Oleh: KH. Amir Jamiluddin

الْحَمْدُلِلهِ، نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ، وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَ اَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، أَمَّابَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، فَأُوْصِكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، وَاتَّقُوْ اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَنَا بِالتَّقْوَى وَالْإِسْتِقَامَةِ وَأَمَرَنَا بِارْتِكَابِ أَخْلَاقِ الْكَرِيْمَةِ كَمَا كَانَ فِي رَسُوْلِ اللهِ أَوْ فِي نَفْسِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ

Hadirin Umat Islam yang Dimuliakan Allah Swt.

Pertama, mari kita koreksi ketakwaan kita. Apakah naik ataukah turun iman kita. Berdasarkan dalam ayat surah al-Kahfi, jumhur ulama ahlussunnah wal jama’ah berpendapat;

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

الْإِيْمَانُ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ

Berdasarkan pada ayat;

وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

“Kami menambahi mereka (ashabul kahfi) huda (petunjuk)”, maksudnya iman.

Kalau bisa bertambah, berarti bisa berkurang. Yang jelas, yang bertambah adalah mukammilatu al-iman, kesempurnaan iman bukan haqiqatu al-iman, hakikat iman yang berpangkat tashdiq. Percaya, beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, beriman pada hari akhir, takdir baik dan buruk. Tapi yang menjadi pasang-surut adalah amal kita.

Termasuk dari tanda iman seseorang adalah berakhlak karimah. Rasulullah sebagai contoh pelaku akhlak yang paling sempurna, sehingga Allah sampai memuji dalam surah al-Qalam;

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

Sesungguhnya engkau di atas akhlak yang agung.”

Jadi kalau ada orang akhlaknya mulia. Rasul itu masih diatasnya. Darimana kita bisa tahu akhlak Rasul sangat mulia. Dari keterangan beberapa istrinya, sahabatnya, dan perilaku yang ditunjukkan kepada kita semua. Ketika Sayyidati Aisyah ditanya bagaimana akhlak Rasulullah;

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

“Akhlak Rasulullah persis al-Quran itu.”

Jadi Rasul adalah al-Quran berjalan. Kalau kita ingin menjadi bangsa yang maju, maka harus kembali mengamalkan ajaran al-Quran dan sunnah Rasulullah. Wong namanya sudah kelompok ahlussunnah wal jama’ah.

Di dalam beberapa kasus, misalkan. Ketika Rasul diberikan kemenangan menaklukkan kota Makkah, fathu Makkah, maka disitu ada beberapa pimpinan tokoh kafir Quraisy yang berlari, termasuk Abu Sufyan dan lain-lain. Kroni-kroninya itu masih banyak yang belum masuk Islam.

Tapi setelah beliau masuk kota Makkah, dengan tenang. Karena mereka sudah gemetar hatinya, maka beliau masuk membawa tongkat dan merobohkan berhala satu per satu dan mengatakan;

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا

“Telah datang kebenaran, dan telah hilang kebatilan. ..”

Setelah beliau diberitahu banyak tawanan tokoh-tokoh kafir Quraisy. “Bagaimana Rasulullah, ini dengan tawanan kita, tokoh-tokoh ini?”. Rasulullah memberi penegasan singkat;

إِذْهَبُوْا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ

Pergi kalian, kalian bebas.

Ini adalah contoh yang dicontohkan Rasulullah kepada pimpinan-pimpinan kafir Quraisy. Umair bin Wahab, ia adalah orang yang punya rencana membunuh Rasulullah, ketika di Makkah bertemu dengan temannya. Ia bersepakat dengan temannya, “Umair, hutangmu kepadaku kan banyak, kalau kamu mau membunuh Rasulullah itu, hutangmu bebas. Ini perjanjian kita berdua, tidak ada yang tahu”. Dijawab Umair, “Ya, saya akan mengeksekusinya sendiri”.

Dengan mengendap-endap sembunyi, dia berangkat ke Madinah. Sudah siap dengan berbagai rencana. Ia datang ke Madinah dengan alasan membebaskan dan minta anaknya yang ditawan dibebaskan ketika perang Badar. Sampai di Madinah, sebelum Umair bin Wahab datang, Rasulullah memberitahu sahabat, “Nanti akan datang Umair bin Wahab, akan membunuh saya”.

Sahabat sudah siaga, di depan pintu gerbang Madinah. Maka tidak lama Umair benar-benar datang, dan sahabat sudah menghadang. “Umair, kamu kesini ngapain?”. “Saya minta anak saya yang ditawan dibebaskan”. “Bukan, rencana busukmu sudah didengar oleh Rasulullah, yaitu kamu kesini karena ada kesepakatan berdua dengan temanmu di Makkah, orang kafir, kamu akan membunuh Rasulullah”. Ia tertegun, terkejut, dan akhirnya terketuk hatinya untuk menemui Rasulullah.

“Ya memang benar, aku punya rencana, tapi kok bisa tahu? Padahal rencanaku cuma berdua saja. Itulah kebenaran, kalau begitu saya akan menyatakan dua kalimat syahadat, ingin bertemu Rasulullah”. Maka sejak itu Umair bin Wahab masuk Islam.

Bagaimana sikap Rasulullah kepada Umair. Sudah nyata-nyata akan membunuhnya, dan seketika itu masuk Islam. Akhirnya Umair diterima Rasulullah, bersyahadat, dan dibina dengan baik. Ia berjanji sendiri, “Rasul, saya akan ke Makkah, akan berdakwah di Makkah. Teman-temanku akan saya ajak masuk Islam”. Ini berkat apa? Berkat akhlak Rasulullah yang bagus, memberi kepercayaan kepada orang yang dulu akan membunuhnya.

Kita ini kadang-kadang selalu curiga kepada sesama muslim. Ini tidak mengamalkan secara benar ajaran al-Quran. Al-Quran itu kan;

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

“Nabi Muhammad itu benar-benar utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya (sahabatnya) punya sikap tegas kepada orang kafir, dan sangat sayang terhadap sesama mereka (sesama muslim).”

Kita ini kurang istikamah dalam kebaikan. Padahal ciri-ciri waliyullah adalah istikamah dalam kebaikan.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Surah al-Ahqaf ini menjelaskan dan menegaskan salah satu ciri-ciri wali Allah, sebagaimana pada ayat lain juga sama;

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Kalau berdasar surah al-Ahqaf tadi, sesungguhnya orang-orang yang berkata; Allah sebagai Tuhan kami. Kemudian istikamah. Istikamah dalam beribadah, dalam beriman, dalam berbuat baik. Kadang-kadang kita baik kepada sesama hanya ketika mendapatkan nikmat, mendapatkan kebaikan, atau saat diperlakukan secara baik. Tapi kalau sudah menjadi lawan politik, sudah, bermusuhan.

Politik ini hanya sebentar, kalau bisa umat Islam jangan sampai cerai-berai. Karena akan menjadikan lemah.

وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Taatlah pada Allah dan Rasul-Nya, jangan bertengkar, jangan sengketa. Kamu akan jadi (bangsa) penakut, dan hilang kekuatan kalian. Kalau sudah begini, maka bersabarlah. Tertimpa kelemahan.

Karena itu, sebagai umat Islam yang baik. Mari kita bersatu, jangan bermusuhan dengan sesama orang muslim. Musuh kita itu adalah kebatilan, orang kafir. Bukan sesama muslim. Kalau mengingatkan boleh, cuma kita tidak boleh membentak dan memusuhi. Dalam mengingatkan orang, mesti ada etikanya. Etika inilah yang sering diabaikan sehingga ‘seseorang mengingatkan orang lain dimusuhi’ karena kurang beretika dalam mengingatkan atau berbicara atau bertindak.

Oleh karena itu kita sebagai umat Islam, mari kita yang baik dan menjalankan akhlakqu al-karimah sebagaimana ajaran Rasulullah, ajaran al-Quran, juga ajaran sunnatullah. Semoga ada manfaatnya.

أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بسم الله الرحمن الرحيم ،  مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ . بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلأٓيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Editor/Publisher: Muh Sutan