daya, dan kebutuhan untuk terus menyeimbangkan antara pelajaran agama dan akademik.
Pesantren Tebuireng, dengan warisan pendidikan Islam, memiliki potensi besar dalam mengembangkan budaya literasi tersebut, termasuk literasi media di kalangan santri. Dalam hal ini, penelitian ini akan mengkaji implementasi budaya literasi di Pesantren Tebuireng dalam membentuk jurnalis santri.
Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana Pesantren Tebuireng memadukan nilai-nilai Islam dengan literasi media, kita dapat melihat kontribusi pesantren dalam membentuk jurnalis santri yang mampu berperan dalam penyebaran nilai-nilai keagamaan dan isu-isu sosial yang relevan.
Jurnalis santri dibentuk dalam menghadapi perkembangan media digital, di mana pesantren saat ini menjadi salah satu lembaga yang menerima keberadaan teknologi, sehingga pesantren harus menentukan sikap dan memberikan kesempatan bagi santri untuk turun tangan menghadapi era ini dengan cakap literasi, salah satunya literasi media.
Baca Juga: Tokoh-tokoh Pegiat Literasi Pesantren Tebuireng
Mutakhir ini, perkembangan teknologi yang sangat pesat menjadikan pesantren mau tidak mau harus mempertimbangkan dua pilihan yakni, apakah pesantren akan menampilkan pembaharuan wajah pesantren atau ia akan tetap dengan keadaan mempertahankan keunikan atau ciri khas yang dimilikinya.
Secara garis besar pesantren adalah lembaga yang punya kewajiban menggembleng para santri dalam hal dakwah dan keilmuan agama, namun di sisi lain bagaimana pesantren mampu memberikan kebaruan kepada santrinya agar mampu menyeimbangi keilmuannya tersebut dengan hal-hal yang baru termasuk perkembangan teknologi saat ini.
Nurcholis Majid pernah mengungkapkan kekhawatiran tersebut dalam bukunya yang berjudul “Bilik-bilik Pesantren” mengenai perkembangan zaman seperti saat ini akan banyak tantangan yang seyogyanya merupakan tolok ukur bagi pesantren seberapa mampu untuk survive dari zaman ke zaman. Mengambil istilah dari Gus Dur bahwa pesantren yang merupakan sejenis subkultur yang khusus berada di tengah-tengah arus modernisasi.
Kehadiran teknologi sedikit banyak dipandang sebagai salah satu transformasi baru bagi pesantren. Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang pesantren memberikan peluang bagi santri untuk mengembangkan budaya literasi pesantren.
Pada dasarnya budaya literasi yang ada di pesantren merupakan budaya membaca, menulis, memaknai, berdiskusi. Mutakhir ini, dalam mengimbangi perkembangan teknologi, budaya literasi pesantren bergerak ke literasi media. Untuk memahami, mengelola dan cakap bermedia santri dibekali ilmu literasi media termasuk dalam bidang jurnalistik.
Dalam perihal ini, keberadaan media digital menjadi bagian yang dianggap akan membawa dan memberikan banyak pengaruh dalam kehidupan pesantren sehingga dalam hal ini pesantren memiliki wajah baru dalam menanggapi keberadaan dan perkembangan teknologi digital yang menjadi bagian penting diberbagai sektor saat ini, salah satunya dalam hal pendidikan dan penyebaran dakwah islam.
Berikut Bidang Literasi Media Pesantren Tebuireng
Majalah Tebuireng
Majalah Tebuireng didirikan pada tahun 1985 dengan nama “TEBUIRENG Media Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan”. Pada waktu itu, Pesantren Tebuireng diasuh oleh KH. M. Yusuf Hasyim. Beliau memiliki keinginan agar para santri memiliki kemampuan tulis-menulis. Tercatat pada bulan April 1986, Majalah Tebuireng edisi pertama terbit dengan konsep terbit satu bulan sekali dan didistribusikan ke seluruh Nusantara (tingkat nasional). Terbitnya edisi tersebut sekaligus menjadikan Pesantren Tebuireng sebagai pesantren pertama yang menerbitkan majalah. Hal ini membuat Pesantren Tebuireng dijuluki sebagai pelopor majalah pesantren.
Pada tahun 1987, Majalah Tebuireng vakum. Menurut penuturan pengurus waktu itu, Majalah Tebuireng mengalami problem manajemen finansial yang kemudian membuatnya tidak dapat terbit kembali. Ini sekaligus menjadi akhir dari periode pertama Majalah Tebuireng. Periode kedua Majalah Tebuireng bermula ketika KH. Salahuddin Wahid menjadi pengasuh. Tepatnya tanggal 1 Januari pada tahun 2007, Pesantren Tebuireng mendirikan Unit Penerbitan yang dikhususkan untuk melakukan pengembangan intelektual santri melalui penerbitan majalah, buletin, dan buku. Pendirian unit ini sekaligus memulai kembali keaktifan Majalah Tebuireng dengan konsep terbit dua bulan sekali.
