Muhammad Fikri, Head of Community Management Bukalapak menjelaskan materi ekonomi digital kepada peserta seminar dan workshop UKM Goes Digital yang diadakan di lantai tiga Gedung KH. M. Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng pada Senin (26/03/2018). (Foto: Asna)

Tebuireng.online— Dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat, Bukapalak bekerjasama dengan Pesantren Tebuireng menyelenggarakan seminar dan wokshop “UKM Goes Digital”. Dalam kegiatan itu Bukalapak mengajak para santri dan mahasiswa untuk mulai menjajaki dunia wirausaha dengan mengoptimalkan pontensi digital.

“Bukalapak ingin bekerja sama  dengan temen-teman Tebuireng untuk berbagi pengalaman, mengoptimalkan digital untuk mentransformasi ekonomi kita,” ungkap Muhammad Fikri sebagai Head of Community Management Bukalapak di depan peserta seminar dan workshop yang diadakan di lantai tiga Gedung KH. M. Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng pada Senin (26/03/2018).

Sebagai penikmat sosial media, lanjutnya, alangkah baiknya jika para mahasiswa dan pemuda, era milenial, termasuk juga yang ada di pesantren, tidak hanya menjadikannya sebagai kesenangan saja, akan tetapi bagaimana memanfaatkan gedget untuk hal-hal positif, bahkan untuk menghasilkan keuntungan finansial.

Dalam presentasinya yang bertema “Mewujudkan Ekonomi Digital Berbasis Kerakyatan”, ia menyampaikan tentang perbedaan generasi, konsep ekonomi sosial, potensi pasar online, beserta komunitas online.

Ia menjelaskan, generasi dibedakan menjadi tiga, yaitu generasi, yaitu generasi usia lanjut, generasi Y atau generasi kelahiran antar atahun 1980-an sampai 1990-an, dan generasi Z atau generasi yang lahir tahun 2000-an atau generasi milenial.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ia juga menyoroti beberapa orang tua yang sudah mengenalkan anak dengan ponsel pintar. Padahal menurutnya, secara tidak langsung hal tersebut dapat menimbulkan  pergeseran generasi perilaku dari zaman ke zaman, terjadi perbedaan antara zaman old dengan zaman now.

Soal ekonomi sosial, ia menyebutkan tergantung bagaimana manusianya dapat memanfaatkannya. “Karena teknologi sudah di depan mata, maka gunakanlah sebaik mungkin dengan menciptakan inovasi baru, mengikuti perkembangan zaman, serta menjawab kebutuhan masyarakat. Hal tersebutlah yang membuat bukalapak berkembang pesat,” jelasnya.

Ia menyebut masyarakat Indonesia sebagai masyarakat konsumtif. Pada awalnya, orang-orangnya enggan berbelanja online karena khawatir ditipu, kualitasnya jelek, atau tidak sesuai dengan pesanan. “Akan tetapi lambat laun, mereka percaya karena bukalapak itu dijamin aman, praktis, lebih murah, terjangkau, jika sampai terjadi kerusakan atau ketidaksesuaian barang, dijamin ganti rugi,” terangnya.

Dengan memanfaatkan pasar online, tambahnya, UKM mendapat peluang untuk membuka kesempatan pasar baru yang tidak hanya berada di satu tempat, akan tetapi  menyebar dan berkembang di berbagai tempat.

Ia mengatakan bahwa komunitas Bukalapak di Indonesia sudah ada di lebih dari 83 kota dan 140 lebih Local Leaders. Setiap minggu mereka sharing bagaimana mengoptimalkan lapak-lapak yang ada, menampilkan produk yang  menarik,  menjadi leadership yang baik, teknik public speaking, dan lain sebagainya.

Selain empat poin di atas, Fikri juga  menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia merupakan pengguna berat internet, karena salah satu budaya Indonesia yang terkenal di Asia sebagai masyarakat yang suka bersosialisasi. Namun, ia tak menampik adanya dampak negatif dari internet, khususnya sosial media.

“Sosial media juga bisa menjadikan yang jauh menjadi dekat, sementara yang dekat menjadi jauh, hal tersebut yang dapat menjadikan perpecahan antara satu sama lain. Oleh sebab itu, kita harus pandai memanfaatkan media sosial untuk hal-hal positif. Semua itu tergantung kita yang menggunakan,” pungkasnya.


Pewarta:            Rofiqotul Anisa

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin