Oleh: Devi Yuliana*

Tamu adalah setiap orang yang datang berkunjung ke tempat kita. Boleh jadi tetangga, saudara, bahkan orang lain yang belum kita kenal sebelumnya. Boleh jadi karena ada keperluan tertentu atau hanya sekedar menyambung silaturahim. Intinya setiap orang yang datang berkunjung ke rumah kita dengan niatan baik harus dihormati serta disambut dengan baik pula.

Islam merupakan agama yang mengharuskan bagi setiap umatnya untuk menghormati dan memuliakan tamu yang datang berkunjung. Namun di dalam Islam sendiri, tidak ada batasan atau tingkatan tertentu tentang bagaimana kita harus menghormati tamu. Semua kembali ke adat dan budaya masing-masing. Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ»

Artinya: “Dari Abi Hurairah berkata : Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia menghormati tamunya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berucap dengan ucapan yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari No. 6018).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Setiap tamu yang berkunjung ke tempat kita hendaknya kita hormati, minimal dengan wajah yang tersenyum karena tamu datang membawa rizki dan pulang dengan membawa dosa pemilik rumah. Sudah sepatutnya kita sangat bersyukur bila ada tamu datang berkunjung.

Lantas apakah cukup dengan wajah tersenyum saja? Tentunya ada beberapa tata krama tentang bagaimana cara menyambut tamu yang tertuang dalam Kitab Adab Karya Al-‘Allamah Al-Habib Zein bin Sumaith Ba’alawi:

1. Mempersilahkan tamu untuk masuk

2. Menjamu tamu

Dikisahkan dalam Q.S. Adz-Dzariiyat tentang bagaimana Nabi Ibrahim AS menjamu tamu-tamunya sebelum mengetahui bahwa sesungguhnya mereka adalah para malaikat

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ (24) إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلامًا قَالَ سَلامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ (25) فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ (26) فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلا تَأْكُلُونَ (27) فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلامٍ عَلِيمٍ (28) فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ فَصَكَّتْ وَجْهَهَا وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ (29) قَالُوا كَذَلِكَ قَالَ رَبُّكِ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ (30) 

Artinya: Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan, “Salaman.” Ibrahim menjawab, “Salamun, ” (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata, “Silakan kamu makan.” (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, “Janganlah kamu takut,” dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq). Kemudian istrinya datang memekik (tercengang), lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata, “(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul.” Mereka menjawab, “Demikianlah Tuhanmu memfirmankan. Sesungguhnya Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.

Prof. Dr. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa sikap Nabi Ibrahim AS yang ‘pergi secara diam-diam” ketika hendak mengambil jamuan merupakan salah satu tata krama yang patut dicontoh. Hal itu terjadi karena Nabi Ibrahim sendiri tidak ingin tamunya merasa sungkan karena merasa merepotkan tuan rumah. Pada saat itu juga Nabi Ibrahim mencontohkan teladan lain yakni dengan memberikan jamuan yang istimewa berupa anak sapi. Itulah mengapa kita juga harus menjamu tamu yang datang ke rumah dengan jamuan istimewa namun kembali pada batas kemampuan masing-masing

3. Mempersilhakan tamu untuk makan

Di dalam surat Adz-Dzariyat di atas juga dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim juga mempersilahkan kepada tamunya untuk makan. Namun dalam ayat tersebut mereka (tamu) tidak memakannya. Bukan karena tidak puas atas jamuannya, melainkan karena mereka sesungguhnya adalah malaikat yang tidak memiliki nafsu dan syahwat.

Demikian beberapa tata krama atau adab yang bisa kita lakukan untuk menghormati tamu yang berkunjung ke rumah. Ingatlah bahwa setiap tamu yang datang tidak akan mengurangi rizki pemilik rumah, justru mereka merupakan perantara yang akan membawa banyak rizi bagi pemilik rumah.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari