Sumber foto: tribunnews.com

Oleh: Rofiqatul Anisah*

Setelah satu bulan penuh menahan diri dari rasa lapar dan haus, mencegah diri dari maksiat, memperbanyak ibadah, dan meningkatkan amal baik, umat muslim akan menjumpai dan disambut oleh hari kemenangan yang disebut hari Raya Idul Fitri.

Semua itu dilakukan semata-mata karena Allah dengan ikhlas dan penuh mengharap rida Allah.

Lafadz ‘ied diambil dari isim masdar ‘aud yang berarti kembali. Maksudnya hari raya ini senantiasa kembali datang setiap tahun atau lebih populer dengan istilah perayaan.

Sedangkan lafadz al fithr berarti terlepas, suci, sebab sudah tidak berpuasa. Jadi secara harfiyah, Idul Fitri bermakna kembali tidak berpuasa atau perayaan terlepas dari puasa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Imam Nawawi, dalam kitab al Adzkar menuturkan, “Ketahuilah bahwa disunnahkan (dianjurkan) menghidupkan malam kedua hari raya dengan dzikir kepada Allah, shalawat dan yang lainnya seperti perbuatan-perbuatan keta’atan, berdasarkan hadis yang warid tentang yang demikian, ‘Barangsiapa menghidupkan malam hari raya (‘ied), hatinya tidak akan pernah mati pada hari kematian hati’. Dan diriwayatkan, ‘Barangsiapa yang menegakkan malam-malam hari-raya karena Allah dengan penuh keikhlasan, hatinya tidak akan pernah mati hingga hari kematian hati’.

Imam Nawawi menambahkan, “Seperti itu juga yang ada dalam riwayat Imam asy Syafi’i dan Imam Ibnu Majah, dan itu adalah hadis dhaif yang kami riwayatkan dari riwayat Abi Umamah secara marfu’ juga mauquf, sedangkan perkataan keduanya adalah lemah. Tetapi hadis-hadis dhoif yang berisi fadlailul a’mal (keutamaan amalan) ditolerir sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya diawal kitab ini”.

Jadi umat Islam dianjurkan untuk menghidupkan malam hari raya dengan zikrullah, memperbanyak shalawat, tilawah al-Qur’an, doa-doa dan amal-amal ibadah lainnya.

Pada hari raya Idul Fitri, dianjurkan untuk disemarakkan dengan lantunan takbir yang berkumandang di masjid-masjid, jalanan, mushallah, dan sudut-sudut lain.  Gema takbir dilantunkan sejak terbenamnya matahari sampai dimulainya shalat ied.

Maka sangat tepat jika di kampung-kampung sering disemarakkan dengan takbir keliling membawa obor. Anak-anak kecil berlarian bahagia, masjid-masjid ramai dilantunkan takbir, bahkan di jalan-jalan juga diramaikan dengan takbir.

Selain itu dianjurkan pula untuk bersalam-salaman saling memaafkan antara satu sama lain serta mengucapkan:

تقبل الله منكم أحياكم الله لأمثاله كلّ عامٍ و أنتم بخير

Semoga Allah menerima (amal) Kalian semua. Semoga Allah memanjangkan Umur kalian di tahun-tahun yang sama, dan kalian senantiasa dalam keadaan baik.”

Dalam kebudayaan masyarakat Indonesia, biasa disederhakan dengan ucapan, “Minal Aidzin wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin”.

Poin pentingnya selain bermaaf-maafan adalah sambung silaturahmi antarkeluarga, antartetangga, dan sesama muslim, serta memperkuat persatuan dan persaudaraan, baik persaudaraan se-Islam, se-bangsa, dan sesama manusia.

Sayyidina Ali karramalahu wajhah menuturkan, “Idul Fitri bukanlah bagi orang yang mempunyai pakaian baru. Namun Idul Fitri hanyalah untuk orang yang taatnya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang bersolek dengan pakaian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah untuk orang yang dosa-dosanya diampuni”.

Jadi untuk kawan-kawan muslim/muslimah, jangan bersedih jika tidak ada pakaian baru di hari Raya,  karena baju yang lama masih bisa dipakai lagi.

Dan hakikat nya Hari Raya Idul Fitri itu bukan dengan serba-serbi yang baru, akan tetapi dengan hati yang baru dan untuk orang-orang yang diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT seperti yang telah disinggung Sayyidina Ali karramalahu wajhah di atas.


*Alumnus Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng