ilustrasi: perempuan belajar

Oleh: Faaizah Iltizamul Khoiriyyah*

Namaku Aiza Fatiya, biasa dipanggil Aiza. Lahir di Jayapura, 4 Juni 2006. Aku dan keluarga pindah ke Jawa pada tahun 2015. Sejak kecil aku sudah mempelajari buku ummi jilid 1 hingga 6 dan orangtua ku menyuruhku menghafal Juz 30. Aku bersyukur kepada orangtuaku yang sangat memahami agama sehingga aku sangat dijaga oleh mereka.

Saat lulus SD, aku meminta orangtuaku untuk memondokan ku di tempat yang jauh, tapi Abiku tidak menyetujuinya dengan alasan belum bisa melepaskan ku sendiri. Karena aku suka kabur dari rumah jadi Abi takut kalau aku akan melakukan hal yang sama, padahal aku sudah berusaha meyakinkan orangtua ku supaya mempercayaiku, tapi mereka belum bisa melepaskan aku. Terpaksa aku di sekolahkan di tempat yang tidak jauh dari rumah.

SMPIT NURUL IZZAH, didirikan pada tahun 2018. Jadi aku dan teman-teman menjadi angkatan pertama. Perjalanan  yang sangat mengenaskan karena banyak kisah senang dan sedih. Walau banyak masalah yang ku alami di sekolah ini, aku tetap menjalani dengan ikhlas. Karena sekolah ini mengajarkan ku tentang adab dan kisah teladan sahabat Nabi.

Sekolah ini sangat mengajarkan ku banyak hal, seperti teknologi komputer dan Matematika. Semasa aku di SD, aku sangat tidak suka dengan pelajaran Matematika yang berhubungan dengan hitung-hitungan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Saat aku mengenal seseorang yang sangat pintar Matematika dan selalu berpikir dengan logika atau nalar, aku menjadi tertarik dan kagum sama beliau. Ustadz Choirul Anam, Ustadz yang ku kagumi dan beliau yang mengajarkan ku di pelajaran Matematika sehingga aku sangat mencintai pelajaran itu.

Saat lulus dari SMP, aku meminta ke orangtua untuk dipondokkan. Tidak tau mengapa aku sangat ingin mondok. Dan Umi mendapatkan informasi pondok dari sahabatnya di Mojokerto. Umi mendaftarkan aku di pondok tersebut. Suatu hari, Umi mengajakku untuk pergi tes di pondok tersebut. Aku berangkat bersama keluarga kecuali adek perempuanku.

Beberapa hari setelah tes, aku sedang bermain handphone nya Umi di kamar. Tiba-tiba ada pesan masuk di whastapp, aku pun melihatnya. Ternyata itu pesan dari pondok, aku loncat kegirangan saat membaca pesan itu.

“Umi, aku diterima mi…” hebohku sambil menunjukan pesan itu kepada Umi.

Alhamdulillah…” Umi turut bahagia melihatnya.

Hari yang ku tunggu pun tiba, aku berangkat ke Mojokerto dengan keluarga. Sesampainya di pondok, aku melihat sekitar, di lingkungan yang baru bagi ku. Setelah Umi menyelesaikan urusan dengan ustadzah, Umi dan Abi pulang. Saat aku di tinggal oleh mereka, aku duduk di kamar yang sudah di sediakan oleh pondok.

Aku melihat sekitar dan santri lama yang sangat berisik. Beberapa santri mampir ke kamarku untuk perkenalan, tapi aku hanya menjawab singkat. Dan aku di sebut pendiam oleh mereka. Selama 1 bulan di pondok, aku masih belum bisa beradaptasi dan masih pendiam, kecuali sama angkatanku.

Empat bulan aku menjadi santri Binadzor, setelah bacaan Al-Qur’an ku bagus ustadzah tahfidz memasukkan ku ke kelas tahfidz dan boleh memulai ziyadah. Aku ditarget untuk menghafal 1 halaman sehari. Suatu hari aku pernah mencoba setoran 2 hamalan sehari, tapi aku di marahi sama ustadzah tahfidz ku karena nilaiku jelek. Akhirnya, aku setoran 1 halaman setiap hari.

