Ada cerita menarik dari salah satu putra Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, yaitu KH. Abdul Karim Hasyim. Saat Gus Karim, panggilan akrab Kiai Karim, yang kala itu masih kanak-kanak dititipkan oleh Kiai Hasyim kepada Kiai Nawawi, Pangasuh Pesantren Kajen, agar dapat belajar kepada kiai-kiai Kajen, Pati. Cerita ini dituturkan oleh cucu Kiai Nawawi, KH. Muadz bin Thohir bin Nawawi.

Baru tujuh hari tinggal di rumah Kiai Nawawi, Gus Karim pamit pulang meninggalkan pondok atau dalam dunia pesantren lebih masyhur disebut dengan istilah boyong. “Ngaji saya sudah khatam. Katanya sudah boleh pulang,” pamit Gus Karim kecil kepada Kiai Nawawi.

Sontak Kiai Nawawi jadi bingung. Bagaimana tidak. Kiai Nawawi merasa belum mulai mengajar Gus Karim sama sekali dan sepengetahuannya Gus Karim juga belum ikut mengaji kepada kiai Kajen lainnya.

Awakmu (kamu) ngaji apa, Gus?,” Kiai Nawawi bertanya.

Jurumiyyah (kitab tentang tata Bahasa Arab dasar),” jawab Gus Karim kecil.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Yang mengajar siapa?”

“Tidak tahu, orang tua,” Gus Karim menggambarkan guru yang mengajarnya.

Kiai Nawawi manggut-manggut, menyembunyikan rasa kagetnya. Maka, Gus Karim pun dilepas kembali ke Tebuireng. Melihat putranya dipulangkan, Kiai Hasyim jadi kaget, bagaimana mungkin putranya bisa seminggu nyantri kok sudah diboyong. Beberapa waktu kemudian, Kiai Hasyim tiba-tiba datang ke Kajen, membuat kelabakan semua orang. Kiai Nawawi lah yang dituju.

“Kenapa anakku kau pulangkan, Kang? Padahal dulu Thohir (putra Kiai Nawawi kau titipkan kepadaku juga ku terima,” tanya Kiai Hasyim yang sepertinya juga penuh tanda tanya.

Melihat sahabatnya itu datang dengan seperti itu, Kiai Nawawi jadi tidak enak hati. Mengingat, putranya, Gus Thohir, dulu diterima dengan baik oleh Kiai Hasyim untuk nyantri di Tebuireng.

“Bukannya saya pulangkan, Kiai, tapi sepertinya Gus Karim itu sudah cukup ngajinya,” jawab Kiai Nawawi.

Lho. Cuma seminggu itu memangnya kau ajari apa?,” Kiai Hasyim makin penasaran.

“Bukan saya yang ngajar, Kiai”.

Lha siapa?”

Mbah Mutamakkin,”

Mbah Mutamakkin sendiri merpupakan pendiri Pesantren Kajen Pati. Yang membuat Kiai Hasyim heran, Mbah Mutamakkin sudah wafat sejak pertengahan abad 17. Sekarang makamnya berada di depan Perguruan Islam Mathaliul Falah, di desa Kajen Kecamatan Margoyoso Pati Jawa Tengah. Akhirnya, setelah mendengar jawaban itu, Kiai Hasyim kembali ke Tebuireng dan tidak mengirimkan Karim kecilnya ke Kajen lagi, karena sudah hafal Jurumiyah.


*Disarikan dari buku “Kiai Sastrawan yang Tidak Dikenal, Biografi Almarhum KH. Abdul Karim Hasyim” yang diterbitkan Pustaka Tebuireng.