sumber foto: Liputanislam.com

Kisah menganggumkan antara Sayyidina Ali, Sayyidatina Fatimah, dan dua malaikat ini ditulis dalam dua kitab, yaitu an Nawadir dan al Aqthaf ad Daniyyah fi Îdhahi Mawâ’idhi al ‘Ushfûriyyah. Kedua pengarang kitab itu menceritakan dalam versi cerita yang sedikit berbeda, tetapi pesan yang disampaikan sama.

Dalam kitab al Aqthaf ad Diniyah diriwayatkan Ja’far bin Muhammad, yang memiliki sanad dari ayahnya, lalu dari kakeknya. Suatu ketika, cerita kakek Ja’far, Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramaLlahu wajhah mengunjungi rumahnya selepas silaturahim kepada Rasulullah. Di rumah itu Ali menjumpai istrinya, Sayyidah Fatimah, sedang duduk memintal, sementara Salman al Farisi berada di hadapannya tengah menggelar wol.

“Wahai perempuan mulia, adakah makanan yang bisa kau berikan kepada suamimu ini?” tanya Ali kepada istrinya.

“Demi Allah, aku tidak mempunyai apapun. Hanya enam dirham ini, ongkos dari Salman karena aku telah memintal wol,” jawabnya. “Uang ini ingin aku belikan makanan untuk (anak kita) Hasan dan Husain.”

“Bawa kemari uang itu,” kata Ali. Fatimah segera memberikannya dan Ali pun keluar membeli makanan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam versi kitab an Nawadir disebutkan bahwa hari itu, sudah tiga hari, Hasan, Husain, Harits, Ali dan Fatimah belum makan. Fatimah mempunyai kain jarik dan meminta Ali untuk menjualkannya. Lalu, ada yang membeli kain itu dengan enam dirham. Bukannya dibawa pulang ke rumah, uang itu malah disedekahkan Ali kepada orang-orang fakir.

Ia bertemu seorang laki-laki yang berdiri sambil berujar, “Siapa yang ingin memberikan hutang (karena) Allah yang maha menguasai dan mencukupi?” Sayyidina Ali mendekat dan langsung memberikan enam dirham di tangannya kepada lelaki tersebut. Fatimah menangis saat mengetahui suaminya pulang dengan tangan kosong. Sayyidina Ali hanya bisa menjelaskan peristiwa secara apa adanya.

“Baiklah,” kata Fatimah, tanda bahwa ia menerima keputusan dan tindakan suaminya.
Sekali lagi, Sayyidina Ali bergegas keluar. Kali ini bukan untuk mencari makanan melainkan mengunjungi Rasulullah. Di tengah jalan seorang Badui yang sedang menuntun unta menyapanya, “Hai Ali, belilah unta ini dariku.”

”Aku sudah tak punya uang sepeser pun,” kata Ali.

“Ah, kau bisa bayar nanti.”

“Harganya berapa?”

“Seratus dirham.”

Sayyidina Ali sepakat membeli unta itu meskipun dengan cara hutang. Lalu Sayyidina Ali menggeret unta itu untuk menjualnya lagi. Sesaat kemudian, tanpa disangka, sepupu Nabi itu berjumpa dengan orang Badui lainnya.

“Apakah unta ini kau jual?”

“Benar,” jawab Ali.

“Dengan harga berapa kau membelinya?,”

“Seratus dirham?”

“Saya belinya dengan keuntungan 60 dirham,” kata Badui itu. Ada versi lain Badui itu membelinya dengan harga 300 dirham.

Ali menyetujui harga itu. Akhirnya, si Badui membayarnya kontan, dan unta pun sah menjadi tunggangan barunya. Kemudian Ali menemui seorang badui yang pertama yang memberinya hutang seekor unta. Ali hendak membayarkan utangnya. Badui itu bertanya, “Apakah kau sudah menjual unta itu, wahai Ayah Hasan?,”

“Ya,” jawab Ali.

“Kalau begitu berikan hakku!,” ungkap badui itu.

Setelah ali menyerahkan seratus dirham dari hasil penjulan unta tadi kepaa badui itu, Ali segara pulang kepada istrinya. Wajah Fatimah kali ini tampak berseri menunggu penjelasan Sayyidina Ali atas kejadian yang baru saja dialami, di mana sang suami mendapatkan uang 60 dirham.

Fathimah bertanya, “Dari mana kau dapatkan (uang) ini”.

Ali menjawab, “Saya bersedekah karena Allah dengan enam dirham. Lalu Allah SWT memberiku enam puluh dirham. Setiap satu dirham dibalas dengan sepuluh dirham”.

Ali bertekad menghadap Rasulullah SAW. Saat kaki memasuki pintu masjid, sambutan hangat langsung datang dari Rasulullah. Nabi melempar senyum dan salam, lalu bertanya, “Hai Ali, kau yang akan memberiku kabar, atau aku yang akan memberimu kabar?

“Sebaiknya Engkau, ya Rasulullah, yang memberi kabar kepadaku

“Tahukah kamu, siapa orang badui yang menjual unta kepadamu dan orang badui yang membeli unta darimu?”

“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” sahut Ali memasrahkan jawaban.

“Hai, Ali! Orang yang menjual (unta) itu adalah Jibril as, dan orang yang membeli itu adalah Mikail, sedangkan unta itu adalah kendaraan Fatimah nanti pada hari kiamat,” Kata Rasulullah.

Kemudian Rasulullah lanjut bersabda, “Hai Ali! Engkau diberikan tiga hal yang tida diberikan kepada selain engkau, yaitu istri yang nantinya yang menjadi ratu wanita surga, dua putra yang nantinya menjadi kepala pemuda surga, dan mertua yang menjadi tuan para utusan Allah. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada Allah SWT atas segala yang diberikan kepadamu dan memujilah kepada-Nya atas segala kebaikan yang Allah berikan kepadamu.

Dalam versi kitab al-Aqthaf ad-Daniyah disebutkan bahwa Rasulullah bersabda, “Sangat beruntung kau, wahai Ali. Kau telah memberi pinjaman karena Allah sebesar enam dirham, dan Allah pun telah memberimu tiga ratus dirham, 50 kali lipat dari tiap dirham. Badui yang pertama adalah malaikat Jibril, sedangkan Badui yang kedua adalah malaikat Israfil (dalam riwayat dalam kitab an Nawadir, malaikat Mikail).”

Kisah yang bisa kami sajikan di atas, menggambarkan betapa ketulusan Ali dalam menolong sesama telah membuahkan balasan berlipat. Manampik bahwa sedekah bisa memiskian seseorang, justru malah membukakan riski dari Allah. Bahkan dengan cara dan hasil di luar dugaan.

Selai itu, keluasan hati istrinya, Fatimah, juga patut kita teladni. Fatimah menerima keterbatasan juga melengkapi kisah kebersahajaan hidup keluarga ini, bahkan dalam kacamata manusia biasa, bisa disebut serba kekurangan. Fatimah mendukung penuh sang suami dan menguatkannya untuk tetap bermanfaat bagi orang lain. Meski keluarganya, kedua suami istri ini tidak lupa bersedekah, Ali bersedekah dan Fatimah mendukung.


*Sumber:

Kitab al Aqthaf ad Daniyyah fi Îdhahi Mawâ’idhi al ‘Ushfûriyyah

Kitab an Nawadir