Tahun ke dua aku disini, Abi Kyai membuat target baru dan seluruh santri harus memenuhinya. Awalnya santri merasa keberatan dengan target 2 halaman sehari. Berjalannya waktu mereka terbiasa dengan target 2 halaman. Aku merasa bersyukur dengan target yang baru karena aku bisa cepat menyelesaikan Al-Qur’an ku.

Suatu hari aku mencoba untuk 4 halaman satu hari. Dan aku sanggup hafal 4 halaman sehari, tapi ujian kenaikan juz ku berantakan karena tidak bisa membagi waktu untuk persiapan. Seseorang berkata padaku.

“Za … kapan kamu ujian kenaikan juz gak dapat maqbul? Kamu gak capek ta dapet maqbul terus? Kalau kayak gini kasihan hafalan mu sebelumnya…” dia menceramahiku dan menasihatiku.

Awalnya aku tidak peduli dengan perkataannya dan saat itu perkataannya ku masukkan ke dalam hati sehingga membuat aku down dan semangatku hilang. Selama 2 bulan aku tidak memenuhi target dan berjalan mengikuti arus air, seperti tidak memiliki tujuan hidup. Setelah itu, aku sadar, kalau aku seperti ini terus-menerus, aku tidak akan bisa mencapai impianku yang lain.

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengubah diriku seperti dulu. Aku membuat target pribadi, di tahun 2024 bulan Maret aku harus menyelesaikan Al-Qur’an 30 juz. Aku memulai dari awal dan membakar semangat ku untuk cepat khatam.

Sebelum aku balik pondok, aku memberi pesan ke orang yang ku cintai selama 10 tahun. Aku minta di do’a kan olehnya, supaya hafalan ku lancar dan dimudahkan segala urusan ku. Dan di selalu membalasnya.

“Iya…aku akan selalu mendoakanmu,” dan itu membuatku berdebar saat membacanya.

Hamdan Fahad Ataqi, lelaki yang ku cintai selama 10 tahun, tapi aku baru menyadari perasaan ku saat kelas 10 SMA. Aku tidak tau kenapa aku bisa suka sama dia, padahal aku jarang bertemu dengannya dan tidak pernah bertegur sapa, tapi perasaan ini terus menerus bertambah seolah-olah aku merasa dia juga mencintaiku.

Hari demi hari ku jalani dengan happy. Dan hampir setiap hari aku berhalu dilamar olehnya, dan membuat semangat ku bertambah. Setiap aku merasa lelah atau capek mengaji, aku melihat kalender target ku dan berkata pada diriku sendiri.

“Za, ayo sedikit lagi. Jangan nyerah dong, kamu sudah berjuang sejauh ini. Teruskan hingga kamu berhasil membuat orangtuamu menangis bahagia.” Kata-kata yang ku tuliskan di buku tentang motivasi untuk diri sendiri, ku baca lagi saat aku merasa lelah supaya semangatku tidak pudar.

“Terima kasih ya Allah yang telah memberiku kemudahan dalam menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an Mu, dan Engkau yang maha penolong, yang selalu menolong ku, saat aku dalam kesulitan menghafal.

Dan aku tidak akan bisa menjadi seperti ini kalau Engkau tidak menolongku. Aku telah berjuang sejauh ini untuk mendapat Surga Engkau ya Allah… ku mohon jangan Engkau tinggalkan aku sendirian, jangan masukan aku ke jalan yang sesat.

Ingatkan lah aku kalau aku berbuat maksiat.” Ucapan terimakasih ku kepada tuhanku Allah. Aiza Fatiya yang masih berjuang dijalan Allah hingga saat ini, demi mendapatkan Surga Allah dan di jauhkan dari godaan dajjal suatu saat nanti.

*Santriwati Pondok Pesantren Ma’had Tahfidz Raudhatul Mojokerto.