hasyimasyari003Pada mulanya umat Islam di tanah Jawa menganut paham dan madzhab yang sama. Mereka memiliki rujukan dan sumber yang sama. Dalam bidang fikih mereka semua mengikuti madzhab yang sangat mulia, yaitu Madzhab Imam Muhammad bin Idris (asy Syafi’i ). Dalam bidang ushuluddin mereka mengikuti Madzhab Imam Abul Hasan al Asy’ari. Dalam bidang tasawuf mereka mengikuti Madzhab Imam Al-Ghazali dan Imam Abul Hasan asy Syadzili. Mudahan-mudahan Allah SAW. berkenan meridhoi mereka semua.

Kemudian pada tahun 1330 H muncul beragam kelompok dengan paham yang berlawanan, pendapat yang berseberangan, dan orang-orang yang berselisih paham. Ada kelompok salafiyah (pro generasi salaf) yang setia memegang teguh tradisi para pendahulu mereka. Mereka mengikuti madzhab tertentu, memegang teguh kitab-kitab mu’tabaroh yang beredar luas di tengah masyarakat, mencintai ahlul bait, para wali dan orang-orang shalih, mengharap berkah melalui mereka, baik semasa hidup maupun setelah mereka meninggal dunia, berziarah kubur, men-talqin mayit, bersedekah untuk orang yang sudah meninggal dunia, meyakini adanya syafaat, mengakui adanya manfaat doa dan tawassul, dan lain-lain.

Ada kelompok yang mengikuti pendapat Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang mengadopsi sebagian bid’ah yang dibuat oleh Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdi, Ahmad Ibnu Taimiyah dan kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Ibnu Abdul Hadi. Mereka mengharamkan apa yang disepakati oleh kaum muslimin sebagai sesuatu yang dianjurkan (mandub), yaitu berziarah ke makam Rasulullah SAW. Kelompok ini berseberangan dengan kaum muslimin lainnya tentang masalah tersebut dan beberapa masalah lainnya. Dalam fatwa-fatwanya Ibnu Taimiyah mengatakan:

Apabila seseorang pergi dengan keyakinan bahwa berziarah ke makam Nabi SAW itu adalah ibadah, maka kepergiannya itu diharamkan menurut ijma’ kaum muslimin. Jadi, pengharaman itu termasuk perkara yang qoth’iy (absolut)”

Al Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al Hanafi al Muthi’iy dalam risalahnya yang berjudul Tathhir al Fuad Min Danas al I’tiqad mengatakan:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kelompok ini telah banyak merasuki kaum muslimin di masa lalu dan di masa kini. Mereka telah menodai dan merusak citra kaum muslimin. Mereka adalah organ rusak yang harus diamputasi agar tidak menjalar ke organ-organ lainnya. Kelompok ini seperti orang sakit lepra yang harus dihindari. Mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama. Mereka suka mencela para ulama di masa lalu dan di masa kini. Mereka mengatakan bahwa para ulama itu tidak ma’shum (terpelihara dari kekeliruan), dan oleh sebab itu kita tidak sepatutnya bertaklid kepada mereka. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara ulama yang telah wafat dan ulama yang masih hidup. Mereka menjatuhkan martabat para ulama dan melontarkan beragam syubuhat (tuduhan-tuduhan yang membingungkan) kepada para ulama tersebut. Kelompok ini juga menaburkan syubuhat ke dalam mata orang-orang yang lemah (awam) agar mereka tidak bisa melihat kekurangan mereka. Hal itu mereka lakukan untuk menyemai benih-benih permusuhan dan kebencian di antara mereka. Mereka berusaha menciptakan iklim yang tidak kondusif dan menebar kerusakan di muka bumi. Mereka berdusta atas nama Allah I secara sengaja. Mereka mengklaim bahwa mereka melakukan amar makruf dan nahi munkar, menganjurkan manusia mengikuti agama dan menjauhi bid’ah, tetapi Allah I menyaksikan bahwa mereka itu benar-benar berdusta.”

Menurut hemat saya (Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari), maksudnya barangkali ialah bahwa mereka itulah pelaku bid’ah dan penganut hawa nafsu yang sebenarnya. Al Qodli Iyadl dalam kitab Asy-Syifaa mengatakan:

Sebagian besar aksi mereka merusak agama, tetapi terekadang juga merusak urusan dunia. Sebab, mereka suka menebarkan benih-benih permusuhan di antara sesama muslim dalam urusan agama yang berimbas kepada urusan dunia mereka.”

