Suasana buka puasa di Leeds Grand Mosque, Leeds, Inggris. (Foto: M. Iqbal A.G)

Oleh: Mochamad Iqbal Abdul Ghoni*

Leeds adalah sebuah kota di Inggris yang terletak di wilayah Yorkshire County, atau lebih tepatnya West Yorkshire. Berjarak sekitar 50 menit perjalanan kereta dari Manchester, Leeds memiliki populasi pelajar terbesar keempat di Inggris. Banyaknya mahasiswa internasional dari berbagai negara yang belajar di Leeds menjadikan interaksi sosial di kota yang dikenal dengan sungai Aire ini sangat multikultural, khususnya di lingkungan universitas. Selain itu, kota ini juga cukup banyak menerima penduduk migran atau pencari suaka dari negara-negara Timur Tengah yang sedang mengalami konflik, seperti Syiria.

Keberagaman latar belakang budaya, bahasa, dan agama sepertinya diterima dengan baik oleh warga pribumi (indigenous) Leeds meskipun isu rasis beberapa tahun terakhir ini seringkali menjadi bahan pemberitaan oleh media baik lokal maupun internasional. Hasil referendum Brexit (British Exit) yang dimenangkan oleh kelompok pendukung rupanya juga tidak berpengaruh signifikan terhadap kenyamanan warga asing untuk tinggal di kota klub sepakbola Leeds United ini.

Seperti kota-kota lain pada umumnya di Inggris, Leeds adalah tempat tinggal yang cukup ramah dan nyaman bagi umat agama minoritas seperti Islam. Meskipun minoritas, Islam ternyata adalah agama kedua terbesar di Inggris setelah Kristen. Pertumbuhan Islam pun relatif cepat di negeri Ratu Elizabeth. Pada tahun 2016, surat kabar Daily Mail memberitakan bahwa jumlah penduduk Muslim di Britania Raya (Inggris, Wales, dan Skotlanida) mencapai 3 juta atau sekitar 5 persen dari total populasi yang ada, dengan catatan 50 persen dari jumlah tersebut bukan asli kelahiran Britania Raya.

Selalu menarik untuk melihat kehidupan umat Islam di negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah non-Muslim. Di antaranya adalah bagaimana mereka menjalani puasa bulan Ramadhan. Melalui tulisan ini, saya akan berbagi cerita bagaimana suasana Ramadan di kota Leeds.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Secara umum aktivitas ibadah di bulan suci Ramadan umat Islam di Leeds hampir sama dengan umat Islam di negara-negara lain, termasuk Indonesia. Mereka menjalankan puasa, shalat berjamaah di masjid, shalat tarawih, tadarus Al Quran, dan amal ibadah yang lainnya.

Pada tahun 2017 ini, Ramadan bertepatan dengan summer (musim panas) di negara-negara Eropa. Seperti kita ketahui bahwa ada perbedaan lamanya waktu siang dan malam antara summer dan winter (musim dingin). Waktu siang hari ketika summer lebih panjang dibandingkan dengan malam harinya. Begitu sebaliknya, ketika winter waktu malam hari lebih panjang daripada siang hari. Sehingga menjalankan puasa Ramadan pada musim panas merupakan tantangan tersendiri bagi umat Islam di Eropa, tak terkecuali di Leeds.

Umat Islam di Leeds berpuasa hampir 19 jam lamanya. Waktu shalat subuh adalah pukul 2.55 dan matahari baru tenggelam pada pukul 21.46. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya berpuasa selama kurang lebih 14 jam lamanya. Namun keadaan akan berbalik 180 derajat jika Ramadan bertepatan dengan winter. Hanya sekitar 8 jam yang dibutuhkan matahari untuk tenggelam ke barat sejak terbit dari timur di waktu winter. Selain cuaca yang bisa sampai minus derajat Celsius, waktu siang hari yang pendek menjadikan puasa tidak terasa di musim dingin.

Meskipun harus menjalankan puasa dengan durasi yang lama, umat Islam di Leeds tetap beraktivitas seperti hari-hari biasa. Puasa harus tetap menjadikan hidup umat Islam produktif, bukan alasan untuk bermalas-malasan. Tidak ada perubahan jam kerja seperti halnya di Indonesia. Yang biasanya hampir seluruh lembaga pemerintahan sepakat untuk mengurangi jam kerja pegawainya. Begitu juga dengan aktivitas di dunia pendidikan, yang kemudian mengganti jam masuk sekolah lebih siang dan pulang lebih cepat dari hari-hari biasanya di luar bulan Ramadan. Hal semacam ini tidak terjadi di Leeds atau kota-kota lain di Inggris.

Suasana Ramadan di Leeds bisa saja tidak terasa jika melihat banyak orang makan dan minum siang hari di beberapa kafe atau restoran. Tapi, Ramadan sangat terasa sekali di lingkungan masjid. Mulai dari kegiatan ibadah seperti shalat tarawih berjamaah sampai buka puasa bersama atau di sini lebih dikenal dengan istilah iftar. Menemukan tempat sholat di Leeds sangatlah mudah, khususnya di lingkungan kampus. Prayer Spaces atau mushola disediakan hampir di setiap spot penting yang ada di kampus seperti perpustakaan dan Students Union. Masjid pun mudah ditemukan dan diakses oleh umat Islam di Leeds. Ada beberapa masjid yang terjangkau dengan jalan kaki dari kampus. Salah satunya adalah Leeds Grand Mosque atau yang sering disebut dengan LGM. LGM adalah masjid terbesar yang ada di kota ini.