Baca Juga: Siapkan Kader Literasi Pesantren, Tim Majalah Tebuireng Gelar Sekolah Menulis
Ketika pengasuh Pesantren Tebuireng berganti di era kepemipinan KH. Abdul Hakim Mahfudz pada tahun 2020, Majalah Tebuireng tetap konsisten menerbitkan edisi-edisinya dengan melakukan evaluasi perbaikan secara berkala.
Program-programnya mengalami berbagai pengembangan, seperti pengembangan pengelolaan media sosial berbasis infografis dan vidiografis. Digitalisasi majalah juga menjadi salah satu upaya pengembangan di kala teknologi informasi berkembang pesat.
Pustaka Tebuireng
Pustaka Tebuireng merupakan salah satu unit yang berafiliasi dengan Unit Penerbitan Tebuireng. Berfungsi sebagai penerbit yang dikelola sen- diri oleh para santri dan orang-orang Tebuireng yang bergelut di dalamnya. Pustaka Tebuireng sudah banyak melahirkan buku-buku dengan genre khazanah keislaman. Mulai dari sejarah Tebuireng para kiai di dalamnya dan pengetahuan Islam seperti seputar fikih, tasawuf, terjemah kitab dan lain-lain. Unit ini menjadi unit vital dalam pengembangan dan pelestarian literasi di Tebuireng.
Rumah Produksi Tebuireng (Maksi Tebuireng)
Rumah produksi berdiri atas perintah pengasuh KH. Salahuddin Wahid untuk mengembangkan minat dan bakat santri sekaligus dakwah Islam. Maksi Tebuireng memiliki kekhasan sendiri antara lain para kru adalah para santri Tebuireng dan civitas Tebuireng sendiri. Hingga saat ini Rumah produksi Tebuireng (Maksi) telah memproduksi dua film yaitu Binar, Sakinah, Jejak Langkah 2 Ulama, dan Luqathah. Selain itu Rumah Produksi Tebuireng juga bergerak di bidang webseries, salah satunya adalah Yang Tersembunyi 1 & 2, Video Kultum Ramadan, Video music, podcast dan lainnya. Adapun subscriber kini mencapai 10,3ribu.
Baca Juga: Gelar Talkshow Film Clinic, Maksi Sukses Bikin Peserta Jatuh Cinta
Tebuireng Online (Website)
Pesantren Tebuireng turut serta dalam menjaga nilai-nilai tersebut dengan melakukan rangkaian kegiatan yang terkait dengan Teknologi Informasi dan Komputer. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan perkembangan teknologi secara optimal adalah dengan adanya Situs Website Tebuireng dengan alamat www.tebuireng.online.
Semua informasi tentang Pesantren Tebuireng dapat diakses dengan mudah melalui situs ini. Tebuireng Online juga menerima tulisan-tulisan freelance dari siapapun, serta bisa menjadi tempat silaturrahim dan ber- diskusi dengan sesama santri atau alumni dari berbagai daerah. Diharap- akan agar para alumni, orang tua santri, peneliti, akademisi, dan simpatisan dapat memperoleh informasi lengkap dan menyeluruh tentang Pesantren Tebuireng melalui situs ini.
Tetapi dari beragam perkembangan itu, ada tantangan yang perlu diperhatikan oleh Pesantren Tebuireng yaitu: Kesenjangan Digital: Meskipun ada upaya untuk menyediakan akses, masih ada tantangan terkait keterbatasan infrastruktur dan akses internet di beberapa area pesantren. Ketergantungan pada Teknologi: Ada risiko terkait ketergantungan berlebihan pada teknologi yang dapat mempengaruhi keseimbangan antara pembelajaran digital dan tradisional. Keamanan Digital: Penting untuk memastikan bahwa santri dilindungi dari risiko keamanan online, seperti pencurian data dan konten yang tidak sesuai.
Baca Juga: Tim Media Tebuireng Gelar Workshop Pengelolaan Konten dan Keamanan Digital
Pesantren Tebuireng telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengadopsi teknologi dan media sebagai bagian dari kurikulum mereka. Dengan pengenalan teknologi dalam pendidikan, pelatihan literasi digital, dan pemanfaatan media sosial, pesantren ini berusaha untuk mempersiapkan santri agar siap menghadapi dunia yang semakin digital. Meskipun tantangan tetap ada, langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Pesantren Tebu Ireng terus beradaptasi dan berinovasi untuk memberikan pendidikan yang relevan dan berkualitas di era modern.
Penulis: Munawara
Dosen KPI Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.