ilustrasi ramadan

Sudah jamak diketahi, puasa Ramadan adalah salah satu bagian dari rukun Islam. Secara bahasa, puasa bermakna menahan diri dari perkara. Adapun secara istilah puasa adalah menahan diri dari perkara tertentu, dilakukan oleh orang tertentu dan di waktu tertentu dengan beberapa syarat. Hal ini disampaikan oleh Imam Taqiyuddin Al-Hishni dalam kitab Kifayatul Akhyar:

الصَّوْم فِي اللُّغَة الْإِمْسَاك عَن الشَّيْء قَالَ الله تَعَالَى ﴿إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا﴾ أَي إمساكًا. وَهُوَ فِي الشَّرْع إمْسَاك مَخْصُوص من شخص مَخْصُوص فِي وَقت مَخْصُوص بشرائط

Artinya: Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Allah berfirman “Sesungguhnya aku telah bernazar puasa (bicara) untuk Tuhan Yang Maha Pengasih” kata puasa di sini bermakna menahan. Sedangkan secara syariat, puasa adalah menahan diri dari perkara khusus bagi orang khusus di waktu khusus dengan beberapa syarat.

Salah satu dalil yang menjadi dasar kewajiban puasa Ramadan ialah Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 185:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Artinya: “Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah

Karena puasa hukumnya wajib, maka kita harus mengganti ketika tidak melakukannya. Dan penggantian puasa ini harus dilakukan sebelum menemui bulan Ramadan selanjutnya.  Lalu, bagaimana jika kita sengaja atau lupa tidak mengganti sampai menemui Ramadan tahun berikutnya?

Konsekuensi Bagi Orang Sengaja Tidak Mengganti Puasa

Jika orang yang memiliki utang puasa tidak segera mengganti puasanya hingga menemui Ramadan berikutnya, dia akan mendapatkan dosa dan wajib membayar satu mud (0,6 gram) makanan pokok untuk setiap puasa yang dia tinggalkan.

Dalam kitab Al-Mahali, Imam Al-Mahali memberikan tambahan keterangan Imam Nawawi dalam kitab Minhajut Thoibin:

(وَمَنْ أَخَّرَ قَضَاءَ رَمَضَانَ مَعَ إسْكَانِهِ) بِأَنْ كَانَ مُقِيمًا صَحِيحًا. (حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ لَزِمَهُ مَعَ الْقَضَاءِ لِكُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ) وَأَثِمَ كَمَا ذَكَرَهُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَذَكَرَ فِيهِ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْمُدُّ بِمُجَرَّدِ دُخُولِ رَمَضَانَ.

Artinya: “(Barang siapa yang mengakhirkan qodho’ puasa Ramadan, sedangkan dia mampu untuk melaksanakannya) dengan gambaran dia adalah orang yang mukim dan sehat (hingga menemui Ramadan selanjutnya, maka dia wajib meng-qodo’ dan membayar satu mud di setiap harinya) dan mendapat dosa sesuai keterangan yang disampaikan Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab. Dan dalam kitab tersebut, Imam Nawawi juga menjelaskan adanya kewajiban membayar mud hanya dengan masuknya bulan Ramadan.”

Landasan hukum ini adalah adanya enam orang sahabat yang memberikan fatwa demikian dan tidak diketahui adanya seorang pun yang mengingkarinya. Keterangan ini disampaikan oleh Imam Ibnu Hajad Al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhjtaj:

لِأَنَّ سِتَّةً مِنْ الصَّحَابَةِ رضي الله عنهم أَفْتَوْا بِذَلِكَ وَلَا يُعْرَفُ لَهُمْ مُخَالِفٌ

Artinya: “Hukum ini berlandaskan adanya enam orang sahabat berfatwa seperti itu. Dan tidak diketahui adanya orang yang berbeda pendapat dengan mereka.

Konsekuensi ini akan  terus berlanjut tergantung berapa jumlah Ramadan yang dia temui. Imam Nawawi menjelaskan dalam Kitab Minhaj:

وَالْأَصَحُّ تَكَرُّرُهُ بِتَكَرُّرِ السِّنِينَ

Artinya: “Menurut pendapat paling kuat, kewajiban membayar satu mud akan terus berulang dengan berulangnya tahun.

Untuk mendekatkan pemahaman, simak contoh ini!

Nur memiliki utang puasa sebanyak lima hari pada Ramadan tahun 2022. Karena menunda-nunda dia lupa untuk mengganti puasanya sampai menemui Ramadan tahun 2023. Maka, konsekuensi yang dia dapatkan adalah mendapat dosa dan membayar satu mud di setiap hari yang dia tinggalkan (totalnya lima mud).

Jika Nur tidak kunjung mengganti puasanya dan belum membayar lima mud hingga menemui Ramadan tahun 2024, maka kewajiban fidyah Nur bertambah menjadi sepuluh mud (lima mud dari Ramadan tahun 2023 dan lima mud dari Ramadan 2024).

Konsekuensi Bagi Orang yang Berhalangan

Berbeda dengan keterangan di atas, bagi orang yang berhalangan (karena lupa, sakit atau musafir) untuk mengganti puasa hingga menemui Ramadan berikutnya, dia tidak mendapatkan dosa dan kewajiban membayar satu mud. Singkatnya, dia hanya wajib mengganti puasanya saja.

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan di dalam kitabnya:

أَمَّا إذَا لَمْ يَخْلُ كَذَلِكَ فَلَا فِدْيَةَ؛ لِأَنَّ تَأْخِيرَ الْأَدَاءِ بِذَلِكَ جَائِزٌ فَالْقَضَاءُ أَوْلَى.

Artinya: “Adapun orang yang tidak mengganti puasa (karena lupa, sakit, berpergian, hamil dan menyusui) hingga menemui Ramadan berikutnya, maka dia tidak terkena kewajiban membayar fidyah (satu mud). Karena mereka boleh mengakhirkan puas secara ada’ (pada waktunya), maka kebolehan mengakhirkan qodo’ pun lebih utama.

Baca Juga: Hukum Telat Qadha Puasa Sampai Ramadhan Berikutnya

*Ditulis oleh: Mohammad Naufal Najib Syi’bul Huda, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II “Al-Murtadlo” Malang.