Ilustrasi

Oleh: Moehammad Nurjani

Setelah berjumpa dengan bulan Dzulhijjah, di mana terjadi peristiwa bersejarah (penyembelihan Nabi Ismail). Maka kita akan bertemu dengan bulan mulia berikutnya, yakni bulan Muharam. Orang Jawa mengistilahkannya dengan sebutan “Suro”.

Berbicara tentang bulan Suro, tak akan lepas dari peristiwa-peristiwa bersejarah, terkhususnya pada tanggal 10 Muharam. Konon, orang Jawa menyebut tanggal 10 Muharam sebagai tanggal yang keramat. Kebanyakan dari mereka melakukan ritual-ritual unik, seperti: memandikan keris, memberikan sesajen di pohon beringin dan masih banyak lagi.

Bulan Muharam merupakan bulan yang memiliki peristiwa penting bagi para Nabi, seperti; diciptakannya Nabi Adam As, berlabuhnya bahtera Nabi Nuh As, selamatnya Nabi Ibrahim As dari kobaran api, dan sebagainya. Kaum Yahudi juga melakukan ritual puasa pada tanggal tersebut sebagai bentuk rasa syukur mereka atas selamatnya Nabi Musa As dari kejaran Firaun. Namun, perlu diketahui sebetulnya pada tanggal 10 Muharam terdapat salah satu peristiwa yang jarang diketahui oleh khalayak manusia.

Jika mereka mengatakan tanggal 10 Muharam adalah tanggal keramat, maka hal itu tidak berlaku bagi Sayidina Husain (cucu Nabi) yang terbunuh di Karbala. Karena pada hari Jumat, tanggal 10 Muharam 61H merupakan hari kewafatan beliau dengan kondisi -kepala beliau- terpenggal oleh penghianat Kuffah, pasukan Yazid bin Muawiyyah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Konon, saat kepala beliau terpenggal terdapat salah satu pasukan Yazid yang menendang kepala beliau, lalu menusukkannya ke ujung tombak serta diarak ramai-ramai sebagai rasa bahagia mereka, yang berhasil memenggal kepala Sayidina Husain.

Sangat tragis.

Aliran Syi’ah memperingati peristiwa tersebut dengan “Hari Karbala”. Maka, setiap tanggal 10 Muharam mereka melakukan ritual melukai tubuh mereka sendiri sebagai bentuk penyesalan mereka yang telah membuat Beliau syahid. Pada awalnya, ritual ini diawali oleh masyarakat Kuffah, Irak. Di mana mereka menyesali telah berhianat dan membuat beliau syahid dalam keadaan terpenggal. Untuk menebus kesalahan mereka, mereka rela melukai tubuh mereka sendiri sebagai bentuk penyesalan atas perbuatannya.

Bagi Sayidina Husain, tanggal 10 Muharam 61H bukanlah tanggal dengan momentum yang menyedihkan apalagi menakutkan. Melainkan, waktu tersebut merupakan tanggal yang indah, tanggal yang penuh dengan kebahagiaan dan kejutan. Karena, ia akan segera bertemu dengan Dzat yang Maha Mencinta.

Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim As, ketika nyawanya hendak diambil oleh malaikat Izrail. “Wahai Ibrahim, kini sudah tiba saatnya bagimu untuk meninggalkan dunia yang fana.” Lalu, Nabi Ibrahim menjawab, “Wahai Izrail, apakah seorang kekasih tega melihat seseorang yang dikasihi kesakitan karena dicabut nyawanya?” Izrail pun kebingungan.

Lantas, Izrail pun pergi ila rabbihi al-a’la  untuk menghadap Tuhan dan melaporkan kejadian tersebut. Lalu Tuhan pun berkata padanya “Wahai Izrail, katakan padanya apakah seorang pecinta tidak ingin menghadap kepada Dzat yang Maha Mencinta?” Izrail pun hanya bergumam, dan menyampaikan pesan tersebut kepada Nabi Ibrahim As. “Wahai Izrail, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan padamu.” ucap Nabi Ibrahim As penuh kemantapan.

 Mengutip kalam Jhonny Deep “Ada empat pertanyaan dalam hidup: Hal apa yang paling suci? Dari apa sebuah jiwa lahir? Untuk apa hidup ini benar-benar berarti? Dan untuk apa mati benar-benar berarti? Dan semua jawaban untuk pertanyaan, adalah sama: Cinta.”


*Mahad Aly Pondok Pesantren An-Nur II Al-Murtadlo