Membangun Karakter Santri dengan Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah. Ilustrator: Iva
Membangun Karakter Santri dengan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ilustrator: Iva

Oleh: Mei Nurwanda*

Pesantren Tebuireng merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam terbesar dan tertua di Indonesia. Tidak hanya menjadi mercusuar keilmuan, pesantren ini juga memainkan peran penting dalam membangun dan merawat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia, sekaligus memperkokoh nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin yang moderat dan inklusif. Dalam sejarahnya, Pesantren Tebuireng telah melahirkan banyak tokoh ulama, intelektual, serta pemimpin yang berpengaruh, baik dalam lingkup agama maupun sosial-politik. Maka, penting bagi kita untuk merenungi kembali peran pesantren ini dalam membentuk karakter santri, menyebarkan nilai-nilai moderasi, dan menawarkan solusi bagi tantangan pendidikan Islam di era modern.

Peran Pesantren Tebuireng dalam Menjaga Ahlussunnah Wal Jama’ah

Sejak didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tahun 1899, Pesantren Tebuireng konsisten dalam menjaga ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai dasar keislaman yang moderat. Tradisi keilmuan yang dikembangkan di pesantren ini menekankan pada pentingnya pemahaman Islam yang lurus, seimbang, serta terbuka terhadap perubahan zaman, namun tetap teguh berpegang pada prinsip-prinsip dasar syariat. Inilah yang membuat Tebuireng dikenal sebagai salah satu benteng pertahanan Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia.

Kiai-kiai Tebuireng selalu menekankan pada ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yang tidak hanya mengajarkan kasih sayang bagi sesama muslim, tetapi juga untuk seluruh umat manusia. Moderasi dalam beragama—baik dalam hal pemahaman aqidah, fiqh, maupun praktik sosial—menjadi landasan dalam mencetak santri yang tidak hanya memiliki ilmu agama yang mendalam, tetapi juga mampu menjadi agen perubahan di masyarakat dengan sikap yang inklusif dan damai. 

Namun, di tengah berbagai tantangan globalisasi dan radikalisasi, penting bagi kita untuk terus menjaga semangat ini. Pesantren Tebuireng memiliki peran strategis dalam menghadirkan Islam yang moderat dan ramah, sehingga santri-santri yang dilahirkan tidak hanya pandai dalam menghafal teks-teks agama, tetapi juga memahami esensi dari ajaran Islam yang sejuk, meneduhkan, dan menyebarkan kebaikan untuk semua.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pendidikan di Pesantren Tebuireng dalam Menggabungkan Ilmu Agama dan Ilmu Modern

Dalam perkembangannya, Pesantren Tebuireng tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga memberikan porsi yang seimbang untuk ilmu-ilmu umum. Sebagai contoh, beberapa unit pendidikan di pesantren ini, seperti SMA, SMK, hingga perguruan tinggi, memberikan ruang bagi santri untuk mempelajari ilmu sains, teknologi, dan ilmu sosial secara lebih mendalam. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa Islam tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu dunia. Keduanya adalah satu kesatuan yang harus dipelajari dan diamalkan secara bersamaan.

Pendidikan di Tebuireng selalu menekankan pada pentingnya akhlakul karimah, di mana santri tidak hanya diukur dari prestasi akademis, tetapi juga dari karakter yang dibangun selama masa pendidikan. Inilah yang menjadi ciri khas pesantren: membentuk individu yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berakhlak mulia. Pesantren Tebuireng berhasil menjembatani antara pendidikan tradisional Islam dan kebutuhan zaman modern, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai spiritualitas.

Namun, seiring berkembangnya zaman, tantangan bagi pesantren juga semakin kompleks. Digitalisasi dan globalisasi telah mengubah cara masyarakat mengakses ilmu pengetahuan, termasuk dalam hal pendidikan agama. Pesantren harus mampu beradaptasi dengan perubahan ini tanpa kehilangan jati dirinya sebagai pusat pendidikan moral dan spiritual. Salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan memperkuat literasi digital di kalangan santri, mengintegrasikan teknologi dalam proses belajar mengajar, serta memanfaatkan platform online untuk menyebarkan dakwah Islam yang moderat. Hal ini akan memastikan bahwa pesantren tetap relevan di era modern, sekaligus menjaga identitasnya sebagai lembaga pendidikan yang berakar pada nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.

Gelar Santri, Lebih dari Sekadar Penampilan

Dalam peringatan 125 tahun Tebuireng, kita juga harus merenungi makna dari gelar “santri”. Di masyarakat, santri sering kali diidentikkan dengan seseorang yang memakai sarung, kopiah, atau gamis. Namun, menjadi santri sejati jauh lebih dari sekadar penampilan luar. Menjadi santri adalah soal hati, soal niat yang tulus untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya di jalan Allah. Santri adalah mereka yang menjalani proses pendidikan di pesantren dengan tekad untuk memperbaiki diri dan berkontribusi pada masyarakat.

Pada saat yang sama, pesantren juga harus menanamkan kesadaran bahwa gelar santri tidak berarti seseorang lebih tinggi dari yang lain. Santri adalah pelayan umat, dan ilmu yang mereka miliki adalah amanah yang harus dijaga dan disebarkan dengan rendah hati. Di era di mana individualisme dan materialisme semakin mendominasi, penting bagi pesantren untuk terus menanamkan nilai-nilai kesederhanaan dan kebersamaan pada santri.

Rekomendasi untuk Pesantren Tebuireng

Setelah 125 tahun berdiri, Pesantren Tebuireng harus terus berinovasi agar tetap relevan dan menjadi pelopor dalam pendidikan Islam di Indonesia. Ada beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan untuk perkembangan pesantren ke depannya:

  • Peningkatan Kualitas SDM

Pesantren harus terus meningkatkan kualitas pengajarnya, baik dalam hal keilmuan agama maupun ilmu umum. Peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan-pelatihan dan program pengembangan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menjaga kualitas pendidikan di pesantren.

  • Integrasi Teknologi dalam Pendidikan

Pesantren perlu memanfaatkan teknologi digital untuk memperluas akses terhadap ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum. Platform belajar online dan dakwah digital dapat menjadi sarana efektif untuk menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah secara lebih luas.

  • Penguatan Literasi dan Riset

Pesantren harus terus mendorong santri untuk aktif dalam penelitian dan pengembangan literasi, baik di bidang agama maupun sosial. Ini akan membantu menciptakan santri yang tidak hanya berwawasan luas, tetapi juga mampu memberikan solusi untuk permasalahan sosial di masyarakat.

Penutup

Peringatan 125 tahun Pesantren Tebuireng adalah momen yang tepat untuk merenungi peran besar pesantren ini dalam merawat ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah dan membangun karakter santri yang berakhlak mulia. Dengan menjaga nilai-nilai moderasi, pendidikan yang holistik, serta kemampuan beradaptasi dengan zaman, Tebuireng akan terus menjadi salah satu pilar penting dalam pendidikan Islam di Indonesia. Tantangan masa depan harus dihadapi dengan tekad kuat dan inovasi yang tetap berakar pada tradisi yang luhur. Pesantren bukan hanya tentang tempat, tetapi tentang hati yang tulus dalam menuntut ilmu dan mengabdi kepada umat.

Baca Juga: Gus Dur: Figur Santri Politikus Hebat dalam Dinamika Politik Nasional


*Mahasiswi Politeknik Negeri Jember