ilustrasi puasa

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah. Pada bulan ini umat muslim akan melaksanakan rukun Islam yang keempat, yakni puasa. Hukum melaksanakaan puasa di bulan
Ramadhan bagi orang muslim yang sudah memenuhi syarat-syarat puasa adalah wajib.

Meskipun hukumnya wajib, bagi orang yang sedang uzur diperbolehkan membatalkan puasa atau tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Akan tetapi, ia wajib meng-qodho’-nya setelah bulan Ramadhan. Di antaranya adalah orang yang sedang hamil atau menyusui, orang yang sedang sakit, dan orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir).

Waktu meng-qodho’ puasa sangatlah panjang, akan tetapi ada beberapa orang yang belum selesai meng-qodho’ puasa Ramadhan tahun sebelumnya. Lalu bagaimana hukumnya apabila qodho’ puasa tahun lalu belum selesai dan Ramadhan tahun ini akan segera tiba?

Orang yang belum meng-qodho’ puasa Ramadhan dan masih ada hari sebelum datangnya bulan Ramadhan maka ia harus meng-qodho’-nya, hukumnya boleh meskipun ia berpuasa di hari syak (ragu). Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarh Muhadzab 6/399 :

قال أصحابنا : لا يصح صوم يوم الشك عن رمضان بلا خلاف…فإن صامه عن قضاء أو نذر أو كفارة أجزأه، لأنه إذا جاز أن يصوم فيه تطوعا لة سبب فالفرض أولى

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ulama’ Syafi’iyyah berkata : Tidak sahberpuasa di hari syak (30 sya’ban/ sehari sebelum ramadhan) tanpa perselisihan. Namun jika puasa qodho’, nadzar atau kaffarah, maka boleh. Karena logikanya, jika puasa sunnah yang memiliki sebab saja diperbolehkan, maka apalagi yang wajib.

Akan tetapi apabila sudah masuk bulan Ramadhan, maka orang tersebut harus melaksanakan puasa fardhu, bukan puasa qodho’. Orang yang membatalkan puasanya karena alasan tertentu kemudian ia belum meng-qodho’-nya sampai Ramadhan tahun berikutnya tiba, jika ia mengakhirkan qodho’nya karena ada uzur terus-menerus seperti sakit, maka ia tidak wajib membayar kafarat.

Apabila ia mengakhirkan qodho’ tanpa adanya uzur maka ia wajib meng-qodho’ puasa dan membayar kafarat. Dinukil dari kitab Al-Hawi Al-Kabir 10/42, al-Imam Abu Hasan al-Mawardi menjelaskan:

إذا أفطر أياما من شهر رمضان لعذر أو غيره، فالأولى به أن يبادر بالقضاء، وذلك موسع له ما لم يدخل رمضان ثان. فإن دخل عليه شهر رمضان ثان صامه عن الفرض، لا عن القضاء. فإذا أكمل صومه قضى ما عليه ثم ينظر في حاله، فإن كان أخر القضاء لعذر دام به من مرض أو سفر، فلا كفارة عليه، وإن أخره غير معذور فعليه مع القضاء الكفارة عن كل يوم بمد من طعام ، و هو إجماع الصحابة

Ketika seseorang membatalkan puasa bulan Ramadhan beberapa hari karena faktor uzur atau hal yang lain, maka hal utama baginya adalah segera mengqodho’ puasanya. Mengqodho’ ini bersifat muwassa’ (luas/panjang) selama tidak masuk Ramadhan selanjutnya. Apabila sampai masuk Ramadhan selanjutnya maka ia berpuasa fardhu, bukan puasa qodho’. Ketika puasa Ramadhan pada tahun tersebut telah sempurna, baru ia mengqodho’ puasanya tahun lalu dan dilihat keadaannya: Jika ia mengakhirkan qodho’ karena ada uzur terusmenerus berupa sakit atau perjalanan maka tidak wajib kafarat baginya. Jika ia mengakhirkan qodho’ tanpa adanya uzur, maka wajib baginya untuk mengqodho’ puasa sekaligus membayar kafarat pada setiap hari (yang belum diqodho’) senilai satu mud makanan, hal ini telah menjadi konsensus para sahabat.”

Kaffarat/fidyah bagi oraang yang mengakhirkan qodho’ puasa sampai Ramadhan selanjutnya tanpa adanya uzur, ia harus berpuasa dan perharinya membayar 1 mud makanan pokok. Menurut madzab Malikiah, hanabilah dan syafi’iyah satu mud setara dengan 546 gram. Sebagian ulama membulatkan ukuran satu mud sama dengan 600 gram atau 6 ons atau 0,6 kg.

Baca Juga: Niat Puasa Qadha Ramadan, Ini Ketentuannya

Ditulis oleh Almara Sukma, alumnus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari