Fiqh Al-Hadits, Buku terbitan Pustaka Tebuireng

Judul buku      : Fiqh al-hadits

Penerbit           : Pustaka Tebuireng

Penulis             : Moh. Yusuf Amru Ghozaly, S. Sos., Lc., M. Ag

Tebal halaman : 265 halaman

Cetakan           : September 2017

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

ISBN               : 978-602-8805-51-3

Resensor          : Noviyah Trinandani*

Sebagaimana diketahui bahwa tidak ada umat serendah apapun tingkat peradabannya kecuali ia memiliki aturan atau kanun yang mengikat anggotanya,” (Hal. 67)

Fiqh dalam penerapan kehidupan muslim-muslimah masuk pada salah satu hukum Islam, hukum yang berlaku tentunya berbeda-beda dalam perbandingan madzhab.  Di Indonesia ada empat madzhab yang dianut oleh kaum muslimin yakni  Imam Syafi’ie, Imam Hambali, Imam Maliki, dan Imam Hanafi.

Dalam perujukannya setiap madzhab menggunakan dasar Quran dan hadits, fiqh al-hadits sendiri menjadi argument berbeda ketika masuk pada praktik dari setiap madzhab, ada yang menyebut  fiqh al-hadits bagian dari syarah hadits begitupun ada yang beranggapan berbeda dengan syarah hadits.

Dalam menentukan suatu hukum para sahabat, tabi’in, tabi’ tabiin, dan para ulama biasanya akan berlandaskan pada Al Quran dan al-hadits. Kitab suci Al Quran dalam pengertiannya adalah firman allah SWT, sedang hadits adalah sabda Nabi Muhammad SAW baik dari segi qaul, amali, dan taqrir. Dua dasar tersebut menjadi dasar hukum sejak masa nabi.

Nabi Muhammad SAW sendiri adalah sumber tunggal bagi umat untuk mendapatkan pemahaman yang benar terhadap kandungan Al Quran maupun hadits. Proses inilah yang disebut dengan fiqh al-hadits. (hal.68)

Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup pertanyaan umat masa itu terjawab dengan menggunakan bahasa yang dipahami oleh sahabat. Meskipun pada waktu itu banyak nas Al Quran dan hadits yang telah dibaca dan dipelajari namun para sahabat tetap menanyakannya pada nabi sebagai sasaran hukum.

Aturan atau biasa dikenal dengan istilah syari’at ini kendalinya ada pada Nabi SAW, baik dari ayat ataupun hadits yang berdasarkan ijtihad beliau. Sehingga pada masa itu tidak ada yang berhak melakukan ijtihad selain beliau untuk mengupas masalah yang ada. Penggunaan  bahasa sebagai alat instrument merupakan jalan untuk mengungkapkan pendapat, argumen, asumsi, dan pertanyaan.

Kitab fiqh, terdengar asing bagi kaum umum yang kurang mengetahui bagimana hukum-hukum yang perlu dipelajari oleh muslimin-muslimat. Berbeda dengan kaum sarungan yang hampir setiap hari mengaji (belajar) kitab kuning yang mempelajari tentang hukum, seperti hukum shalat, puasa, dan lain lain. Selain hukumnya tentu juga belajar tentang bagaimana praktik dan cara menentukan hukum pada masa  rasulullah SAW, sahabat dan banyak lainnya.

Dalam buku ini dijelaskan tentang bagaimana fiqh al-hadist yang dalam penyebutannya memberikan penjelasan konkrit dengan penggunaan bahasa yang mudah dipahami, beberapa kurang dan lebihnya informasi yang ada pada buku ini menjadi salah satu jawaban atas simpang siur pertanyaan selama ini. Dalam buku ini juga dilengkapi dengan bagan untuk mengetahui perkembangan fiqh al-hadits dari abad ke abad.


*Resensor adalah Mahasiswa Unhasy asal Sumenep Madura.