Alhamdulillah, saya tinggal dekat dengan LGM. Dari rumah saya hanya sekitar tiga menit jalan kaki. Suasana Ramadhan di LGM menjadikan saya merasa hidup seperti di negara sendiri, Indonesia, di mana umat Islam adalah mayoritas. Saya tidak pernah merasa Islam terisolir atau terkucilkan di negara ini. Toleransi antara umat beragama cukup baik terawat. Bahkan seringkali saya berpakaian ala Indonesia yaitu memakai sarung, baju koko, dan peci ketika shalat berjamaah. Saya pun dapat merasakan keagungan bulan suci Ramadan, khususnya setiap kali shalat berjamaah baik tarawih maupun lima waktu di LGM.

Selama bulan Ramadan, banyak aktivitas yang diadakan di LGM. Di antaranya adalah buka puasa bersama dan tentunya gratis. Sangat membantu penghematan bagi mahasiswa seperti saya. Setiap hari setelah shalat Maghrib berjamaah, selalu ada makanan dari donatur atau dermawan yang disediakan di masjid bagi jamaah. Sejak awal Ramadan hingga saat ini, saya tidak pernah memasak atau membeli makanan untuk berbuka puasa. Bahkan terkadang saya pun membawa pulang makanan yang lebih dari LGM untuk santap sahur.

Jenis makanan yang disediakan untuk berbuka di LGM biasanya adalah makanan khas Timur Tengah, seperti nasi briyani dengan ayam atau kambing, nasi kebuli, syawarma atau kebab plus roti naan, dan terkadang ada juga fast food (makanan cepat saji) seperti pizza atau ayam dan kentang goreng ala KFC atau McD. Selain menu utama untuk berbuka, juga tersedia aneka makanan ringan atau buah-buahan sebagai takjil. Kurma segar atau yang dikenal dengan istilah ruthob adalah buah wajib yang selalu ada untuk takjil sebelum melaksanakan sholat maghrib berjamaah.

Kegiatan khas Ramadan lainnya di LGM adalah shalat tarawih berjamaah. Jamaah tarawih biasanya dilaksanakan pukul 23.00 sampai 00.15 atau selama satu seperempat jam. Secara umum, amaliyah ibadah umat Islam di Leeds mengikuti madzhab Maliki, berbeda dengan Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i. Setelah kegiatan tarawih berjamah delapan rakaat dan witir tiga rakaat biasanya masjid langsung ditutup. Kemudian akan dibuka kembali sebelum sholat subuh. Meskipun jarak waktu setelah jamaah tarawih dengan shalat subuh hanya sekitar dua jam, masjid tidak bisa tetap terbuka untuk para jamaah. Selain mengikuti kebijakan council atau pemerintah daerah, hal ini dilakukan demi menghormati para tetangga non-Muslim supaya tidak terganggu tidurnya.

Ramadan sebagai bulan Al Quran terasa sekali melalui aktivitas tadarus Al Quran yang dilaksanakan di masjid yang konon dahulu adalah bekas gereja di Leeds. Tadarus Al Quran dilakukan baik secara individu maupun berjamaah. Tadarus berjamaah biasanya dilaksanakan setiap setelah sholat Dzuhur dan Ashar selama satu jam. Tadarus ini dipimpin oleh Imam LGM yang juga khatib tetap shalat Jumat, Syekh Mohammed Taher. Beliau adalah salah satu Syekh masjid LGM yang merupakan pendatang dari Libya. Beliau mendapatkan ijazah Qiro’ah Sab’ah dari Baghdad, Irak. Dalam kegiatan pengajian atau khutbah, bahasa pengantar yang digunakan oleh Syekh Taher adalah Bahasa Inggris dan Arab.

Umat Islam di LGM sangat multinasional atau beragam asal negara dan bangsanya. Karena tidak hanya penduduk asli saja yang beraktivitas di masjid ini. Banyak para pelajar atau pendatang dari negara-negara lain yang berpenduduk mayoritas Islam seperti, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Nigeria, Ghana, Turki, Mesir, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Selain keturunan Timur tengah, sebagian besar warga Inggris yang beragama Islam adalah keturunan India, Pakistan, dan Bangladesh, atau yang sering disebut IPB oleh warga Indonesia yang tinggal di Inggris. Mereka merupakan generasi kedua dan ketiga yang bermigrasi ke Inggris sejak perang dunia II.

Baik di bulan Ramadan ataupun bulan-bulan lain, LGM menjadi salah satu pusat kegiatan dakwah dan ibadah umat Islam di Leeds. Banyak kegiatan-kegiatan pendidikan Islam yang dikelola oleh LGM untuk anak-anak, pemuda, dewasa, dan bahkan para mualaf yang baru memeluk agama Islam. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana aktivitas umat Islam di Leeds, silakan mengakses laman resmi LGM http://www.leedsgrandmosque.com/.


*) Penulis adalah Mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan Master di University of Leeds