Perpecahan seringkali menguras energi dan waktu. Amat bahaya jika sebuah perpecahan tak disudahi. Kalaupun menang menimbulkan ketidakpuasan. Kalaupun kalah akan terus mengibarkan bendera ketidakpercayaan. Duduk bersama dan meninggalkan rasa keegoisan masing-masing sepertinya kini menjadi barang mahal. Saling ketidakpercayaan lantas terjadi antar sesamanya. Tentunya, amat membahayakan semuanya, bukan? Kekuasaan, kekaayaan, populeritas, dan lain sebagainya merupakan titipan Tuhan yang sewaktu-waktu bisa dicabut kapan saja. Terbukti, sudah sedari dulu perpecahan hanya membawa ke arah keburukan dan kemunduran.
Jauh-jauh hari, Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari memberikan nasehat bijaknya kepada para pengikutnya, civitas pesantren, utamanya masyarakat Indonesia. Tepatnya, saat menyambut proklamasi 17 Agustus 1945. “Kami Ingatkan saudara-saudara sekalian akan kata-kata Sayyidinia Ali Karromallahu wajhahu; Innallaha lam yu’ti ahadan bil firqati khoiron laa minal akhirin.” Allah tidak akan pernah memberikan keuntungan dan kemuliaan kepada siapapun melalui perpecahan, tidak kepada umat terdahulu maupun kepada generasi yang terakhir.
Betapa nasehat beliau ini, kini masih relevan untuk diamalkan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Rasa ketidakpuasan selalu muncul dalam diri manusia. Rasa ingin menang-menangan dan merasa paling suprioritas seakan sering muncul. Jika itu terus di pelihara, sudah pasti umat Islam Indonesia kedepan susah di satukan.(Ahmad Faozan/ disarikan dari: Buku “Kiyai Haji Hasyim Asy’ari”, karya Heru Soekardi, cet. Department Pendidikan Dan Kebudayaan, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Inventaris dan Dokumentasi 1977/1920)