Sumber gambar: www.google.com

Oleh: Fathur Rohman*

Diketahui ada seorang bayi laki-laki yang usianya belum genap dua tahun, ia sangat lengket dengan ibunya, maklum ia masih membutuhkan asi ibunya sehingga ketika bersama ibunya ia hampir tak mau diajak oleh siapapun sehingga ibunya tak jarang kerepotan bila ingin melakukan apa-apa seperti memasak, mandi, mencuci, bersih-bersih, dan pekerjaan rumah lainnya.

Bayi kecil itu tak minta banyak, ia hanya minta ditemani bermain dan sesekali minta asi saat ia merasa haus. Ketika suaminya pulang, istrinya bercerita bila anaknya yang masih bayi tidak mau ditinggal ngapa-ngapain sehingga belum bisa masak sampai suaminya pulang, mendengar hal itu suaminya berkata pada istrinya, “itulah yang benar, anak yang masih kecil itu memang harus lengket sama ibunya, bukan sama neneknya, pengasuhnya, bapaknya, atau orang lain.”

Mendengar jawaban tersebut istrinya berkata lagi, “tapi kan gak bisa ngapa-ngapain akhirnya, gak bisa masak, nyuci baju, bersih-bersih, dan lain-lain.” Lalu suaminya menjawab dengan tenang dan santun, “kalau gak bisa masak, ya tidak usah masak beli lauk saja, kalau ndak bisa mencuci baju, ya gak usah nyuci baju, istirahat saja, ikut tidur waktu dia tidur, kalau gak bisa bersih-bersih, ya gak usah bersih-bersih bukankah rumah yang ada anak kecilnya dan berantakan, itu tandanya bahwa anak-anaknya sehat karena banyak bermain dan tidak tidur/istirahat saja.”

Setelah mendengar itu semua, istrinya jadi tambah bingung mau ngomong apa lagi, karena suaminya selalu membenarkan bayi yang belum genap berusia dua tahun tersebut, sebab baginya bayi yang masih kecil belum genap usia dua tahun tidak bisa disalahkan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada suatu hari seperti biasa bayinya tak mau ditinggal ngapa-ngapain, si ibu bayi tersebut ingin memasak, saat bayinya bisa ditinggal, ia mulai memasak, namun di tengah-tengah memasak teryata bayinya rewel dan menangis, akhirnya masaknya ditinggal untuk menemani anak bayinya, karena kecapean memasak ia tak sadar tertidur bersama si bayinya dengan meninggalkan masakan di dapurnya sehingga masakan itu gosong karena ia lupa mematikan kompornya.

Setelah ia terbangun bergegaslah ia menuju dapur, teryata masakannya sudah gosong dan tak bisa dimakan lagi, ia berfikir padahal tadi kayaknya tertidur sebentar kok sudah gosong. Ia pun hawatir nanti suaminya marah ketika pulang melihat itu semua, karena masakannya gosong dan alat dapurnya rusak, kemudian ia menghubungi suaminya lewat telpon untuk menceritakannya, teryata di luar dugaan suaminya berkata “tidak apa-apa, kalau gak sempat masak nanti pas pulang biar saya yang mampir beli makanan, ibu istirahat lagi menemani adek bayi, nanti pas libur beli lagi saja alat dapurnya kalau sudah tidak bisa dipakai.” Suaminya berkata seperti itu karena ia berfikir bahwa jauh lebih penting menjaga, mengawasi, dan mendidik anak-anaknya dari pada hanya sekadar masakan gosong dan alat dapur yang rusak.

Ketika suaminya pulang, istrinya mau bercerita lagi tentang kejadian tadi siang bahwa adek bayinya gak bisa ditinggal ngapa-ngapain dan minta ditemani terus, tetapi suaminya seperti biasa berkata, “itulah yang benar anak itu harus dekat dengan ibunya, bukan dengan neneknya, pengasuhnya, bapaknya, atau orang lain, malah nurut saya aneh bila anak kecil itu bisa ditinggal lama oleh ibunya dan tidak mecarinya sedikit pun.” Mendengar jawaban itu istrinya pun hanya tersenyum karena tak punya jawaban apa-apa lagi atau bila dibilangi pasti suaminya menjawab dengan jawaban yang sama.

Itulah kenapa Allah titipkan asi pada ibu-ibu, karena agar ibu-ibu itu selalu didekati anak-anaknya, sehingga bukan hanya jasadnya yang menyatu secara darah daging, tetapi emosional, perasaan, dan batinnya juga menyatu dengan ibunya karena seringnya si bayi berinteraksi dengan ibunya.

Allahu a’lam bisshowab.

*Dosen Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.