Al Allamah Mulla Ali al Qori dalam kitab syarahnya mengatakan:

Allah SAW. telah mengharamkan khamer dan judi dengan illat (alasan) ini. Sebagaimana firman Allah:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ

“Sesungguhnya setan itu ingin memicu permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui khamer dan judi.” (QS. Al-Maidah:91).

Ada kelompok rafidlah (syi’ah garis keras) yang suka mencaci-maki Sayyidina Abu Bakar dan Umar bin Khaththab, membenci para sahabat, dan berlebih-lebihan dalam mencintai Sayyidina Ali dan ahlul bait. Mudahan-mudahan Allah SWT berkenan meridhoi mereka semua. Sayyid Muhammad dalam Syarah al Qomus mengatakan:

Sebagian dari mereka naik tingkat kafir dan zindiq. Mudah-mudahan Allah  SWT berkenan melindungi kita dan segenap umat Islam dari kelompok ini.”

Al-Qodli Iyadl dalam kitab Asy-Syifaa mengatakan:

Abdullah bin Mughaffal t meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

اللهَ اللهَ فِي أَصْحَابِي لاَ تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا مِنْ بَعْدِي ، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ ، فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ وَ مَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ ، وَ مَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذانِي وَ مَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللهَ وَ مَنْ آذَى اللهَ يُوْشِكُ أَنْ يَأْخَذَهُ.

‘Takutlah kamu kepada Allah, takutlah kamu kepada Allah, dalam bersikap kepada sahabat-sahabatku. Janganlah kamu jadikan mereka sebagai sasaran (kebencianmu) sepeninggalku. Barangsiapa yang mencintai mereka, maka karena kecintaannya kepadaku lah dia mencintai mereka. Dan barangsiapa yang membenci mereka, maka karena kebenciannya kepadaku lah dia membenci mereka. Barangsiapa yang menyakiti mereka, dia telah menyakitiku. Barangispa yang menyakitiku, dia telah menyakiti Allah. Dan barangsiapa yang menyakiti Allah, niscaya tidak lama lagi Dia akan mengambilnya’.

Rasulullah SAW juga bersabda:

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي ، فَمَنْ سَبَّهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلا عَدْلاً.

‘Janganlah kamu mencaci-maki sahabat-sahabatku. Barangsiapa yang mencaci-maki mereka, dia akan mendapatkan laknat Allah, para malaikat dan seluruh umat manusia. Allah tidak akan menerima penukaran maupun pengalihan darinya’.

Rasulullah SAW juga bersabda:

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي ، فَإِنَّهُ يَجِيءُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ يَسُبُّوْنَ أَصْحَابي . فَلا تُصَلُّوا عَلَيْهِمْ وَلاَ تُصَلُّوا مَعَهُمْ  ولا تُناكِحُوهُمْ وَلا تُجَالِسُوهُمْ وَإِنْ مَرِضُوا فلا تَعُودُوهُمْ.

‘Janganlah kamu mencaci-maki sahabat-sahabatku. Sesungguhnya pada akhir zaman nanti akan datang suatu kaum yang suka mencaci-maki sahabat-sahabatku. Maka janganlah kamu menshalati (jenazah) mereka, janganlah kamu menunaikan shalat bersama mereka, janganlah kamu mengadakan hubungan pernikahan dengan mereka, janganlah kamu duduk bersama mereka, dan jika mereka sakit janganlah kamu menjenguk mereka’.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadis lain:

مَنْ سَبَّ أَصْحَابِي فَاضْربُوهُ .

‘Barangsiapa yang mencaci-maki sahabat-sahabatku, maka pukullah dia’.

Nabi SAW telah memberitahukan bahwa mencaci-maki dan menyakiti para sahabat berarti menyakiti beliau. Dan menyakiti Nabi SAW adalah haram. Maka beliau bersabda:

لا تُؤْذُونِي فِي أَصْحَابِي ، وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي.

‘Janganlah kamu menyakitiku melalui sahabat-sahabatku. Dan barangsiapa yang menyakiti mereka, dia benar-benar telah menyakitiku’.

Beliau juga pernah bersabda:

لا تُؤْذُونِي فِي عَائِشَةَ.

‘Janganlah kamu menyakitiku melalui Aisyah’.

Dan dalam konteks Fatimah,  beliau bersabda:

بَضْعَةٌ مِنِّى يُؤْذِينِى مَا آذَاهَا.

‘(Dia adalah) bagian dariku. Apa yang menyakitinya juga menyakitiku’.”

