Mengenal Tradisi Desa Gedangan Mulai Dari Peringatan Kematian Hingga Sogukan
Mengenal Tradisi Desa Gedangan Mulai Dari Peringatan Kematian Hingga Sogukan. Foto: Ist

Salah satu rahasia Tuhan yang masih menjadi misteri bagi hambanya adalah kematian, tak ada satu pun yang mengetahui waktunya kapan dan di mana. Setiap detik pasti ada nyawa manusia yang meninggal dari berbagai belahan dunia, baik di kota maupun di desa. Berbicara tentang desa, tentu setiap desa memiliki ciri khasnya masing-masing baik adat istiadat, tradisi, hingga kehidupan masyarakat atau penduduknya.

Seperti Indonesia yang terkenal dengan keindahan alamnya, penduduknya yang sangat ramah, lingkungan yang hangat, padat penduduk, saling tolong-menolong satu sama lain. Terutama jika di desa, rasa kekeluargaan masih sangat kental. Contoh kecil di desa Gedangan, sebuah desa yang terletak di bagian selatan Kabupaten Malang Jawa Timur jika ada warga yang meninggal dunia tetangga akan serentak membantunya dalam segala aspek. Berikut tradisi-tradisi yang berhasil dirangkum:

Peringatan 7 Hari Kematian

Peringatan 7 hari kematian ini dibantu oleh para tetangga sekitar untuk membantu pihak yang berduka mulai dari memasak nasi, lauk pauk selama 7 hari ke depan untuk disuguhkan kepada orang yang takziah dan yang mendoakan setiap harinya. Selain itu, mereka juga membantu dalam memandikan jenazah, mengafani hingga mengubur. Tradisi 7 hari tersebut melebihi acara orang yang mengadakan acara pernikahan yang 3-4 hari saja.

Tak hanya tetangga terdekat yang datang untuk mendoakan mayit, tapi warga dari RT sebelah pun ikut mendoakan bahkan angkanya fantastis. Pernah satu malam ada yang mencapai empat ratus orang yang datang untuk mendoakan, padahal si mayit bukanlah kiai, tokoh agama, atau orang terkemuka. Kalau orang biasa saja bisa tembus empat ratus orang apalagi kalangan kiai atau pemuka agama, jelas angkanya akan tembus lebih dari itu karena pastinya banyak umat yang berduka dan datang untuk mendoakan.

Begitu kentara rasa kekeluargaan di desa. Jika di tempat lain kemungkinan hanya satu RT saja dengan jumlah yang tidak sampai 100 orang, karena memang rasa kekeluargaan yang mulai terkikis. Bahkan besar kemungkinan mereka tidak mengenal tetangganya, jangankan tetangganya yang berjarak 5 rumah bisa jadi tetangga sebelahnya saja tidak mengenalnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Setiap hari kalian akan menemukan hal yang tidak ditemukan di tempat lain. Kerukunan para tetangga di desa tidak bisa diragukan lagi. Selain di atas, masih banyak hal lain seperti gotong- royong dalam pengecoran pembangunan rumah warga, masjid dan lain-lain. Padahal mereka tidak diundang untuk membantu tapi mereka datang dengan kemauan sendiri, terkadang mereka ikut membantu dengan sedekah berupa beras, gula, minyak, dan masih banyak lagi.

Sesajen Babat Alas

Selain 7 hari kematian, masih ada peringatan 1 tahunan, 2 tahunan dan puncaknya seribu hari. Ketika peringatan tersebut pihak keluarganya akan mengundang warga untuk mendoakan mayit dan pulangnya membawa nasi dan kue. Bagi warga yang masih mengikuti tradisi kejawen mereka akan mengadakan ritual dengan sesajen berupa nasi, lauk pauk, hal lain yang disukai mayit, dan membakar dupa.

Ada juga ritual kejawen yang masih dilakukan sebagian warga desa Gedangan yang masih lestari sampai sekarang. Pada waktu tertentu seperti 1 Syura mereka akan membawa sesajen berupa nasi, lauk pauk, kembang tujuh rupa, buah-buahan untuk disajikan kepada orang dahulu yang pertama kali menetap di daerah tersebut atau disebut dengan orang yang babat alas.

Sogukan

Masih membicarakan tentang kehidupan di desa. Ada sebuah sebutan dalam acara pernikahan yang dinamakan dengan sogukan yaitu orang yang mengadakan acara pernikahan akan diberi uang atau barang oleh para tamunya dengan jumlah yang sangat fantastis, sifatnya bukan hadiah untuk pengantin melainkan titipan.

Jumlah tersebut bisa mencapai jutaan rupiah dan sengaja para tamu tersebut menitipkan yang nantinya wajib dikembalikan oleh orang yang mengadakan pernikahan kepada pemiliknya ketika ada acara serupa sesuai dengan nominalnya. Dan parahnya jika tidak dikembalikan, orang yang menitipkan tadi akan secara langsung menagih kepada yang bersangkutan sekalipun itu di depan khalayak ramai, tak pandang bulu entah itu saudaranya atau bukan. Seperti hutang di debt collector jadinya.

Larung Ketupat

Makna dari larung adalah sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa. Larung ini mempunyai makna, jika dilihat dari segi budaya adalah uri-uri yang merupakan budaya Jawa. Leluhur kita itu tidak mau anak cucunya kelaparan. Dengan adanya kegiatan ini masyarakat bisa berjualan dan mencari nafkah untuk keluarganya.

Sesaji yang dilarung adalah hasil bumi. Di antaranya ketupat, ayam jago, dan buah-buahan. Setiap sesaji itu memiliki maknanya. Melarung ketupat di laut harapannya semua kesalahan umat manusia akan ikut terbawa arus dan menjauh dari warga, kalau buah-buahan maknanya adalah apa yang kita tanam di dunia akan dituai di kehidupan selanjutnya.


*Fitriatul Hasanah, Mahasiswi Komunikasi dan Alumni Pondok Pesantren Lirboyo