Rasulullah tidak puasa di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah
ilustrasi bulan dzulhijjah

Dalam kitab hadis Sahih Muslim ada sebuah riwayat dari salah satu istri nabi yaitu Aisyah, berikut hadisnya:

 عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا فِي الْعَشْرِ قَطُّ

dari ‘Aisyah, ia berkata, “Aku sama sekali belum pernah melihat Rasulullah berpuasa pada sepuluh hari (di awal Zulhijah).” (H.R. Imam Muslim, No. 2010)

Hadis di atas menginformasikan bahwa Nabi Muhammad shallalaahu ‘alaihi wasallam dalam sepengetahuan Aisyah tidak pernah melakukan puasa pada 10 hari awal di bulan Dzulhijjah.

Dalam kitab lain ada salah satu riwayat hadis yang seakan-akan berlawanan dengan hadis pertama yang ada di kitab sahih Muslim di atas, ini teks hadisnya:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ

dari sebagian istri Nabi , ia berkata, dahulu Rasulullah berpuasa pada tanggal sembilan bulan Dzulhijjah, pada Hari ‘Asyura`, dan tiga hari dari setiap bulan pada hari senin atau kamis pertamanya. (H.R. Abu Dawud, No. 2081, Imam Nasa’i, No .2332 & 2374)

Di hadis kedua pemahaman singkat yang bisa diambil ialah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan puasa di tanggal 9 Dzulhijjah dan puasa sunnah lainnya, jika dilihat ada kontradiksi antara riwayat hadis pertama yang diriwayatkan Aisyah dan hadis kedua yang diriwayatkan dari sebagian istri nabi lainnya.

Fokus kedua hadis tersebut adalah pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah, kedua hadis tersebut sangatlah bertentangan pemahamannya karena yang satu seakan-akan melarang puasa dan satu lainnya memperbolehkan. Memang 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah sangatlah banyak keutamaannya dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah bersabda: “Tidak ada hari, amal shalih padanya yang lebih Allah cintai daripada sepuluh hari (Zulhijah).” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, tidak pula berjihad di jalan Allah?” Beliau berkata: “Tidak pula berjihad di jalan Allah, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali membawa sesuatu pun.” (H.R. Imam Abu Dawud, No. 2082)

Menyikapi Perbedaan Hadis

Lantas bagaimana kita memahami kontradiksi antara dua riwayat hadis tersebut, akankah kita mengikuti riwayat dala kitab sahih Muslim yang menunjukkan bahwasanya tiada contoh dari nabi untuk puasa pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah, ataukah hadis lainnya yang melegitimasi bolehnya puasa?

Dalam syarah kitab Sahih Muslim karangan Imam Nawawi dijelaskan bahwa takwilan 10 hari dari hadis yang diriwayatkan Aisyah adalah sebatas 9 hari pertama di bulan Dzulhijjah, dan puasa pada 9 hari tersebut tidaklah makruh (dilarang) bahkan disunnahkan apalagi pada hari Arafah.

Kemudian dari hadis yang diriwayatkan Aisyah juga ditakwil kembali bahwasanya kemungkinan Aisyah tidak melihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam karena mungkin beliau sakit atau sedang berpergian, dan kemungkinan juga Rasulullah berpuasa tetapi Aisyah tidak menyadarinya. [Al-Nawawi, Syarah An-Nawawi lil al-Muslim, 8/72]

Takwilan di atas dikarenakan adanya hadis riwayat dari Imam Abu Dawud dan Imam Nasa’i di atas, dan ditambahi dengan adanya kaidah:

 إنّ عدم الوجدان لا يعني عدم الوجود

“Sesungguhnya tidak diketahuinya suatu perkara bukan berarti perkara tersebut tidak pernah terjadi.”

Jadi kesimpulannya ialah puasa pada 9 hari pada awal bulan Dzulhijjah disunnahkan apalagi pada saat tanggal 9-nya yang bertepatan dengan orang-orang yang haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah. Dan salah satu manfaat dari puasa Arafah adalah dihapuskan dosanya setahun penuh dosa yang sudah dan akan dilakukan

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Sedangkan puasa pada hari Arafah, aku memohon pula kepada Allah, agar puasa itu bisa menghapus dosa setahun penuh sebelumnya dan setahun sesudahnya. Adapun puasa pada hari ‘Asyura`, aku memohon kepada Allah agar puasa tersebut bisa menghapus dosa setahun sebelumnya.” (H.R. Imam Muslim, No. 1976)


Ditulis oleh Nurdiansyah Fikri Alfani, Santri Tebuireng