Ada juga kelompok ibahi (permisif) yang mengatakan bahwa apabila seorang hamba telah sampai kepada puncak rasa cintanya (kepada Allah), dan hatinya telah suci, serta terbersihkan dari sifat lupa, dan dia telah memilih iman daripada kekufuran, maka gugurlah ia dari tuntutan perintah dan larangan. Allah tidak akan memasukkannya ke neraka karena melakukan dosa-dosa besar. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa orang tersebut akan terbebas dari kewajiban melaksanakan ibadah-ibadah lahiriyah, dan ibadahnya hanyalah bertafakkur dan memperbaiki akhlak batiniyah. Sayyid Muhammad dalam Syarah Ihyak mengatakan:

“Paham ini adalah kafir, zindiq dan sesat. Namun kelompok ibahi itu telah ada sejak zaman dahulu. Mereka adalah kumpulan orang-orang bodoh dan sesat. Mereka tidak memiliki pemimpin yang menguasai ilmu syariah (agama) dengan semestinya.

Sebagian dari mereka mengatakan bahwa roh mengalami reinkarnasi dan terus-menerus berpindah antar jasad, keluar dari satu badan ke badan yang lain, baik yang sejenis maupun berlainan jenis. Mereka beranggapan bahwa roh itu akan mendapatkan siksaan atau kenikmatan sesuai dengan tingkat bersih dan kotornya roh tersebut. Asy-Syihab Al-Khafaji dalam syarahnya atas kitab Asy-Syifaa mengatakan:

Mereka telah dikafirkan oleh ahli syariat, karena anggapan semacam itu mengandung unsur pendustaan kepada Allah, rasulNya dan kitab-kitab suciNya.”

Sebagian dari mereka memiliki konsep hulul (tuhan bersemayam dalam diri manusia) dan ittihad (tuhan bersatu dengan manusia). Mereka adalah penganut tasawuf yang jahil. Mereka mengatakan bahwa Allah adalah wujud yang mutlak, dan yang lain tidak bisa disebut wujud sama sekali. Bahkan mereka mengatakan bahwa manusia itu diwujudkan. Artinya manusia memiliki hubungan dengan wujud yang mutlak, yaitu Allah SWT. Al Alamah al Amir dalam Hasyiyah Abdussalam mengatakan:

Paham itu adalah kekufuran yang sharih (nyata). Tidak ada istilah hulul maupun ittihad. Jika hal semacam itu terjadi pada seorang wali besar, maka harus ditakwil dengan makna yang sesuai. Sebagaimana yang terjadi pada salah satu wali besar dalam masalah wihdatul wujud. Seperti ucapan seorang wali: ‘Di dalam jubah ini tidak ada apa-apa selain Allah’. Maksudnya ialah apa saja yang ada di dalam jubah ini bahkan di dalam jagat raya ini tidak memiliki wujud (eksistensi) kecuali dengan izin Allah SWT.”

Dan di dalam Lawaih al Anwar dia mengatakan:

Salah satu kesempurnaan makrifat (mengenal Allah I) ialah menyaksikan hamba terhadap Tuhannya. Dan setiap orang makrifat yang menafikan penyaksian hamba pada waktu tertentu, ia bukanlah orang yang benar-benar makrifat. Pada waktu itu ia hanyalah orang yang memiliki hal (keadaan). Dan orang yang memiliki hal adalah orang sakran (mabuk) yang tidak memiliki eksistensi.

Dari apa yang disebutkan di atas nampak jelas bahwa yang dimaksud dengan wihdatul wujud dan ittihad ialah pendapat sekelompok orang yang tidak bisa dipahami secara zhahir. Jika para penyembah berhala mengatakan: ‘Kami tidak menyembah berhala-berhala itu kecuali supaya berhala tersebut mendekatkan kami kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya’, dan tidak mengatakan: ‘Berhala-berhala itu adalah Allah’, bagaimana mungkin hal itu disangkakan kepada orang-orang yang makrifat? Yang dimaksud tidak lain hanyalah apa yang dikatakan oleh seorang arif (orang yang makrifat) berikut ini:

وَعِلْمُكَ أَنَّ كُلَّ الأَمْرِ أَمْرِي    هُوَ الْمَعْنَى الْمُسَمَّى بِاتِّحَادِ

Pengetahuanmu bahwa semua urusan adalah urusanku

Itulah makna yang disebut dengan ittihad.

Dan setiap muslim harus memiliki bagian dari maqom (posisi) ini, meskipun kadarnya berbeda-beda.

