ilustrasi arah surga dan neraka

Oleh: Muhammad Luthfi Anam Khoirudin

وَبِأَنَّ مَرجِعَ مُسلِمٍ لِجَنَانِهِ # وَبِأَنَّ مَرجِعَ كَافِرٍ لِجَهَنَّمُ

Nadzam dalam kitab Qami’ut Tughyan di atas menjadi angin segar bagi kita sebagai kaum muslim. Jika kita maknai secara bebas kurang lebih seperti ini, “sesungguhnya tempat kembalinya bagi muslim adalah surga, dan sesungguhnya tempat kembalinya orang kafir adalah neraka”.

Sudah merasakan angin segarnya bukan? Terlebih lagi bagi kita –terkhusus saya pribadi- yang masih urak-urakan dalam hal tauhid, syarikat, apalagi akhlak. Bagaimana tidak urak-urakan, tauhid kita kalau kita di satu sisi percaya bahwa Allah itu Maha Rahman Rahim, Maha Suci, Maha Welas Asih, Maha Loman, tapi di sisi lain terhadap keyakinan kita menuangkan porsi keraguan kepada Allah Ta’ala.

Bagaimana tidak urak-urakan syarikat kita kalau kita masih ogah mencari ilmu sebagai penunjang kita untuk beribadah. Bagaimana tidak urak-urakan akhlak kita kalau ilmu yang kita dapatkan berhenti begitu saja menjadi sebuah wacana; ­laku perilakunya tidak sesuai dengan apa yang kita ketahui.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tapi walaupun demikian, kita harus tetap yakin tanpa syak, bahwasanya kita sebagai muslim akan hidup kekal di surga. Karena memang tempat kembalinya orang yang beriman itu adalah surga. Dan tempat kembalinya orang yang tidak beriman adalah neraka. Keyakinan tersebut harus kita jaga supaya hati kita bangga dan senang menjadi hamba Allah SWT. serta umat Nabi Muhammad Saw.

Siapakah Muslim dan Kafir?

Kiai mushonnif kitab Qomi’ut Tughyan yaitu Syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad Asy-Syafi’i menjelaskan bahwa:

المُسلِم هُوَ مَن مَاتَ عَلَى الإِسلَامِ أَن تَقَدَّمَ مِنهُ كُفرٌ

“Muslim adalah seseorang yang mati dalam keadaan Islam, walaupun sebelumnya/semasa hidupnya kafir”.

Sedangkan memaknai orang kafir, kiai menjelaskan bahwa:

الكَافِرُ هُوَ مَن مَاتَ عَلَى الكُفرِ وَأَن عَاسَ طُولَ عُمرِهِ عَلَى الإِيمَان

“Kafir adalah seseorang yang mati dalam keadaan kafir, walaupun sepanjang umurnya dia dalam keimanan”.

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa kita tidak bisa menilai hidup seseorang di awal, tetapi kita melihat seseorang di akhir hayat. Karena definisi dari muslim maupun kafir dilihat dari segi keadaan ketika meninggal. Kita tidak menjamin bahwa semasa hidup kita dalam keimanan yang lurus lalu meninggal dalam keadaan keimanan yang lurus pula.

Dan kita juga tidak menjamin bahwa semasa hidup kita tidak beriman lalu meninggal dalam keadaan yang tidak beriman juga. Maka, ada sebagian orang yang senantiasa melanggengkan doa supaya meninggal dalam keadaan iman, Islam, dan khusnul khatimah.

Ya Allah kulo nyuwun…

Ibadah kulo istiqomah…

Ya Allah kulo nyuwun…

Mbenjang pejah husnul khatimah…

Kalimat tersebut merupakan penggalan doa yang dilantunkan kebanyakan masyarakat Jawa dengan harapan diberikan istiqomah dan meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Kedua hal tersebut sangat penting bagi manusia yang beriman. Orang istiqomah hanya akan diberikan kepada orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan husnul khatimah menjadi harapan bagi setiap mukmin.

Pelajaran Kisah Kiai Barseso

Perihal menilai seseorang ketika di akhir hayat, ada sebuah cerita yang sudah masyhur kita dengar yaitu cerita Kiai Barseso yang semasa hidupnya beribadah akan tetapi meninggal dalam keadaan su’ul khatimah. Singkat cerita, Kiai Barseso semasa hidupnya beribadah dan tidak ada yang mampu mengganggunya. Sehingga pada suatu saat ada gadis yang hidup di sekelilingnya.

