Setiap detik, mereka terperangkap dalam aliran notifikasi media sosial yang tiada henti, video-video singkat yang terus berputar tanpa makna mendalam, dan percakapan instan yang datang dan pergi begitu cepat, tanpa memberikan ruang bagi refleksi atau pemikiran yang lebih dalam.
Teknologi memang bagian angin segar bagi manusia di era yang serba cepat dan berkembang ini, namun tidak semua hal bisa diselesaikan dengan teknologi, salah satunya adalah urusan pembentukan karakter, menciptakan ketenangan, kesejahteraan, dan keselamatan anak-anak bangsa. Walau demikian ada sisi positif yang tidak bisa kita pungkiri…
Di tengah derasnya arus perkembangan teknologi, peran saya sebagai seorang ibu di sebuah kota kecil di Jawa Timur, sedang berjuang dengan cara yang tak tampak oleh banyak orang. Saya tidak hanya berperang untuk memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan yang baik, tetapi juga untuk melindungi mereka dari bahaya yang datang bersama penggunaan teknologi secara berlebihan.
Sebagai ibu dengan tiga anak yang berusia antara 3.5 tahun hingga 12 tahun, sejak mereka mulai mengenal gadget dan internet, saya merasa ada yang berubah dalam perilaku anak-anak, tentu tidak seperti habit yang dibentuk dalam keluarga kecil kami. Anak yang semula ceria dan aktif kini lebih sering tenggelam dalam dunia layar. Di situlah saya menyadari, semakin sering mereka bermain dengan gadget, semakin sulit mereka berkonsentrasi, dan mereka menjadi mudah marah ketika diminta untuk berhenti, bahkan saat waktu ibadah, belajar atau sekadar untuk nyahut saat saya panggil.
Dalam kondisi ini saya yakin, saya bukanlah satu-satunya orang tua yang merasa khawatir. Atas fenomena penggunaan teknologi yang berlebihan di kalangan anak-anak memang semakin meningkat, dan dampaknya pun mulai terasa. Seiring dengan meningkatnya waktu yang dihabiskan di depan layar, berbagai dampak negatif mulai terlihat. Penurunan kualitas tidur adalah salah satu dampak yang paling umum.
Baca Juga: Menyikapi Perubahan Era dan Antisipasi Brain Rot Generasi Muda
Lebih jauh lagi, penggunaan media sosial yang tak terkontrol juga berpotensi membawa anak-anak pada masalah psikologis. Di banyak kasus, paparan terhadap media sosial memperburuk rasa percaya diri mereka, membuat mereka membandingkan diri dengan standar kemapanan atau keberhasilan yang sering kali tidak realistis. Tiba-tiba malu mengakui keadaan keluarga, flexing dan hal lain yang mereka dapatkan di media yang mereka ikuti.
Melihat hal ini, saya memutuskan untuk mengambil tindakan tegas. Saya tahu ini bukan hanya masalah saya, tapi masalah seluruh dunia. Anak-anak kita sedang tumbuh di dunia digital yang sangat berbeda dari masa kecil saya. Sebagai seorang ibu, tentu saya merasa perlu untuk membatasi penggunaan teknologi di rumah dan mengajarkan anak-anaknya bagaimana cara menggunakan gadget secara bijak.
Langkah pertama yang diambil adalah menetapkan aturan yang jelas tentang penggunaan gadget di rumah. Anak-anak hanya diperbolehkan menggunakan perangkat elektronik setelah menyelesaikan tugas rumah dan kegiatan fisik. Saya ingin mereka lebih banyak bermain di luar, membaca buku, dan belajar hal-hal baru yang tidak bisa mereka dapatkan hanya dengan menonton video. Saya juga membatasi durasi penggunaan gadget, yakni hanya satu jam per hari, dan memastikan bahwa konten yang mereka akses aman dan bermanfaat.
Namun, perjuangan ini tentu tidak mudah. Tantangan utama datang dari teman-teman anak-anak atau lingkungan yang lebih sering bermain dengan gadget tanpa batasan waktu. Anak saya sering merasa kecewa dan cemas ketika tidak bisa bermain seperti teman-temannya. Mereka merasa ketinggalan zaman. Untuk mengatasi hal ini, saya mencoba mengajak anak-anak untuk beraktivitas bersama, seperti bermain, olahraga, berkebun, atau bahkan memasak bersama.
Saya mencoba untuk mendidik anak-anak tentang bahaya internet, terutama terkait dengan informasi yang tidak benar dan konten yang tidak pantas. Saya selalu bilang ke anak-anak, dunia maya itu seperti dunia nyata. Mereka harus berhati-hati, karena tidak semua yang ada di internet itu baik. Tidak lupa mengajarkan nilai-nilai privasi dan keamanan digital, serta pentingnya berpikir kritis terhadap apa yang mereka lihat atau baca di internet.
Upaya ini sejalan dengan temuan dari banyak penelitian yang menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dalam pengawasan penggunaan teknologi anak-anak sangat berpengaruh dalam mengurangi dampak negatifnya. Selain itu, saya mencoba aktif dalam komunitas orang tua di lingkungan sekolah anak-anak. Dengan ini bisa mengajak orang tua lainnya untuk berbagi pengalaman dan saling memberi dukungan.
Baca Juga: Benarkah Teknologi Penyebab Terkikisnya Moral Bangsa?
Namun, meski telah berusaha maksimal, tentu saya menyadari bahwa tantangan besar masih ada di depan mata. Teknologi terus berkembang, dan dunia digital semakin menguasai kehidupan anak-anak. Saya hanya bisa berharap anak-anak akan bisa menjadi pengguna teknologi yang bijak, yang tidak terjebak dalam dampak negatifnya.
Saya menyadari, di tengah gempuran teknologi yang semakin tak terbendung, peran orang tua menjadi kunci untuk memastikan bahwa teknologi digunakan secara positif dan tidak merusak masa depan anak. Dengan ketegasan, cinta, dan perhatian yang tulus, orang tua baik ibu atau ayah (keluarga) penting untuk sama-sama berusaha memberikan anak-anak masa depan yang lebih sehat dan penuh makna, jauh dari bahaya penggunaan teknologi yang berlebihan.
Penulis: Ummu Masrurah