ilustrasi amar makruf nahi munkar

Dalam al-Qur’an Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ  وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]:104)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda:

وَإِنَّا سَمِعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ لَا يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابِهِ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dan sesungguhnya kami mendengar Rasulullah bersabdaSesungguhnya manusia apabila melihat kemungkaran, kemudian mereka tidak mengubahnya dikhawatirkan Allah akan meratakan azab-Nya kepada mereka.” (H.R. Ibnu Majah no. 3995, H.R. Abu Dawud no. 3775, H.R. Tirmidzi no. 2094)

Dalam kitab lisnanu al-‘arab, kata munkar (المنكر) adalah lawan kata dari ma’ruf (المعروف). Ma’ruf bisa diartikan sebagai segala perbuatan yang orientasinya adalah kebaikan. Sedangkan munkar adalah antonimnya yaitu segala perbuatan yang orientasinya dianggap buruk oleh syari’at.

Penjelasan ayat dan hadis

Dari dua dalil al-Qur’an dan hadis di atas, perintah amar ma’ruf dan nahi munkar cukup menarik dan menantang. Bayangkan saja, kita memerintah/mengajak orang lain agar taat kepada Allah dan menjauhi larangannya, yang belum tentu mereka yang kita ajak hatinya tergerak mau menuruti perintah kita. Dalam tafsir at-Thabari yang menjelaskan surat Ali ‘Imran ayat 104 disebutkan:

قال أبو جعفر: يعني بذلك جل ثناؤه:”ولتكن منكم” أيها المؤمنون “أمة”، يقول: جماعة “يدعون” الناس”إلى الخير”، يعني إلى الإسلام وشرائعه التي شرعها الله لعباده “ويأمرون بالمعروف”، يقول: يأمرون الناس باتباع محمد صلى الله عليه وسلم ودينه الذي جاء به من عند الله “وينهون عن المنكر”،: يعني وينهون عن الكفر بالله والتكذيب بمحمد وبما جاء به من عند الله، بجهادهم بالأيدي والجوارح، حتى ينقادوا لكم بالطاعة.

(الطبري، أبو جعفر ,تفسير الطبري = جامع البيان ت شاكر ,7/91)

Abu Ja’far berkata : maksud dari ayat itu adalah (keagungan dan pujian kepadanya), lafadz ولتكن منكم bermaksud kepada orang-orang mukmin”, dan lafadz أمة bisa juga bermakna “kelompok” yang يدعون “mengajak” manusia إلى الخير “ke perbuatan baik”, yaitu ke agama Islam dan syariatnya yang telah di tetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya, dan ويأمرون بالمعروف “menyeru kepada kebaikan” yaitu menyeru kepada manusia agar mengikuti nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam yang syariat agamanya datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, وينهون عن المنكر “mencegah manusia dari kufur terhadap Allah dan mendustakan syariat yang dibawa nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam dan dengan berjihad dengan tangan dan anggota tubuh mereka, hingga mereka tunduk kepada kamu dalam ketaatan.

Sedangkan dalam syarah hadis di atas disebutkan:

)سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ النَّاسَ) أَيِ الْمُطِيقِينَ لِإِزَالَةِ الْمُنْكَرِ مَعَ سَلَامَةِ الْعَافِيَةِ (إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ) أَيْ عَلِمُوا ظُلْمَهُ وَفِسْقَهُ وَعِصْيَانَهُ (فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ) أَيْ لَمْ يَكُفُّوهُ عَنِ الظُّلْمِ بِقَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ (أَوْشَكَ) بِفَتْحِ الْهَمْزَةِ وَالشِّينِ أَيْ قَارَبَ أَوْ أَسْرَعَ (أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ) إِمَّا فِي الدُّنْيَا أَوِ الْآخِرَةِ أَوْ فِيهِمَا لِتَضْيِيعِ فَرْضِ اللَّهِ بِلَا عُذْرٍ

[عبد الرحمن المباركفوري، تحفة الأحوذي، ٣٢٤/٦]

Maksud kata an-Naas yaitu mereka yang mampu menghilangkan kemungkaran dengan keadaan yang sehat (normal), ketika mereka melihat kedzaliman, maksudnya mengetahui kedzaliman, kefasikan, dan kemaksiatan mereka (suatu kaum) kemudian tidak dihentikan dari perbuatan dzalim baik dari perkataan (nasihat) atau perbuatan, maka أَوْشَكَ “dengan difathah hamzah dan syin-nya” maksudnya hampir atau cepat-cepat Allah akan meratakan adzab kepada mereka baik di dunia atai di akhirat atau di keduanya sebab menyepelekan kewajiban dari Allah tanpa adanya udzur.

Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Lalu timbullah pertanyaan apakah amar ma’ruf dan nahi munkar ini wajib dilaksanakan oleh setiap orang muslim?.

Dalam tafsir lain dari surat Ali ‘Imran ayat 104 adalah

وَ” مِنْ” فِي قَوْلِهِ” مِنْكُمْ” لِلتَّبْعِيضِ، وَمَعْنَاهُ أَنَّ الْآمِرِينَ يَجِبُ أَنْ يَكُونُوا عُلَمَاءَ وَلَيْسَ كُلُّ النَّاسِ عُلَمَاءَ. وَقِيلَ: لِبَيَانِ الْجِنْسِ، وَالْمَعْنَى لِتَكُونُوا كُلُّكُمْ كذلك. قُلْتُ: الْقَوْلُ الْأَوَّلُ أَصَحُّ، فَإِنَّهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ فَرْضٌ عَلَى الْكِفَايَةِ،

القرطبي، شمس الدين، تفسير القرطبي، ١٦٥/٤

Lafadz min dalam ayat tersebut (من) mempunyai faidah at-Tab’id, maknanya adalah wajib bagi setiap pemimpin menjadi ulama (orang faham hukum) dan tidaklah setiap manusia itu paham akan hukum, ada juga yang berpendapat kalau min (من) pada ayat tersebut bermakna Bayan al-Jinsi yang mempunyai arti agar setiap orang di antara kamu menjadi seperti itu (ulama), aku berpendapat bahwa argumen yang pertama adalah yang benar, maka sesungguhnya amar Ma’ruf dan nahi Munkar hukumnya adalah fardhu kifayah.

Dan dalam penjelasan hadis di atas tadi juga disebutkan di kitab syarah Sunan Abi Dawud

والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر واجب كفائي، وقد يكون واجباً عينياً إذا لم يكن هناك غير هذا الإنسان ممن يقوم مقامه، فإنه يتعين عليه، وأما إذا وجد من يقوم بهذا الأمر فإنه يكون فرض كفاية

[عبد المحسن العباد، شرح سنن أبي داود للعباد، ٩/٤٨٨]

Mengajak kepada kebaikan dan melarang yang munkar merupakan kewajiban kifa’i (Fardhu Kifayah), dan mungkin merupakan kewajiban yang khusus (fardhu A’in) jika tidak ada orang lain yang menggantikannya, maka wajib baginya, namun jika ada yang melaksanakan hal tersebut, maka itu adalah Fardhu Kifayah.

Kesimpulan

Bahwa memang perkara amar ma’ruf nahi munkar merupakan sebuah kewajiban dalam agama Islam tetapi kewajiban ini hanya sebatas Fardhu Kifayah (kewajiban kolektif) yang mana jika sudah ada yang melakukan kewajiban tersebut maka gugurlah kewajiban orang-orang uang berada dalam suatu daerah tersebut.

Walaupun hukum dari amar ma’ruf dan nahi mun’kar ini Fardhu Kifayah tetapi bukan berarti kita hanya menunggu seseorang yang akan melaksanakannya. Kita tetap mempunyai kewajiban untuk berusaha mewujudkan perbuatan tersebut. Karena jika kita tidak berusaha mewujudkan amar ma’ruf dan nahi munkar, sama saja kita menyepelekan perintah Allah Allah subhanahu wa ta’ala.

Baca Juga: Pahami 6 Maksud ‘Perintah’ dalam Ushul Fiqh


Ditulis oleh Nurdiansyah Fikri Alfani, Santri Tebuireng