Keadaan ini dimanfaatkan oleh setan untuk mengganggu Barseso. Awalnya, Barseso tidak tergoda, akan tetapi pada suatu saat tubuh gadis itu terbuka dan akhirnya Barseso terbujuk oleh setan. Barseso menggauli gadis tersebut dan atas bisikan setan gadis tersebut dibunuh lalu dikubur. Akan tetapi, ketika Barseso mengubur gadis tersebut, sebagian pakaian gadis tersebut tidak terkubur dan menyebabkan keluarga gadis itu mengetahui bahwa Barseso yang membunuhnya.

Akhirnya Barseso dilaporkan kepada Raja dan dihukum mati. Pada keadaan tersebut, setan kembali muncul dengan menawarkan kepada Barseso bahwa setan akan menyelamatkannya apabila Barseso mau bersujud kepada setan. Akhirnya Barseso menurutinya, akan tetapi setelah Barseso sujud kemudian setan meninggalkannya dan tidak menolongnya. Itulah kisah tragis Kiai Barseso yang selama hidupnya beriman dan beribadah, tetapi di akhir hayat dia dalam keadaan kafir.

Kembali ke nadzam atas, muslim tempat kembalinya di surga sedangkan kafir tempat kembalinya di neraka. Semoga kita kembali kepada Allah dalam keadaan beriman, sehingga kita kembali ke surga dan kekal di dalamnya.

Ilustrasi Kenikmatan Surga

Kita sebagai seorang muslim akan kembali ke surga, memang surga seperti apa? Seindah apa? Ada apa saja di dalamnya?

وَجعَلنِي مِن وَّرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ

Artinya: “dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan” (Q.S. Asy-Syu’ara ayat 85)

وَبَشِّرِ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّٰلِحاتِ أَنَّ لَهُم جَنَّاتٍ تَجرِى مِن تَحتِهَا الأَنهَارُ ۖ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزقًا ۙ قَلُوا هٰذَا الَّذِى رُزِقنَا مِن قَبلُ ۖ وَأُتُوا بِهٖ مُتَشَابِهَا ۖ وَلَهُم فِيهَا أَزوٰجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ وَهُم فِيهَا خٰلِدُونَ

Artinya: “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, “inilah yang pernah diberikan kepada kamu dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya”. (Q.S. Al-Baqarah ayat 25)

Cukuplah bagi kita sebagai orang awam dengan dua ayat tersebut bisa menggambarkan kenikmatan yang ada di surga. Allah mengilustrasikan surga berisi sungai-sungai yang mengalir dan buah-buahan, karena memang al-Quran turun kepada bangsa Arab yang kehidupannya penuh dengan kegersangan. Maka, buah-buahan dan air yang mengalir adalah surga bagi bangsa Arab. Dengan ilustrasi tersebut, bangsa Arab sangat mudah menggambarkan surga dan semangat untuk menggapainya.

Bagi kita –orang Indonesia- yang sangat kecukupan air dan buah-buahan, apakah masih relevan? Guru kami memberikan penjelasan bahwa ilustrasi surga yang dijelaskan karena menyesuaikan kondisi bangsa Arab. Bagi kita yang tinggal di daerah tropis yang sangat berkecukupan air dan buah-buahan, nampaknya terlihat biasa-biasa saja dengan ilustrasi sungai yang mengalir dan buah-buahan yang melimpah. Maka hal tersebut tidak menafikan bahwa kenikmatan surga hanya terbatas dua hal itu, tapi tidak terbatas dan kekal.

Apapun yang kita inginkan pasti diberikan, karena memang apa yang kita inginkan ketika kita di surga pasti dikabulkan. Sangat menggiurkan bukan? Tentu. Maka dari itu, jangan pernah bosan-bosan meminta kepada Allah supaya diberi keistiqomahan dan meninggal dalam keadaan beriman nan husnul khatimah.

Tapi yang perlu diketahui bersama bahwa kita bisa masuk surga benar-benar murni karena kemurahan dari Allah, bukan karena amal dan perbuatan kita. Itulah ajaran-ajaran dari guru-guru kami. Kalau kita takut bahwasanya Allah akan memasukkan ke dalam neraka, seharusnya kita juga menuangkan porsi husnuzan kepada Allah bahwasanya Allah akan memasukkan kita ke dalam surga.