Saya sengaja berbicara panjang lebar tentang kelompok ini semata-mata karena potensi bahaya mereka terhadap umat Islam jauh lebih besar daripada potensi bahaya seluruh orang kafir dan ahli bid’ah lainnya. Sebab, banyak orang yang mengagungkan mereka dan mau mendengarkan kata-kata mereka. Padahal mereka tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pola-pola kalimat dalam bahasa Arab. Al Ashmu’iy meriwayatkan dari al Kholil bahwasanya Abu Amr bin Alaa’ pernah berkata:

Di Iraq, mayoritas orang menjadi zindiq disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mereka tentang Bahasa Arab. Dan karena keyakinannya tentang konsep hulul dan ittihad itu mereka menjadi kafir.”

Al Qodli Iyadl dalam kitab Asy-Syifaa mengatakan:

“Sesungguhnya setiap pernyataan yang secara tegas (eksplisit) menafikan rububiyah (ketuhanan Allah I), mengingkari wahdaniyah (keesaan Allah I), mengakui penyembahan kepada selain Allah SWT atau bersama Allah SWT adalah kufur. Seperti pernyataan kelompok Dahriyah, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik yang menyembah berhala, malaikat, setan, matahari, bintang-bintang, api atau seseorang selain Allah.

Begitu juga penyataan orang-orang yang meyakini adanya hulul dan tanasukh (reinkarnasi) dan pernyataan orang yang mengakui ketuhanan dan keesaan Allah, tetapi dia meyakini bahwa Allah tidak hidup atau tidak qodim (ada dengan sendirinya). Atau dia meyakini bahwa Allah diciptakan atau dibentuk, mengklaim bahwa Allah mempunyai anak atau istri, meyakini bahwa Allah dilahirkan atau diadakan oleh sesuatu, meyakini bahwa di zaman azali dahulu ada sesuatu lain yang menyertai Allah, meyakini bahwasanya ada pihak lain selain Allah yang menjadi pencipta dan pengatur alam semesta. Semua pernyataan tersebut adalah kufur menurut ijma’ kaum muslimin.

Demikian pula kafir orang yang mengaku dapat duduk bersama Allah, naik ke tempat-Nya, dapat berbicara dengan-Nya, atau meyakini bahwa Allah dapat merasuk ke dalam diri seseorang. Seperti yang dikatakan oleh sebagian penganut ajaran tasawuf, aliran kebatinan dan kaum Nasrani. Kami juga menjatuhkan vonis kafir kepada orang yang berpendapat bahwa alam semesta ini qodim (ada dengan sendirinya) atau kekal, meyakini bahwa ruh dapat melakukan reinkarnasi dan berpindah-pindah dari satu tubuh ke tubuh lainnya secara terus-menerus, berpendapat bahwa siksaan dan kenikmatan yang diperoleh oleh ruh itu berdasarkan kadar bersih dan kotornya ruh tersebut. Begitu juga orang yang mengakui ketuhanan dan keesaan Allah, tetapi tidak mengakui adanya nabi secara umum, tidak mengakui kenabian Muhammad SAW, atau tidak mengakui nabi tertentu yang telah dinyatakan secara tegas oleh Allah, setelah ia mengetahuinya.

Tidak diragukan lagi bahwa orang semacam itu adalah kafir. Begitu juga orang yang mengatakan bahwa Nabi kita bukanlah orang yang berasal Mekkah dan Hijaz, mengklaim ada nabi lain bersama Nabi Muhammad SAW., meyakini ada nabi lain sesudahnya, atau mengaku bahwa dirinya adalah nabi.

Kafir juga pengamal tasawuf ekstrem yang mengaku mendapat wahyu, meskipun tidak mengaku menjadi nabi. Dalam kitab al Anwar dikatakan:

“Vonis kafir dapat dijatuhkan kepada setiap orang yang mengemukakan pendapat yang berpotensi menyesatkan umat dan mengkafirkan sahabat, dan kepada setiap orang yang melakukan sesuatu yang hanya dilakukan oleh orang kafir, seperti bersujud kepada salib atau api, pergi ke gereja bersama jemaatnya dengan memakai kostum yang sama dengan mereka, seperti sabuk ala kristen dan lain-lain. Begitu juga orang yang tidak mengakui keberadaan kota Mekkah, Ka’bah atau Masjidil Haram, jika ia termasuk orang yang diduga mengetahui hal itu dan termasuk orang yang bergaul dengan kaum muslimin.


*Disarikan dari terjemahan kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari